Kesadaran akan TBC Rendah Padahal Fatal, Ini Upaya STPI untuk Kurangi Risiko TBC di Indonesia
Rendahnya kesadaran masyarakat akan gejala TBC ini dapat meningkatkan risiko pertambahan kasus TBC dan kematian karena TBC.
TRIBUNNEWS.COM - Indonesia berada di peringkat ketiga penyumbang pasien Tuberkulosis (TBC) terbanyak di dunia, dengan jumlah kasus 824 ribu dan kematian 93 ribu per tahun, atau setara dengan 11 kematian per jam, melansir situs Sehat Negeriku dari Kementerian Kesehatan, 22 Maret 2022.
Data ini pun makin diperparah oleh fakta rendahnya tingkat kesadaran masyarakat Indonesia terhadap gejala TBC.
Berdasarkan survei online milik Stop TB Partnership Indonesia (STPI) & StratX kepada 500 responden berusia 18-39 tahun di DKI dan Jawa Barat, hanya 10,1% saja yang menganggap batuk lebih dari 2 minggu adalah gejala TBC.
Sementara, dari survei secara offline kepada 100 orang diketahui bahwa hanya 4% yang menganggap batuk lebih dari 2 minggu adalah gejala TBC.
Melihat hasil survei tersebut, dapat disimpulkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menyadari gejala TBC. Sebagai contoh, batuk yang berlangsung selama 14 hari atau lebih bisa jadi dikarenakan infeksi bakteri TBC.
Pentingnya skrining awal gejala dan pengobatan TBC
Rendahnya kesadaran masyarakat akan gejala TBC ini dapat meningkatkan risiko pertambahan kasus TBC dan kematian karena TBC.
Padahal, skrining awal gejala TBC sangatlah penting untuk dilakukan agar masyarakat bisa mendapatkan penanganan yang tepat hingga tuntas, mengingat TBC merupakan salah satu penyakit menular yang mematikan.
Terlebih, TBC termasuk dalam kategori penyakit yang mudah menular. Penularan bakteri TBC sangat mudah melalui droplet, terutama pada mereka yang memiliki imunitas lemah. Selain itu, TBC juga dapat menyerang siapa saja tanpa pandang kelas sosial.
Maka itu, masyarakat diimbau untuk tidak khawatir untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan saat mengalami gejala TBC, khususnya gejala batuk berdahak sampai 14 hari atau lebih. Pengobatan yang lebih dini tentu akan menyelamatkan lebih banyak nyawa.
Apalagi, TBC merupakan penyakit yang bisa sembuh total ketika sudah melalui penanganan yang tepat dan menyeluruh. Asalkan pasien TBC mau mengikuti anjuran dokter dan disiplin mengonsumsi obat TBC hingga tuntas.
Apa yang jadi tantangan pengobatan TBC?
Selain rendahnya kesadaran masyarakat akan gejala TBC, pengobatan TBC yang tidak tuntas juga menjadi salah satu penyebab angka penularan TBC yang masih mengkhawatirkan.
Mengutip The Conversation, peneliti di Departemen Farmakologi & Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Ivan Surya Pradipta menjelaskan tiga tantangan pasien TBC dalam menuntaskan pengobatannya, seperti aspek sosio-demografi dan ekonomi, pengetahuan dan persepsi, serta efek pengobatan TBC.
Berdasarkan aspek sosio-demografi dan ekonomi, tantangan pengobatan TBC disebabkan berbagai hal, seperti kurangnya dukungan keluarga, suburnyatingginya stigma mengenai pasien TBC, dan kesulitan mengakses fasilitas kesehatan karena keterbatasan biaya, jarak, dan transportasi.
Selanjutnya, kurangnya pengetahuan dan persepsi masyarakat akan penyakit TBC juga masih rendah. Sebagai contoh, banyak pasien putus obat sebelum waktunya karena merasa sudah sehat. Di samping itu, persepsi TBC sebagai penyakit yang tak bisa disembuhkan juga masih langgeng.
Terakhir, efek pengobatan TBC juga dinilai menjadi penghambat tuntasnya pengobatan TBC. Pengobatan TBC memang menghadirkan efek samping. Namun, manfaat pengobatan yang dirasakan akan lebih tinggi dibandingkan efek sampingnya. Selain itu, jika gejala dirasa mengganggu, pasien bisa berkonsultasi ke dokter. Dokter dapat meresepkan suplemen vitamin atau mengganti obat TBC yang paling sesuai dengan kondisi pasien. dengan yang minim efek samping.
Dengan begitu, dukungan dari orang-orang terdekat pasien TBC sangat penting untuk menuntaskan penanganan TBC. Pasien TBC sangat butuh dukungan dalam menyelesaikan sederet pengobatan yang ditempuh agar dapat kembali menjalankan aktivitas seperti sedia kala.
Dari tiga tantangan tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa kesadaran masyarakat mengenai bahaya TBC sekaligus pentingnya pengobatan TBC masih sangat rendah belum optimal.
Di luar ketiga faktor tersebut, pandemi Covid-19 yang masih berlangsung di Indonesia kemungkinan berkontribusi terhadap kian rendahnya kesadaran masyarakat akan bahaya TBC, sebab batuk bisa jadi hanya dipandang sebagai gejala Covid-19 saja.
Nyatanya, gejala batuk tak hanya milik Covid-19. Batuk yang tak kunjung reda 14 hari atau lebih kemungkinan juga mengarah pada TBC.
Maka itu, untuk mendapatkan diagnosis yang akurat, masyarakat Indonesia seharusnya pergi ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan yang tepat.
Kampanye #141CekTBC, ini sederet fitur untuk bantu penanganan TBC
Berangkat dari kegelisahan akan rendahnya kesadaran masyarakat akan TBC, Stop TB Partnership Indonesia membangun komunikasi digital dengan tajuk #141CekTBC – 14 Hari Batuk Tak Reda? 1 Solusi, Cek Dokter Segera!
Kampanye digital ini senada dengan kampanye Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang bertajuk Temukan-Obati-Sampai-Sembuh (TOSS) TBC.
Ini juga merupakan langkah konkret STPI guna membantu mengurangi risiko TBC, sehingga diharapkan masyarakat Indonesia mempunyai taraf kehidupan yang lebih baik dan lebih sehat daripada sebelumnya.
Diharapkan dengan hadirnya komunikasi digital ini, kesadaran dan kepekaan masyarakat Indonesia terhadap gejala-gejala TBC dapat meningkat. Terutama untuk mereka yang batuk terus-menerus selama 14 hari atau lebih agar segera memeriksakan diri ke dokter.
Cara mengakses kampanye #141CekTBC ini juga sangat mudah, cukup kunjungi situs https://141.stoptbindonesia.org. Sementara itu, untuk mengakses info TBC dari Kementerian Kesehatan, kunjungi https://tbindonesia.or.id.
Terdapat beberapa fitur yang memudahkanmu mengakses penanganan tepat mengenai gejala-gejala TBC. Ada fitur Chatbot 141CekTBC yang bisa digunakan masyarakat untuk mendapatkan informasi lengkap soal TBC.
Yang tak kalah penting, fitur Chatbot ini bisa juga menghubungkan masyarakat dengan dokter melalui Halodoc dan komunitas peduli TBC terdekat serta membantu masyarakat menemukan fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan tepat. Selain itu, fitur Chatbot 141CekTBC juga bisa diakses di nomor Whatsapp: (+628119961141).
Selain chatbot, fitur lainnya yang bisa digunakan adalah Fitur Pengingat 141CekTBC yang membantu pasien menandai gejala batuk yang sedang berlangsung. Jika gejala batuk tak kunjung reda dalam 14 hari atau lebih, kamu akan mendapatkan notifikasi untuk cek dokter segera.
14 Hari Batuk Tak Reda? 1 Solusi, Cek Dokter Segera!