Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Vaksin yang Digunakan dalam Program Bulan Imunisasi Anak Nasional, Begini Kata Kata ITAGI

Untuk mencegah bahaya campak, rubella, difteri, dan polio, Kementerian Kesehatan menggelar Bulan Imunisasi Anak Nasional

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Erik S
zoom-in Vaksin yang Digunakan dalam Program Bulan Imunisasi Anak Nasional, Begini Kata Kata ITAGI
Tribunnews/Jeprima
ilustrasi Untuk mencegah bahaya campak, rubella, difteri, dan polio, Kementerian Kesehatan menggelar Bulan Imunisasi Anak Nasional 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak hanya COVID-19, penyakit menular berbahaya lainnya terus mengancam anak-anak Indonesia.

Penyakit menular seperti campak, rubela, difteri, polio (Lumpuh layuh), pneumonia (radang paru), diare, tetanus bayi, dan lain-lain bisa menimbulkan risiko kecacatan hingga kematian apabila tidak tertangani.

Setiap tahun di Indonesia selalu terjadi kejadian luar biasa (KLB) campak, rubella, dan difteri dengan catatan korban kematian dan kecacatan pada bayi dan balita yang tinggi.

Cakupan imunisasi bagi anak-anak, terutama di masa pandemi COVID-19 sejak 2020 hingga saat ini juga terhitung menurun sehingga perlindungan yang tercipta juga turun di kelompok umur anak-anak.

Padahal, pencegahan terbaik dari tertular dan risiko penyakit menular tersebut adalah melalui cakupan imunisasi yang tinggi.

Baca juga: Epidemiolog Sebut Tidak Tahu Berapa Lama Virus Monkeypox Telah Menyebar

Prof Dr dr Soedjatmiko, SpA (K) MSi, anggota Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) sekaligus Satgas Imunisasi IDAI, mengutip data dari Kemenkes terkait peningkatan kasus penyakit menular di 2021 lalu antara lain, kasus campak meningkat di 71 Kab/Kota di 25 provinsi.

Kasus rubela di tahun yang sama meningkat 84 Kab/Kota di 25 provinsi. Kasus difteri meningkat di 96 Kab/Kota di 23 provinsi.

Berita Rekomendasi

Ini karena cakupan imunisasi campak rubella di 2020-2021 menurun sekitar 81-86 % pada bayi, lalu anak usia kurang dari 2 tahun cakupan imunisasinya turun sekitar 65-67 % , dan murid SD kelas 1 di hampir semua provinsi berada di bawah target perlindungan cakupan imunisasi.

“Kasus positif campak anak umur 0 – 15 tahun di Indonesia pada 2020 sebanyak 80 % , dan 2021 sebanyak 74 % . Sementara itu kasus positif rubela di Indonesia untuk anak usia 0-15 tahun di 2020 sebanyak 80 % , sedangkan di 2021 sebanyak 84 % ,” ujar Prof Soedjatmiko secara tertulis, Minggu (5/6/2022).

Hal tersebut menjadi dasar pertimbangan Kemenkes memberikan tambahan imunisasi campak rubela mulai umur 9 bulan sampai 15 tahun, tergantung cakupan imunisasi campak rubella di setiap provinsi.

Baca juga: Epidemiolog Jelaskan Alasan Virus Hendra Lebih Berbahaya daripada Covid-19

Lebih lanjut lagi, data yang disampaikan Prof Miko untuk cakupan imunisasi difteri di 2020-2021
juga turut menurun.

Imunisasi DPT4 pada bayi hanya memiliki cakupan sekitar 68-51 % , imunisasi Difteri Tetanus (DT) untuk kelas 1 SD, Tetanus Diphteria (Td) untuk kelas 2 SD dan kelas 5 SD di hampir semua provinsi di Indonesia di bawah target cakupan perlindungan yang ditetapkan WHO.

Cakupan vaksinasi polio oral untuk mencegah polio serotipe 1 dan 3 menurun pada periode 2020-2021 dengan cakupan sekitar 86-70 % .

Begitu juga dengan vaksin polio suntik untuk mencegah polio serotipe 1, 2, 3 menurun drastis 37-58 % , sehingga perlindungan terhadap polio serotipe 2 sangat rendah di Indonesia.

Untuk mencegah bahaya campak, rubella, difteri, dan polio inilah pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan menggelar Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN).

Tujuannya memberikan imunisasi tambahan campak rubela sebanyak satu dosis tanpa memandang status imunisasi campak rubela sebelumnya.

Lalu pada program BIAN juga digelar imunisasi kejar untuk melengkapi status imunisasi polio tetes, polio suntik, dan difteri balita selain campak rubela di seluruh provinsi.

“Vaksin yang digunakan dalam program BIAN adalah vaksin yang sudah lama digunakan dalam
program imunisasi di Indonesia dan beberapa negara lain sejak lama, dan terbukti aman serta
bermanfaat mencegah sakit berat, cacat dan kematian akibat penyakit menular. Maka supaya
kadar antibodi tetap tinggi, bertahan lama, dan tidak cepat habis, beberapa imunisasi harus
diulang beberapa kali,” ujar Prof Soedjatmiko.

Baca juga: Cegah KLB Campak hingga Diare, Kemenkes Ingatkan Pemda Kejar Target Imunisasi Dasar pada Anak-anak

Prof Soedjatmiko menyarankan bahwa orang tua sebaiknya mengingat dan menyimpan kartu
catatan imunisasi rutin anak-anak mereka agar perlindungan yang diberikan melalui imunisasi
lengkap.

Namun apabila keluarga ragu, dianggap imunisasi belum lengkap, dan bisa segera melengkapi imunisasi anak-anak mereka.

Pengulangan maupun penambahan dosis imunisasi anak-anak tidak berbahaya, justru antibodi yang dihasilkan akan menjadi lebih tinggi dan lebih lama.

“Apabila kita menyebarkan informasi yang benar terkait besarnya risiko akibat penyakit-penyakit
tersebut, dan manfaat imunisasi untuk mencegahnya, maka kita berharap semua orangtua
melengkapi imunisasi balitanya. Apabila imuniasi kurang lengkap, maka KLB penyakit menular
akan terus terjadi di Indonesia. Hal yang perlu dilakukan saat ini adalah dengan menyentuh hati
nurani orangtua. Orangtua yang benar-benar sayang anak, tentu akan berusaha melindungi
anaknya dari penyakit menular dengan melengkapi imunisasinya,” kata Prof Soedjatmiko.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas