Fakta Terbaru Tentang Monkeypox dari Sisi Epidemiologi
Lebih dari 14 ribu kasus terdeteksi di 70 negara. Tujuh negara di Afrika sudah melaporkan sebanyak 1.400 kasus untuk tahun ini.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman sampaikan fakta mengenai monkeypox atau cacar monyet dari sisi epidemiologi.
Saat ini, secara keseluruhan lebih dari 14 ribu kasus terdeteksi di 70 negara. Tujuh negara di Afrika saja sudah melaporkan sebanyak 1.400 kasus untuk tahun ini.
Afrika memang negara endemi dari Monkeypox.
Menurut Dicky, pesan penting yang bisa diambil adalah status endemi tidak bagus dan bersifat berbahaya.
"Itu sebabnya endemi tidak boleh jadi tujuan dari satu manajemen penyakit menular," tegas Dicky.
Di sisi lain, Dicky mengimbau untuk meningkatkan kewaspadaan.
Baca juga: Pakar Epidemiologi Ingatkan Indonesia untuk Waspada dan Tingkatkan Deteksi Dini Pada Monkeypox
Data lain secara epidemiologi mengungkapkan jika sebanyak 99,5 persen dari kasus infeksi Monkeypox adalah terjadi pada laki-laki. Umumnya termasuk kategori gay atau hubungan sejenis.
Tapi sekali lagi harus dimaknai bukan berarti Monkeypox merupakan penyakit yang rentan diidap kelompok gay, karena bisa menimpa semua kelompok masyarakat.
"Selain itu usia rata-rata dari kasus infeksi yang terjadi di dunia adalah usia 37 tahun. Ini berarti menginfeksi orang yang aktif dan berinteraksi tinggi," kata Dicky lagi.
Selain itu, kata Dicky, sejauh ini data menunjukkan bahwa koneksi, kelompok rawan ditunjang dengan mobilitas tinggi.
Faktor ini membuat Monkeypox bisa cepat menyabar. Diperkuat dengan masa inkubasi tiga minggu.
"Terhitung lama hingga munculnya gejala. Dan ketika masuk di bandara, tidak kelihatan. Kecuali sudah ada lesi itu baru kelihatan, itu biasanya tiga minggu," papar Dicky lagi.
Kemudian satu hal terakhir yang bisa sampaikan sebagai update, bahwa meski data menunjukkan kasus infeksi di luar kelompok guy, tidak terlalu parah, namun potensi adanya kematian tetap ada.
"Walau secara angka jauh lebih kecil dari Covid-19. Namun sekali lagi respon cepat penting supaya tidak menyebar. Meski disinyalir mutasi tidak secepat Covid-19," pungkasnya.