Mengenal Osteosarkoma: Kanker Tulang yang Sering Terjadi pada Anak Usia 13-15 Tahun
Kasus osteosrakoma tidak banyak, hanya ada sekitar kurang 1 persen dari seluruh kasus kanker anak.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Dokter spesilalis bedah tulang dari FKUI/RSCM Prof DR dr Achmad Fauzi Kamal mengatakan, osteosarkoma merupakan kanker tulang paling sering ditemui, terutama pada anak dan remaja.
Kasus osteosrakoma tidak banyak, hanya ada sekitar kurang 1 persen dari seluruh kasus kanker anak.
Baca juga: Kanker Tulang: Gejala, Penyebab, Jenis, hingga Faktor Risikonya
Meskipun begitu, mendiagnosis kasusnya tidak mudah. Hampir semua kasus datang ke rumah sakit dengan kondisi kanker sudah membesar.
Data di RSCM, 1995-2017 kasus osteosrakoma mulai menunjukan peningkatan jumlah kasus yang datang ke rumah sakit yakni sekitar 19 kasus.
Kasusnya banyak terjadi pada anak laki-laki lebih sering dibandingkan perempuan.
Kanker tulang ini sangat mengancam kehidupan. Awalnya kanker tumbuh di sekitar lutut pada bagian ujung tulang paha. Timbul rasa nyeri dan lama-lama membengkak.
Ciri-ciri umum adalah pertama berkaitan dengan umur. Kasus terbanyak di usia 13-15 tahun.
"Ketika seorang remaja umur 18 tahun ke bawah mengelami nyeri progresid di kaki disertai bengkak, bias dipastikan ini adalah gejala ostesarkoma,” jelas dr. Achmad Fauzi dalam webinar Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI), Sabtu (8/10/2022).
Baca juga: Jika Alami Anemia Serta Penurunan Berat Badan, Segera Periksakan! Bisa Jadi Itu Gejala Kanker Tulang
Peningkatan skala nyeri osteosarkoma terjadi dalam hitungan minggu hingga 3 bulan.
"Jadi sangat cepat. Jangan pernah memijat atau urut bengkak di persendian yang diduga kanker osteosarkoma," terang dokter di RSCM, Jakarta ini.
Pengobatan
Terapi utama osteosarkoma adalah bedah dan kemoterapi, dan bisa ditambah radioterapi.
Saat ini tren pengobatan adalah menyelamatkan tungkai atau tidak sampai amputasi. Syaratnya datang di tahap awal sehingga pengobatan bisa dimaksimlakan.
Baca juga: Begini Kisah Aji Penderita Kanker Tulang Osteosarcoma Stadium Lanjut, Awalnya Jatuh saat Main Bola
Teknologi terbaru kini bisa mengganti jaringan tulang yang rusak tanpa amputasi dengan menggunakan prostetis tulang dari metal, dikenal dengan mega prostetis.
"Harganya memang sangat mahal namun sudah ditanggung BPJS," imbuh dokter Fauzi.
Sementara itu dari aspek spikososial anak dengan kanker dokter spesialis kedokteran jiwa dari RSCM, Dr. Fransisca M. Kaligis, SpKJ (K), menambahkan, biasanya berdampak pada emosi dan perilakunya.
Ketika seorang anak terdiagnosis, pasti ada dampak psikologis, berupa timbul rasa kaget, syok, menyangkal, dan kemudian marah.
“Stres saat didiagnosis kanker wajar, namun jika stres terus menerus justru akan mengganggu sistem di tubuh, mulai imunitas dan metabolik dan menimbulkan penyakit lain,” jelas dr Fransisca.
Baca juga: Kanker Payudara Harus Ditangani dengan Pengobatan Medis Bukan Herbal
Masalah psikologis yang dialami pasien kanker tergantung dari usia dan keparahan penyakit.
Semakin berat kondisinya, masalah psikologinya pun biasanya lebih besar. Masalah yang dialami pasien kanker anak yang berusia muda juga berbeda dengan pasien remaja.
Selain itu, saat seorang anak terdiagnosis kanker, umumnya akan segera menjadi penyakit keluarga karena semua anggota keluarga akan terdampak secara psikologis.
Oleh karena itu dukungan perlu diberikan tidak hanya pada pasien namun juga keluarga pasien.
"Mengikuti komunitas sesama penderita kanker bisa menjadi dorongan semangat tersendiri bagi pasien maupun keluarganya," terang dia.
Seorang penyintas kanker tulang Faris Fadhli (29) menceritakan, tahun 2010 saat usia 17 tahun, dirinya didiagnosis kanker tulang.
Gejalanya bengkak di lutut kanan, awalnya benturan karena bermain futsal. Lama-lama membengkak dan semain besar. Setelah cek ke dokter dinyatakan kanker tulang.
Baca juga: Perjuangan 5 Tahun Melawan Kanker Payudara, Efek Kemoterapi Mengubah Hidup Dana Iswara
Ia harus menjalani radiasi, namun sayangnya sempat tertunda karena kondisi drop. Akibatnya kondisi kanker semakin memburuk dan dokter terpaksa melakukan amputasi.
Setelah diamputasi kondisinya membaik. Faris melanjutkan pengobatan kemoterapi dan radioterapi. Sambil menjalani pemulihan, ia melanjutkan kuliah.
Faris masuk ke komunitas Cancer Buster Community (CBC) dari YOAI memberikan motivasi kepada anak-anak penyandang kanker.
Faris bahkan bisa memilih karier sebagai atlet angkat berat. Faris beberapa kali meraih medali angkat berat penyandang disablitas. Menurut Faris, ia bisa melalui masa berat saat menderita kanker tulang hingga bisa bangkit karena support system, terutama dukungan dari keluarga.