Usai Divaksin Nusantara Relawan Mengeluh Nyeri hingga Demam
Sebanyak 28 relawan dilaporkan merasakan nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, petechiae, lemas dan mual.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membeberkan hasil uji klinis tahap I terhadap para relawan vaksi Nusantara. BPOM mengungkapkan seluruh subjek penelitian vaksin Nusantara mengalami Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) dalam grade 1 dan 2.
Sebanyak 28 relawan dilaporkan merasakan nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, petechiae, lemas, mual, demam, batuk, pilek dan gatal.
”Seluruh subjek mengalami KTD pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 500 mikogram dan lebih banyak dibandingkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 250 mikogram dan tanpa adjuvant," kata Kepala BPOM Penny K. Lukito melalui keterangan tertulisnya, Kamis (15/4/2021).
Penny lantas merinci, sebanyak 20 dari 28 subjek atau setara 71,4 persen relawan mengalami KTD meskipun dalam grade 1 dan 2.
Selain itu terdapat KTD grade 3 pada 6 subjek dengan rincian yaitu satu subjek mengalami hipernatremia, dua subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN), dan tiga subjek mengalami peningkatan kolesterol.
Baca juga: Badan POM Sebut Keamanan dan Efektivitas Vaksin Nusantara Belum Meyakinkan
Penny menjelaskan, dalam protokol penelitian, KTD grade 3 sejatinya merupakan salah satu kriteria penghentian pelaksanaan uji klinis.
Namun, ia menyebut tim vaksin Nusantara tidak menghentikan penelitian meski ditemukan KTD grade 3.
Baca juga: Epidemiolog Ungkap Alasan Vaksin Nusantara Tidak Efektif dan Efisien dalam Situasi Pandemi Covid-19
"Peneliti saat inspeksi yang dilakukan BPOM tidak dilakukan penghentian pelaksanaan uji klinik dan analisis yang dilakukan oleh tim peneliti terkait kejadian tersebut," jelasnya.
Penny melanjutkan, terdapat 3 dari 28 subjek atau sekitar 10,71 persen subjek yang mengalami peningkatan titer antibodi lebih dari empat kali setelah empat minggu penyuntikan.
Namun, 8 dari 28 subjek itu mengalami penurunan titer antibodi setelah empat minggu penyuntikan dibandingkan sebelum penyuntikan.
Rinciannya, tiga subjek yang mengalami peningkatan titer antibodi lebih dari empat kali tersebut.
Yaitu 2 subjek terdapat pada kelompok vaksin dengan kadar antigen 0.33 mikogram dan adjuvant 500 mikogram, serta 1 subjek terdapat pada kelompok vaksin dengan kadar antigen 1.0 mikogram dan adjuvant 500 mikogram.
Dengan temuan itulah BPOM belum memberikan Persetujuan Uji Klinik (PPUK) uji klinis fase OO vaksin Nusantara.
BPOM meminta tim peneliti vaksin Nusantara untuk memperbaiki dan melengkapi dokumen Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Sementara itu Kementerian Kesehatan (Kesehatan) meminta proses penelitian Vaksin Nusantara yang digagas oleh mantan menteri kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rekomendasi dan prasyarat yang diberikan BPOM.
Juru Bicara Vaksinasi dari Kemenkes Siti Nadia Tarmizi juga meminta agar tahapan penelitian vaksin Nusantara mengikuti kaidah penelitian sesuai dengan anjuran pengembangan vaksin Virus Vorona oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
"Tunggu saja rekomendasi dari BPOM selaku pihak berwenang yang mengeluarkan izin penggunaan vaksin di Indonesia," kata Nadia, Kamis (15/4).
Nadia menyatakan, pemerintah akan selalu mendukung pengembangan vaksin karya anak bangsa.
Namun, terkait penggunaan dalam program vaksinasi nasional, maka jenis vaksin tersebut harus sesuai kaidah penelitian dan memiliki manfaat dalam pembentukan antibodi.
Sebab, vaksin merupakan salah satu upaya negara dalam menekan laju penularan Virus Corona.
Kemenkes juga telah menargetkan sebanyak 181.554.465 orang menjadi sasaran program vaksinasi nasional yang diharapkan dapat mencapai target herd immunity atau kekebalan kelompok terhadap virus corona.
"Pemerintah akan memastikan keamanan dari setiap vaksin Covid-19 yang akan digunakan untuk program vaksinasi," ujarnya.(tribun network/rin/dod)