Di Indonesia, Akurasi Diagnosis Leukemia pada Anak Masih Rendah, Dokter Ungkap Alasannya
Data UKK Hematologi Anak IDAI menunjukkan, kasus leukemia limfoblastik akut (ALL) mencapai 36 persen dari seluruh kasus kanker anak tahun 2022.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Secara global, di tahun 1990-2017 ada kenaikan kasus leukemia limfoblastik akut (Acute Lymphoblastic Leukemia atau ALL) yang drastis, 49-64 kasus per 100.000 penduduk.
Kasus cenderung meningkat di negara menengah. Hal yang sama juga terjadi pada angka kematian.
Pada kasus leukemia terjadi penurunan signifikan di negara maju dan kenaikan di negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah.
Dokter spesialis anak dari RSUP dr. Sardjito Yogyakarta Dr Eddy Supriyadi SpA(K) PhD, mengatakan, Indonesia masuk dalam 30 negara yang kenaikan kasusnya tinggi, yakni meningkat 33 persen dari tahun 1990-2017.
Baca juga: Kenali Gejala Leukemia Pada Anak, Orang Tua Wajib Deteksi Dini
Data UKK Hematologi Anak IDAI menunjukkan, kasus ALL mencapai 36 persen dari seluruh kasus kanker anak tahun 2022.
“Insiden ini menjadi salah satu tolok ukur beban suatu penyakit yang berkaitan dengan pembiayaan yang dikeluarkan rumah sakit maupun negara,” jelas dr.Eddy dalam webinar virtual Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDAI), Sabtu (28/5/2022).
Eddy melanjutkan, data di Litbangkes Kemenkes 2019 menunjukkan prevelensi kanker anak kurang dari 2 persen, ini menjadikan kanker anak belum menjadi prioritas pemerintah dari sisi pengobatan melalui BPJS, khusus leukemia pada anak.
Masalah utamanya adalah angkanya masih dianggap kecil, sehingga belum menjadi prioritas program pemerintah.
Hal ini menyebabkan penyediaan alat diagnostik, ketersediaan obat terbaru, unit kanker anak di rumah sakit, dan terapi suportif masih terbatas.
“Hal ini menjadi salah satu penyebab akurasi diagnosis rendah, bahkan antara jenis leukemia pun sering misdiagnosis, yang ini mencapai hampir 10 persen. Padahal salah diagnosis pun akan berlanjut pada salah pengobatan. Obat yang tersedia pun mayoritas masih memiliki toksisitas tinggi. Ini berkontribusi menambah beban penyakit ALL pada anak,” ungkap dr. Eddy.
Ditambahkan pembicara tamu dari St Jude Children’s Research Hospital, Amerika Serikat Prof. Dr. dr. Hiroto Inaba, PhD, dengan ketepatan diagnosis dan terapi yang tepat, angka kesintasan
ALL pada anak meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir terutama di negara-negara maju.
Misalnya di Vietnam tingkat kesintasan hanya sekitar 47,8 persen sementara di Belgia mencapai 83,8 persen.
"Salah satu penyebabnya, terapi ALL di negara miskin dan berkembang masih mengandalkan rejimen kemoterapi yang toksik dan ini menjadi salah satu faktor penyebab angka kesintasan rendah,” ungkap Prof. Inaba.
Baca juga: Manfaat Semangka yang Mungkin Belum Kamu Ketahui, Hidrasi Tubuh hingga Cegah Kanker
Prof. Inaba melanjutkan, faktor klinis yang menentukan kesintasan pasien ALL anak adalah usia, di mana angka kesintasan pasien ALL usia 1-9 jauh lebih baik dibandingkan pasien anak usia kurang dari 1 dan atau lebih dari 10 tahun.
Terapi dan Pengobatan yang Tepat
Selain usia, faktor lain yang menentukan keberhasilan penanganan ALL adalah faktor genetik yang sangat kompleks dan rejimen pengobatan. Dari penapisan gentika sel-sel kanker, kemudian dikembangkan pengobatan yang lebih tepat sasaran, yaitu terapi target dan imunoterapi.
Di masa depan terapi ini diharapkan bisa mengurangi penggunaan atau dosis terapi kemoterapi konvensional yang toksis dan tidak mudah ditolerir pasien.
“Ada dilema dalam penggunaaan rejimen kemoterapi konvensional, di satu sisi munkin ini menjadi pilihan terai yang terjangkau dan tersedia di beberapa negara, namun sulit diolerir pasien karena efek sampingnya berat,” ujar Prof. Inaba.
Penambahan terapi target dan imunoterapi setelah kemoterapi, dapat menekan efek samping namun angka kesintasan juga meningkat. Menurut Prof. Inaba, imunoterapi menjadi topik hangat saat ini karena obat ini menyasar antibodi yang sangat spesifik yang berperan besar dalam perkembangan sel-sel kanker. Sedangkan terapi target menyasar pada gen tertentu yang bermutasi dan menyebabkan ALL.
Oleh karena itu, sebelum memberikan terapi target, skrining atau penapisan gen penting dilakukan.
Ada tiga kategori pasien ALL berdasarkan profil genetik sel kanker yakni risiko rendah, sedang, dan tinggi. Sekitar 25 persen pasien risiko rendah memiliki angka kesintasan sangat tinggi, lebih dari 97 persen dengan pengobatan target.
Sayangnya obat-obatan ini masih sangat mahal, dan belum bisa djangkau untuk pasien di negara berpenghasilan menengah ke bawah.
Leukemia termasuk Kanker Ganas
Leukemia jenis ALL adalah jenis kanker yang paling sering ditemukan di semua jenis keganasan pada anak, angkanya sekitar 50-70 persen.
ALL atau leukemia ini adalah adalah jenis kanker darah yang menyebabkan kelebihan produksi sel darah putih abnormal yang disebut limfoblas.
Prof Inaba menjelaskan, limfoblas ini beredar dalam aliran darah dan menyusup ke sumsum tulang, kelenjar getah bening, dan organ lain dalam tubuh. Akibatnya, fungsi normal sumsum tulang terpengaruh yang menyebabkan produksi sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit normal yang buruk.