Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

10 Saran Ahli untuk Para Pemimpin Dunia dalam Implementasikan Program One Health

Agar One Health ini tidak sekedar menjadi konsep, maka perlu kesepakatan kebijakan di tingkat nasional hingga ke kabupaten kota

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in 10 Saran Ahli untuk Para Pemimpin Dunia dalam Implementasikan Program One Health
dok. pribadi
Prof Tjandra Yoga Aditama, mantan direktur WHO Asia Tenggara. 

“Ini sebenarnya bukan hal yang baru, karena program antimicrobial resistance (AMR) dulu sudah diinisiasi dalam global action plan (GAP). Saya berharap join plan of action sudah disetujui ditingkat global maka ada national action plan bahkan sub national action plan kedepannya,” kata Prof. Tjandra.

Ketiga, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, perlu dilakukan peningkatan kesadaran secara terus menerus, agar masyarakat umum terutama tokoh-tokoh publik, mengetahui betapa pentingnya One Health ini bagi masyarakat. Pasalnya, tidak mungkin program ini bisa berjalan
sendiri tanpa keterlebitan seluruh pihak, terutama pada aspek kesehatan hewan dan juga lingkungan.

“Keempat, Selain edukasi ke masyarakat luas, harus ada advokasi khusus kepada penentu kebijakan publik seperti kepala daerah, anggota DPR, atau politisi, untuk lebih memperkenalkan One Health agar tercipta dukungan politis dari kalangan penentu kebijakan publik,” tegas Prof Tjandra.

Baca juga: Ketua Satgas IDI Tegaskan Jika Pandemi Telah Berubah Endemi, Covid-19 Tak Hilang Sepenuhnya

Kelima, harapan lainnya yang disampaikan Prof. Tjandra adalah, One Health nantinya ini bisa disusun ke dalam sebuah regulasi sehingga ada aspek legalnya, bukan sekedar program kerja biasa. Legislasi memang sangat diperlukan karena sifat pendekatan One Health yang multi sektoral, ada aspek kesehatan manusia, pertanian, hewan, dan juga lingkungan di dalamnya.

“Keenam, kita juga harus melibatkan masyarakat, asosiasi profesi, akademisi. Supaya multi sektor ini berjalan, maka harus ada leadership dari pemerintah pusat, Gubernur, Bupati, atau Walikota, agar rodanya benar-benar berjalan dan memiliki sistem kerja. Bentuk sistem kerjanya bisa seperti Satuan Gugus Tugas ataupun Komite Nasional, sehingga keempat komponen One Jealth ini bisa berjalan bersama-sama,” kata Prof. Tjandra.

Menurutnya pendekatan One Health harus memiliki aksi yang nyata, sehingga Satgas atau Komite Nasional yang nantinya dibentuk harus mampu memetakan situasi dan membuat target dalam satu dua tahun kedepan.

Poin ketujuh yang disampaikan Prof. Tjandra, untuk bisa memasyaratkan One Health ini juga sangat baik apabila dihubungkan dengan program-program lain yang lebih dahulu dikenali masyarakat, seperti pandemi dan global health security.

Berita Rekomendasi

Pada poin ke delapan, Prof. Tjandra juga menyampaikan akan perlunya kegiatan nyata di lapangan.

“Seperti yang sudah saya sampaikan, apabila ada kejadian luar biasa, maka implementasi One Health ini adalah satgas yang turun bersama-sama. Misalnya ada dugaan wabah penyakit yang mungkin tertular dari hewan maka di sini tidak bisa hanya tim kesehatan masyarakat saja yang turun sendiri, sudah harus satu tim dengan kesehatan hewan dan lingkungan juga. Ini untuk melihat interaksi antar aspek manusia, hewan, keamanan pangan, dan lingkungan pada kejadian tersebut. Dari kondisi ini bisa kita bagikan success story untuk jadi lesson learned ke daerah lain.”

Usulan Prof. Tjandra pada poin kesembilan adalah monitoring dan evaluasi yang harus dilakukan setelah implementasi di lapangan berjalan.

Alat ukur untuk memonitor dan mengevaluasi pendekatan One Health dibahas dalam agenda presidensi G20, karena Indonesia menawarkan pembuatan semacam self assessment questionair untuk memonitor situasi.

Alat ukur ini sudah diuji coba di beberapa negara, dan hasilnya nanti akan diberikan ke Quadripartite.

Kesepuluh, Prof. Tjandra mengusulkan perlunya penelitian dan pengembangan (research and development/R&D) dalam pendekatan One Health.

Menurutnya, penanggulangan masalah kesehatan seperti pandemi, tidak akan berjalan tanpa riset dan pengembangan solusi ataupun
program.

“Sepuluh hal inilah yang harus berjalan baik di negara anggota G20, termasuk di Indonesia, agar arsitektur kesehatan kita menjadi lebih punya daya tahan (resilience),” tutup Prof Tjandra. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas