Kemenkes: Masyarakat masih Minim Literasi Soal Gangguan Kesehatan Mental
Para penderita gangguan kesehatan mental kerap mengalami diskriminasi dari masyarakat luas.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Madya Epidemiologi Kesehatan, Direktorat Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan dr. Edduwar Idul Riyadi, Sp. KJ., mengatakan bahwa saat ini masyarakat masih minim literasi terkait apa itu kesehatan mental.
Oleh karenanya para penderita gangguan kesehatan mental kerap mengalami diskriminasi dari masyarakat luas.
Rendahnya literasi inilah yang menjadi tantangan bagi pemerintah demi meluruskan pandangan yang keliru terhadap para penderita gangguan kesehatan mental.
"Menjadi persoalan kami juga di pemerintah, Kementerian Kesehatan, karena sebenarnya literasi tentang kesehatan jiwa itu yang masih kurang di masyarakat," kata dr. Edduwar, dalam virtual press conference Peluncuran 'Kampanye #SeeingTheUnseen', Rabu (12/10/2022).
Ia menjelaskan bahwa hingga saat ini, pemahaman mengenai kesehatan mental yang berkembang di kalangan masyarakat hanya yang buruk saja.
Di Indonesia, pola pikir mayoritas masyarakatnya cenderung mengaitkan gangguan kesehatan mental dengan hal-hal yang tidak logis.
Padahal gangguan kesehatan mental merupakan salah satu penyakit yang seharusnya 'dipercayakan' kepada tenaga medis.
"Jadi masyarakat tahu tentang kesehatan jiwa itu tahu dari sisi yang kurang bagusnya. Sehingga mereka agak merasa reject, atau bahkan menghindari fasilitas kesehatan karena menganggap itu bukan urusan kesehatan, nah larilah ke orang pintar," jelas dr. Edduwar.
Keputusan masyarakat yang lebih memilih membawa anggota keluarganya yang mengalami gangguan kesehatan mental ke 'orang pintar' dibandingkan tenaga kesehatan tentunya akan memperburuk kondisi penderita.
"Ini sebenarnya memperparah gangguan yang dialami oleh anggota keluarganya," papar dr. Edduwar.
dr. Edduwar pun mengapresiasi langkah platform video TikTok yang memutuskan untuk menghadirkan 'Pusat Kesehatan Digital' dalam kampanye yang berfokus pada kesehatan dan kesejahteraan mental bertajuk #SeeingTheUnseen.
"Nah literasi inilah yang penting, Tiktok ini sudah sangat mendukung membuat literasi tentang bagaimana masalah kesehatan jiwa itu. Bahwa kesehatan jiwa ini bukan sesuatu yang memalukan, bukan suatu hal yang tidak jelas ataupun hal-hal yang mistik, tapi ini adalah suatu gangguan penyakit yang berada sentralnya di otak," papar dr. Edduwar.
Gangguan kesehatan mental, kata dia, bukanlah suatu penyakit yang sulit diobati atau 'kutukan'.
"Ini sama seperti penyakit lainnya yang jika diobati akan mengalami perbaikan, pemulihan bahkan kesembuhan," tegas dr. Edduwar.
Oleh karena itu, ia menekankan bahwa pemerintah akan mendorong peningkatan literasi mengenai kesehatan mental ini hingga ke masyarakat ekonomi rendah.
Hal itu agar pemahaman ini dapat merata hingga ke seluruh lapisan masyarakat.
Sehingga penderita gangguan kesehatan mental dapat memperoleh penanganan yang efektif dari pihak yang tepat.
"Nah literasi literasi itu akan terus kita kembangkan sampai ke masyarakat paling bawah, ekonomi paling bawah. Dan mereka bisa memahami seperti itu dari perkotaan sampai pedesaan, tentunya ini akan meningkatkan akses layanan kesehatan orang-orang dengan masalah ataupun gangguan jiwa," pungkas dr. Edduwar.