Penyakit Cacar Monyet Merajalela, Kemenkes Pantau Ketat Komunitas Kaum Gay
Kemenkes memperkuat pengawasan kelompok gay atau homo seksual di Indonesia demi mencegah menyebarnya penyakit cacar monyet di Indonesia.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) akan memperkuat pengawasan dan pemantauan aktivitas kelompok gay atau homo seksual di Indonesia demi mencegah menyebarnya penyakit cacar monyet yang kini menghantui banyak negara.
Kegiatan surveilans akan melibatkan beberapa organisasi maupun LSM.
"Juga pada komunitas saat ini sesuai data kasus yang paling banyak didunia pada kelompok gay maka kami akan melakukan surveilens ketat pada kelompok ini bekerjasama dengan beberapa organisasi juga LSM," ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu saat dikonfirmasi Tribunnews, Senin, 25 Juli 2022.
Dokter Maxi mengatakan pihaknya sejak muncul monkeypox di sejumlah negara, pemerintah telah melakukan surveilans aktif di semua pintu masuk negara terutama di bandara dan pelabuhan laut.
"Deteksi dini di airport dilakukan oleh KKP (kantor kesehatan pelabuhan) terutama Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) dari negara yang sudah ada kasusnya.
Ia mengatakan, saat PPLN datang ke Indonesia petugas di pelabuhan dan bandara akan melakukan pemeriksaan suhu, memerika gejala-gejala monkeypox terutama pada kulit kemerahan/ ruam , bintik-bintik merah , vesikel/ pustula yang ada di bagian muka, serta di telapak tangan.
Sampai saat ini, ia menegaskan, belum ada kasus monkey pox yang terdeteksi di Indonesia."Belum ada kasus baik konfirmasi, probable dan suspect," imbuhnya.
Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat untuk tetap menjalankan protokol kesehatan terutama cuci tangan, menghindari kontak dengan orang yang memiliki gejala-gejala monkeypox.
Baca juga: WHO: Penyakit Cacar Monyet Terkonsentrasi ke Kelompok Gay dan Homoseks
Segera melapor kepetugas kesehatan apabila memiliki gejala-gejala awal Monkey pox terutama panas, kelainan pada kulit, bintik-bintimmerah , vesikel berisi cairan atau nanah dan yang paling khas kalau ada pembengkakan kelenjar getah bening pada leher dan selangkangan.
"Kami juga sudah menyiapkan laboratorium pemeriksa di semua propinsi," tutur dokter Maxi.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Mohammad Syahril menyebut vaksinasi cacar air masih efektif mencegah monkeypox.
Baca juga: Inilah Peta Persebaran Kasus Cacar Monyet di 74 Negara, Apakah Indonesia Termasuk?
"Vaksin cacar yang dulu dipakai itu 85 persen efektif mencegah cacar monyet. Artinya, mereka yang sudah menerima vaksin cacar cukup kuat melawan infeksi cacar monyet," kata Syahril.
Bagaimana cara mendapatkannya?
Vaksin varisela saat ini belum masuk kategori imunisasi nasional alias berbayar, berdasarkan individu yang ingin mendapatkannya.
Dirangkum dari berbagai sumber, harga satu dosis vaksin varisela mulai dari 400 ribu hingga 630ribu.
Berdasarkan panduan IDAI jadwal vaksinasi varisela mulai anak umur 12-18 bulan.
Selanjutnya pada usia 1-12 tahun, vaksin varisela kembali diberikan dua dosis dengan interval 6 minggu sampai 3 bulan.
Jika anak sudah berusia lebih dari 13 tahun, maka diberikan dua dosis dengan interval empat sampai enam minggu.
Baca juga: Ahli Khawatir Cacar Monyet Bisa Jadi Penyakit Menular Seksual Baru di Amerika Serikat
Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman menyebutkan jika Monkeypox jdu endemi di Afrika, semua kalangan yang memiliki kasus kontak erat dapat terinfeksi.
Lalu, ketika darurat kesehatan atau Public Health Emergency International Concern pada 70 negara, mayoritas memang terjangkit pada kelompok laki-laki penyuka sesama.
"Tentu harus dipahami bukan karena penyakit di kalangan guys. Tapi klusternya ada di situ. Itu terjadi karena kasus kontak, perilaku hubungan seksual tidak sehat, berganti pasangan ini yang dominan terjadi," ungkap Dicky.
Walaupun beberapa kasus memang sedikit terjadi pada perempuan dan anak. Saat ini yang cukup berisiko memang pada kelompok laki-laki penyuka sesama jenis dan memiliki pasangan berganti-ganti.
Kemudian juga termasuk para pengguna maupun pekerja seks komersial. Keduanya juga berisiko mengalami cacar monyet ini.
"Pasangan atau anggota keluarga yang memiliki perilaku seperti itu akan berisiko. Nah ini yang harus diwaspadai dengan cara membangun komunikasi risiko. Pada kelompok berisiko harus segera diberikan literasi dab divaksinasi untuk Monkeypox," kata Dicky lagi.
Sedangkan menurut Dicky, pada populasi umum sangat kecil kemungkinan terinfeksi.
Apalagi tidak ada kasus kontak. Hal ini menunjukkan potensi penularan bisa dicegah dengan hidup bersih dan aktivitas seksual yang sehat.
Selain itu, dari pemerintah perlu mengupayakan melakukan deteksi dini pada kelompok berisiko.
Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, menanggapi soal wabah cacar monyet atau Monkeypox yang telah ditetapkan sebagai darurat global oleh WHO.Menurutnya, pemerintah harus cepat merespons soal apa yang ditetapkan WHO tersebut.
"Karena kan dari beberapa kali ditemukannya di luar endemik Afrika ya, kemudian menyebar ke Eropa dan Amerika. Ini menunjukkan memang sebagai sebuah alarm untuk seluruh dunia termasuk Indonesia karena begitu cepat penularannya," kata Rahmad.
Meskipun wabah ini belum menjadi pandemi, Rahmad menyarankan masyarakat dan pemerintah mengantispasi hal ini.
"Pertama, senantiasa pemerintah melakukan koordinasi dengan WHO, bagaimana langkah-langkahnya, proses penyebarannya, antisipasinya, itu tentu bisa koordinasi dengan WHO agar tidak masuk ke Indonesia," ujarnya.
Dia mengatakan harus diakui potensi wabah cacar monyet masuk ke Indonesia pasti ada, mengingat sudah menyebar ke berbagai negara.
"Bagi pemerintah indonesia meskipun ini penyakit lama dan sudah ada vaksinnya, kita tidak boleh kecolongan, tidak boleh teledor apalagi menganggap hal ini sebagai sebuah kejadian yang biasa," kata dia
Sebab, Rahmad menyebut meski sudah ada vaksinnya, harus ada strategi soal darurat kesehatan yang bisa melanda indonesia dengan langkah menyiapkan vaksin.
"Kerja sama vaksin, pembelian vaksin apabila ditemukan yang pertama kasus itu, segeralah negara sudah mempersiapkan proses pembelian vaksin, sehingga kita tidak terlalu gugup dan gelagapan ketika nanti ada potensi muncul kasus pertama."
"Kenapa saya harus sampaikan berpotensi adanya kasus pertama? kita harus berpikir kan sudah ada 74 negara, begitu banyak dan cepat penyebarannya,sehingga kita harus berpikir potensi masuk ke Indonesia ada dan bagaimana langkah ketika pertama kali ditemukannya," pungkasnya. (Tribun Network/ais/den/rin/wly)