Daftar Gejala Covid-19 Varian Delta dan Perbedaannya dengan Mutasi Lain: Lebih Terasa Seperti Flu
Varian Delta lebih mirip flu daripada jenis virus corona sebelumnya, termasuk varian Alpha yang pertama kali ditemukan di Inggris.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Varian Delta Covid-19 menghasilkan gejala yang berbeda.
Varian Delta lebih mirip flu daripada jenis virus corona sebelumnya, termasuk varian Alpha yang pertama kali ditemukan di Inggris.
Dilansir Mirror, Studi Gejala Covid ZOE baru-baru ini mengonfirmasi, gejala varian Delta yang dominan saat ini yaitu:
- sakit kepala,
- sakit tenggorokan,
- pilek, dan
- demam.
Gejala-gejala ini berbeda dengan varian Covid-19 sebelumnya.
Baca juga: Mutasi Virus Corona, Begini Awal Mula Penamaan Varian Delta
Baca juga: WHO Sebut Covid-19 Varian Delta Bermutasi di 80 Negara, Perhatikan Gejalanya
Selama pandemi, gejala utama Covid biasanya meliputi batuk kering terus-menerus, demam, dan kehilangan rasa dan penciuman.
Namun, varian Delta tampaknya 'bertindak berbeda' dan menghasilkan gejala yang berbeda pada orang yang terinfeksi.
Varian yang pertama kali diidentifikasi di India ini, juga cenderung menginfeksi orang yang lebih muda yang belum divaksin.
Tim Spector, profesor epidemiologi genetik di King's College London, dan seorang peneliti dengan studi ZOE mengatakan dalam briefing YouTube:
"Gejala nomor satu adalah sakit kepala, kemudian diikuti oleh sakit tenggorokan, pilek, dan demam."
Gejala "jadul" kurang umum, tambah Spector.
Dia menjelaskan bahwa pada orang yang lebih muda, varian Delta lebih terasa seperti pilek.
Hilangnya penciuman dan rasa tidak lagi sebagai gejala umum menurut penelitian, begitu pula dengan batuk.
Namun demam masih mungkin terjadi.
Ada kekhawatiran yang berkembang, karena perubahan gejala dan kemiripan dengan flu biasa, orang mungkin tidak menyadari bahwa mereka terpapar Covid.
CDC di Amerika bahkan telah memperbarui daftar gejala mereka.
Studi ZOE adalah aplikasi yang mengumpulkan data langsung dan berkelanjutan dari empat juta pengguna di seluruh dunia, yang kemudian dianalisis oleh King's College London.
Analisis data telah menunjukkan bagaimana virus "berperilaku berbeda" sekarang.
Dr Abdul Ghafur, seorang dokter penyakit menular di India, mengatakan kepada Bloomberg bahwa dia melihat lebih banyak pasien Covid-19 dengan diare.
Varian Delta 60% lebih mudah menular daripada strain dominan sebelumnya, termasuk varian Kent (Alpha).
Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan, varian Delta telah terdeteksi di lebih dari 80 negara.
Namun, dua dosis vaksin masih efektif melawan varian baru.
TANYA JAWAB Covid-19 Varian Delta: Alasan Mengapa Menjadi Perhatian hingga Efektivitas Vaksin
Covid-19 varian Delta menjadi salah satu varian virus corona yang patut diwaspadai.
WHO bahkan menyebut varian Delta telah menyebar di 80 negara.
Dilansir CTV News, Dr. Prabhat Jha, ahli epidemiologi di Sekolah Kesehatan Masyarakat Dalla Lana Universitas Toronto dan Direktur Pusat Penelitian Kesehatan Global di Rumah Sakit St. Michael Kanada, memberikan informasi mendalam tentang varian ini.
Mengapa Varian Delta Menjadi Perhatian?
"Varian Delta menjadi perhatian karena lebih menular, jelas. Lebih mudah menyebar dari satu orang ke orang lain," kata Dr. Jha.
"Ada beberapa kemungkin varian Delta bisa lebih mematikan atau menyebabkan penyakit lebih parah."
Baca juga: WHO Sebut Covid-19 Varian Delta Bermutasi di 80 Negara, Perhatikan Gejalanya
Baca juga: Sakit Kepala dan Pilek, Gejala Covid-19 yang Berkaitan dengan Varian Delta atau Varian India
Beberapa ahli mengatakan varian Delta sekitar 50 persen lebih mudah menular daripada varian Alpha.
"Pikirkan virus membutuhkan kunci untuk memasuki sel Anda," ujar Dr. Jha.
"Kunci itu adalah apa yang biasa disebut protein lonjakan, atau protein S1."
"COVID-19 bermutasi saat pandemi berlanjut secara global untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dan menjadi lebih menular."
"Jika virus bisa mengubah diri menjadi kunci yang lebih baik, kemungkinan besar virus akan bisa membuka pintu sel untuk masuk ke dalam sel manusia."
"Inilah yang dilakukan oleh mutasi."
Bagaimana Varian Delta Terdeteksi?
COVID-19 dideteksi menggunakan tes polymerase chain reaction (PCR).
Setelah sampel dikonfirmasi positif, langkah selanjutnya adalah menyaring varian yang menjadi perhatian (variants of concern).
Dr. Jha mengatakan tes skrining awal yang digunakan di Kanada saat ini, bisa mencari dua mutasi spesifik yang menunjuk pada varian virus.
Saat ini, kata dia, tes skrining ini bisa mendeteksi varian Alpha dan Beta atau apakah virus itu varian yang tidak diketahui.
"Tes penyaringan awal sudah cukup untuk menentukan apakah itu Alpha atau Beta juga, tetapi tidak memberi tahu apakah itu Delta," kata Dr. Jha.
"Untuk melakukan itu, Anda harus mengurutkan seluruh virus."
Baca juga: Mutasi Virus Corona, Begini Awal Mula Penamaan Varian Delta
Baca juga: WHO Umumkan 6 Hal Penting Varian Delta, Pakar Sarankan Penanganan Corona di Indonesia Harus Maksimal
Sayangnya, Dr. Jha mengatakan proses itu adalah proses yang lebih panjang – yang menyebabkan keterlambatan dalam melaporkan jumlah kasus Delta.
"Kita bisa lakukan dengan bukti yang lebih baik dan lebih banyak pengurutan dan melihat seperti apa sebarannya di berbagai bagian provinsi," kata Dr. Jha.
Dia mengatakan pekerjaan sedang dilakukan untuk memungkinkan tes penyaringan dengan cepat mengidentifikasi varian Delta.
"Ilmu pengetahuan harus bekerja lembur," tambahnya.
Apakah Vaksin Efektif Melawan Varian Delta?
Jawaban singkat: ya.
Menurut Dr. Jha, sebuah penelitian di Inggris menunjukkan dua dosis vaksin memberikan sekitar 90 persen perlindungan terhadap penyakit parah akibat varian Delta.
"Kabar baiknya dengan vaksinasi ganda, kemungkinan untuk dirawat di rumah sakit atau meninggal karena varian Delta sangat rendah," katanya.
"Dua dosis jauh lebih baik daripada satu."
Namun, Dr. Jha memperingatkan bukti lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi apakah vaksin juga efektif untuk mencegah penularan lebih lanjut dari varian Delta.
Bagaimana tentang Varian Lainnya di Masa Depan?
Semakin banyak COVID-19 menyebar secara global, semakin besar pula risiko munculnya varian baru di masa depan, kata Dr. Jha.
"Kita tidak akan bisa mengontrol varian kecuali kita mengontrol transmisi komunitas di seluruh dunia."
Dia mengatakan varian akan mencoba berevolusi untuk menghindari kerja vaksin.
"Kekhawatiran besarnya adalah, bagaimana dengan, bukan Delta, tetapi Epsilon yang lebih kuat dari Delta dan seolah berkata, 'Saya bisa melakukan yang lebih baik,'" kata Dr. Jha.
"Jika varian itu bisa masuk dan tidak ada vaksinnya, itu akan menjadi masalah besar."
"Untuk mengatasi itu, satu-satunya strategi adalah memvaksinasi dunia," katanya.
"Jika tidak, hanya masalah waktu sebelum varian kembali dan vaksin kita tidak lagi berfungsi."
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Berita lainnya seputar penyebaran virus corona varian Delta
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.