Waspada! Bayi Bisa Terpapar BPA dari Air Susu Ibu, Tingkatkan Risiko Autisme
Hartati juga menyebutkan, berbagai penyakit dapat timbul dari terpapar senyawa ini secara berlebihan, mulai dari kanker, cacat fisik, hingga autisme.
Penulis: Nurfina Fitri Melina
Editor: Bardjan
TRIBUNNEWS.COM - Dokter Okupasi Kesehatan sekaligus Wakil Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia, Hartati B. Bangsa, turut ingatkan bahaya kandungan Bisphenol-A atau BPA terhadap bayi.
“BPA berbahaya bagi kesehatan bayi. Ketika senyawa BPA dari botol dan kaleng susu larut dalam asupan bayi, maka dosisnya akan ganda. Hal ini akan berdampak buruk bagi kesehatan bayi,” ujar Hartati saat dialog ilmiah bertema “Anak Indonesia Bebas dari Kemasan BPA” di Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak), Jakarta Timur, Kamis, (21/4/2022).
BPA merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk kemasan plastik polikarbonat. Kemasan yang mengandung BPA masih banyak beredar di pasaran.
Penelitian sudah banyak membuktikan bahaya paparan BPA terhadap kesehatan masyarakat, terutama pada kelompok rentan, terutama bayi dan anak-anak.
"Jadi rentannya bayi kita karena mereka belum punya mekanisme pertahanan untuk mengawal. Karena sistem pertahanan kita dalam tubuh akan berkembang seiring siklus kehidupan berjalan," jelas Hartati.
Senyawa yang berbahaya bagi kesehatan ini banyak dipakai untuk melapisi kemasan makanan dan minuman kaleng. Penggunaan senyawa BPA bertujuan agar kemasan plastik tetap keras dan tidak mudah hancur.
“Banyak sekali beredar produk bayi yang mengandung BPA seperti, botol, peralatan makan, dan lapisan kaleng susu. Jadi saya harap ibu-ibu perlu cermat dalam memilih,” ujarnya lagi.
Sebabkan autisme, BPA bisa “diterima” bayi lewat ASI
Hartati juga menyebutkan, berbagai penyakit dapat timbul dari terpapar senyawa ini secara berlebihan, mulai dari kanker, cacat fisik, hingga autisme.
Sebagai contoh, paparan senyawa kimia tersebut dalam jumlah besar dapat mengganggu tumbuh kembang bayi. Ini karena BPA mempengaruhi senyawa yang diproduksi otak, sehingga memicu kelainan saraf otak, salah satunya autisme
"Pada bayi, konsumsi BPA yang begitu besar, efeknya akan berdampak tidak secara langsung, tapi terakumulasi. Inilah yang bahaya," papar Hartati.
Tak kalah genting, bayi juga bisa terpapar bahaya BPA melalui ASI yang diberikan ibu. Hartati menjelaskan, senyawa kimia BPA mudah larut dan terikat dalam air. Bahkan, celakanya, jika buah hati terpapar BPA terus-menerus, dampaknya terhadap perkembangan otak dapat dilihat dalam kurun waktu dua tahun.
"Pada ibu dengan kondisi menyusui, maka air susunya juga bisa menjadi media pengantar. (BPA) itu akan larut, akan ikut terbawa (ke dalam ASI). Jadi konsumsi ASI kepada anak, maka nanti akan ter-deliver juga ke anak. Dalam kurun waktu 2 tahun misalnya, akan memberikan dampak terhadap perkembangan anak," terangnya.
Untuk itu, ia tak henti mengingatkan agar ibu-ibu lebih selektif memilih kemasan plastik. Jangan sampai mengandung Bisphenol-A (BPA). Ia juga mengingatkan agar ibu-ibu memilih produk peralatan bayi yang bebas BPA.
“Saya berharap ibu-ibu di rumah dapat memilih peralatan bayi yang aman dari BPA. Satu di antaranya dengan mencek label BPA Free atau tidak,” pungkas dokter lulusan Universitas Muhammadiyah Jakarta itu.
Dukung BPOM soal kebijakan pelabelan kemasan BPA
Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina juga turut mendukung upaya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam merampungkan Peraturan Kepala (Perka) No. 31 Tahun 2018 tentang label pangan olahan.
“Saya mendukung langkah BPOM dalam merampungkan Perka No. 31 Tahun 2018 ini. Jadi begitu peraturan tersebut disahkan pemerintah, saya dan Komnas Anak juga bisa sosialisasi kepada ibu-ibu di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Anggota Komisi IX DPR Dapil Jawa Timur I ini menjelaskan, dukungan dari berbagai pihak sangatlah dibutuhkan. Selain pemerintah sebagai regulator, melainkan juga masyarakat.
"Saya berharap semoga peraturan ini segera disahkan, dan kita semua terhindar dari bahaya BPA,” ujarnya lagi.
Terakhir, politisi Partai Kebangkitan Bangsa tersebut berharap pelaku industri plastik dapat memahami bahaya BPA, sehingga ke depan diberi label pada kemasan plastik.
Dialog ilmiah bertajuk “Anak Indonesia Bebas dari Kemasan BPA” tersebut digagas oleh Komnas Anak untuk meningkatkan kewaspadaan para ibu muda agar anak-anak terbebas dari paparan BPA. Dialog ilmiah ini bertepatan dengan perayaan Hari Kartini.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait pun menilai dampak senyawa BPA berpotensi merusak generasi bangsa di masa depan.
"Dalam rangka Hari Kartini, kami ingin mengampanyekan agar ibu-ibu punya pengetahuan akan bahaya BPA. Karena cukup berbahaya. Kami lebih ke bagaimana menyelamatkan anak," pungkasnya.