Pecah Pembuluh Darah Otak, Mungkinkah Ditangani Tanpa Pembedahan?
Aneurisma otak dapat terjadi pada siapa saja, dan umumnya sebelum pecah aneurisma tidak bergejala.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aneurisma otak mungkin banyak yang belum memahaminya. Namun, akibat kondisi itu diperkirakan sekitar 500 ribu orang meninggal setiap tahunnya.
Aneurisma otak merupakan kondisi di mana dinding pembuluh darah otak melebar atau menonjol (ballooning) akibat lemahnya dinding pembuluh darah tersebut.
Jika aneurisma ini pecah dapat mengakibatkan kondisi fatal yaitu perdarahan otak (subarachnoid) dan kerusakan otak.
Pecahnya aneurisma ini diperkirakan dialami oleh 1 orang setiap 18 menit.
Aneurisma otak dapat terjadi pada siapa saja, dan umumnya sebelum pecah aneurisma tidak bergejala, sehingga dianjurkan untuk melakukan brain check- up secara rutin.
Beberapa orang terkenal pernah mengalami pecah aneurisma otak diantaranya, Sharon Stone, Emilia Clarke (Game of Throne), Dr. Dre, Neil Young.
Dampaknya pun bisa dibilang tidak ringan.
Aneurisma memang tidak selalu berujung pada kematian, namun kualitas hidup penderitanya juga menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga.
Kecacatan, perawatan, tenaga, dan biaya besar menjadi faktor penting yang perlu dipahami oleh penderita aneurisma otak.
Baca juga: Bolehkah Orang dengan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Divaksin?
Baca juga: Metode FAST, Langkah Dini Kenali Gejala Stroke
Itu sebabnya, pada tahun 2021 ini, Brain Aneurysm Awareness Month yang jatuh setiap bulan September setiap tahunnya, mengangkat tema ‘Raising Awareness, Supporting Survivors, Saving Lives’.
“Selain meningkatkan awareness masyarakat akan aneurisma otak ini, kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia juga harus ditingkatkan agar dapat mendeteksi dini, melakukan edukasi pencegahan, dan penanganan komprehensif aneurisma terutama pada penderita yang telah mengalami pecahnya aneurisma otak, atau akan lebih baik bila dapat ditangani sebelum aneurisma tersebut pecah,” kata dr. Abrar Arham, SpBS. dari Rumah Sakit Otak Nasional saat webinar, Kamis (16/9/2021).
Dikatakannya, Rumah Sakit Pusat Otak Nasional saat ini menangani kurang lebih 100 kasus aneurisma otak setiap tahunnya.
“Penanganan kasus aneurisma otak ini membutuhkan kolaborasi multidisiplin melibatkan dokter bedah saraf, neurointervensionist, neurologist, intensivist, dan lain sebagainya."
"Di samping itu diperlukan berbagai peralatan dan fasilitas penunjang yang memadai dan mutakhir agar kita dapat menangani kasus aneurisma otak dengan tingkat keberhasilan yang cukup baik,” katanya.
Baca juga: Solusi Bagi Penderita Obesitas, Pembedahan Bariatrik dan Metabolik
Penanganan aneurisma dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain operasi bedah mikro (clipping aneurisma) atau dengan teknik minimal invasif endovaskular (coiling aneurisma).
Untuk mengevaluasi secara detail kelainan pembuluh darah otak ini, seringkali kita membutuhkan pemeriksaan DSA (Digital Subtraction Angiography), yang hasilnya dapat membantu menentukan jenis terapi terbaik untuk menangani kasus aneurisma ini.
Dokter Abrar juga memaparkan teknologi minimal invasif (endovaskular) untuk tatalaksana aneurisma ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Salah satu perkembangan terkini yaitu pemasangan Cerebral Flow Diverter untuk pengobatan aneurisma yang angka keberhasilannya sangat tinggi (hingga 95%).
Metode ini sudah mulai diterapkan di rumah sakit PON dalam beberapa tahun ke belakang.
Keunggulan teknologi ini adalah prosedur relatif cepat, pasca-tindakan tidak perlu perawatan ICU, mengurangi lamanya rawat inap, lebih nyaman untuk pasien dan tidak ada luka sayatan.
“Dengan hadirnya Aneurysm Awareness Month ini, saya berharap masyarakat lebih aware akan penyakit ini dan mau melakukan pemeriksaan brain check-up secara rutin, sehingga kasus-kasus aneurisma otak di Indonesia dapat ditangani sebelum pecah dan membantu mencegah kecacatan dan kematian akibat penyakit ini,” katanya.