Cegah Gangguan Ginjal Akut pada Anak, Warga Disarankan Hindari Konsumsi Parasetamol Sirup
Imbauan menghindari terlebih dahulu obat parasetamol sirup khususnya untuk diberikan ke anak
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Meski belum menemukan penyebab tunggal terjadinya gangguan ginjal akut misterius yang terjadi di Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengimbau warga menghindari dulu penggunaan obat sirup parasetamol.
“IDAI merekomendasikan untuk sementara ini kita belum jelas buktinya, untuk menghindarkan konsumsi obat-obat seperti ini,”ujar Ketua Pengurus Pusat IDAI Piprim Basarah Yanuarso saat konferensi pers virtual, Selasa (18/10/2022).
Baca juga: Parasetamol Diduga Picu Gangguan Ginjal Akut, Jangan Langsung Beri Obat, Lakukan Ini Saat Anak Demam
Piprim menjelaskan imbauan menghindari terlebih dahulu obat parasetamol sirup khususnya untuk diberikan ke anak. Hal itu dilakukan sampai berhasil mengidentifikasi penyebab dari gangguan ginjal akut progresif atipikal.
Diketahui sebelumnya, sebelum muncul ratusan kasus gangguan ginjal akut misterius di Indonesia, Gambia mencatat puluhan kasus kematian anak dengan kondisi cedera ginjal diduga akibat konsumsi sirup obat batuk.
Mereka diduga meninggal usai mengkonsumsi parasetamol sirup yang terkontaminasi dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG).
“Ada kecurigaan tentang obat-obatan mengandung dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG). Tapi sampai sekarang belum konklusif atau (diketahui) sebab tunggal," kata Piprim.
IDAI pun menegaskan rekomendasi ini bukan berarti parasetamol sudah dipastikan sebagai penyebab tunggal. Namun sebagai bentuk kewaspadaan dini.
Lalu sebagai pengganti parasetamol sirup lanjut Piprim pihaknya menyarankan meredakan panas atau demam pada anak menggunakan kompres air hangat. Jika diperlukan kata dia gunakan paracetamol yang dimasukkan ke anus.
“Bisa kompres hangat. Kalau perlu (penggunaan parasetamol) dari anus. Kompres hangat dululah lebih (aman),” ujar Dr Piprim.
Baca juga: Tanda-tanda Orang tua Harus Waspada Jika Anak Terserang Gangguan Ginjal Akut Misterius
Sementara itu Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Eka Laksmi Hidayati SpA(K) menganjurkan bisa melakukan pemeriksaan pada pasien gangguan ginjal akut sedini mungkin di rumah sakit.
Terutama jika terjadi penurunan produksi atau tidak ada urine selama 6 jam. Kalau ditemukan indikasi ini, segera bawa ke rumah sakit. Setelahnya akan dilakukan pemeriksaan ginjal.
Selain sebagai penyaring sampah metabolisme tubuh, ginjal memiliki fungsi lain. Seperti menjaga keseimbangan kadar air dan elektrolit, mengatur produksi sel darah merah, menjaga tekanan darah. Serta mengatur keseimbangan asam basa atau pH dalam tubuh.
Kalau ginjal mengalami gangguan, akan terjadi penumpukan cairan, limbah, dan racun di dalam tubuh yang bisa meningkatkan risiko terjadinya gangguan pada ginjal.
Baca juga: IDAI Tekankan Pemeriksaan Dini untuk Antisipasi Gangguan Ginjal Akut pada Anak
“Kalau ginjal memang terganggu hingga stadium 3, artinya sampah tidak bisa dibuang karena ginjal berhenti berfungsi. Salah satu cara penanganan adalah melakukan cuci darah,” ujarnya.
Ada kesulitan tersendiri jika melakukan cuci darah pada pasien yang masih anak-anak. Meski mesin banyak tersedia di Indonesia, namun umumnya gangguan ginjal biasanya terjadi pada orang tua.
Karena terjadi penurunan fungsi ginjal seiring bertambahnya usia. Selain itu juga disebabkan oleh penyakit lain seperti hipertensi dan diabetes. Sedangkan untuk anak- anak, secara epidemiologi, kondisi anak memerlukan cuci darah jauh sedikit.
“Sehingga memang tidak praktis, efesien menyediakan di banyak tempat. Ketika terjadi lonjakan, kami menentukan center yang bisa mengerjakan pada anak. Di Jakarta ada RSCM dan RS Harapan Kita,” ujar Dr Eka.
Baca juga: Ada Ratusan Anak Kena Gangguan Ginjal Akut, IDAI: Hati-hati Beri Anak Obat dan Antibiotik
Dr Eka pun menganjurkan untuk datang langsung kalau jika ditemukan ada gangguan yang mengarah pada gangguan ginjal akut. Diharapkan dapat segera mendapatkan respon pengobatan lebih baik.
Lalu apakah penderita penyakit ginjal akut misterius tersebut bisa sembuh? Dr Eka menjelaskan secara umum gangguan ginjal akut meski pun sampai terjadi pada tahap stadium tiga masih bisa sembuh dan pulih total.
“Artinya yang pulih total itu, yang tadinya stadium tiga membutuhkan cuci darah, maka bisa betul-betul lepas. Fungsi ginjal kembali normal," ungkapnya.
Pasien bisa memproduksi urine lagi dengan normal. Kemudian mengeluarkan sisa-sisa sampah metabolisme dengan normal. Namun memang berisiko, ketika terkena infeksi yang berat atau dehidrasi secara teoritis terjadi lagi gangguan fungsi ginjal.
Tapi belum tentu langsung stadium tiga. Situasi ini harus terus dilakukan pemantauan. Lalu lanjut Dr Eka menurut kepustakaan menyebutkan mungkin sekitar 30 persen, pasien tersebut bisa mengalami gangguan ginjal kronik ketika di usia dewasa muda.
“Penyakit ginjal kronik tidak otomatis harus cuci darah karena spektrum luas. Jadi ada stadium 1-4. Nah, stadium 5 yang harus cuci darah.” paparnya lagi.
Baca juga: Bisakah Gangguan Ginjal Akut Misterius Sembuh Total? Begini Kata IDAI
Sehingga, ada yang sembuh dan tidak memerlukan cuci darah lagi. Memang berbeda dengan orang-orang cuci darah karena usia yang disebut gangguan ginjal kronik stadium lima. Di mana membutuhkan cuci darah seumur hidup.
“Memang ada juga anak-anak dengan kondisi seperti itu. Tapi Ini berbeda karena ini akut. Artinya terjadinya mendadak dan umumnya pendek. Jadi harapan kesembuhan sangat tinggi dibandingkan yang umum,”; pungkasnya.
Perkembangan Kasus
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga mengumumkan informasi terbaru jumlah kasus gangguan ginjal akut misterius di Indonesia pada anak. Data yang terkumpul hingga kemarin ada 192 kasus dari 20 provinsi.
Untuk pasien sebagian besar balita usia 1-5 tahun. Kemudian juga untuk gejala klinis sama. Untuk kriteria gangguan ginjal akut ini berlaku progresif cepat.
Sedangkan untuk kasus terbanyak berada di DKI Jakarta yaitu 50 kasus. Kemudian diikuti oleh Jawa Barat sebanyak 24 kasus. Serta Jawa Timur 24 kasus. Kemudian di Sumatera Barat 21 kasus. Ada Aceh 18 kasus, dan Bali 17 kasus. (TribunNetwork/ais/rin/wly)