Kenali PPOK, Penyakit Penyebab Kematian Tertinggi Ketiga di Dunia
Ada beberapa defenisi PPOK berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD).
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kerap dipandang sebelah mata, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) ternyata penyakit penyebab kematian tertinggi ketiga di dunia.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, penyakit ini menyebabkan 3,23 juta kematian pada 2019.
Menurut Dokter dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr. Arief Bakhtiar, Sp.P(K), merupakan penyakit tidak menular, dan menjadi masalah global dan Indonesia.
Ada beberapa defenisi PPOK berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD).
Baca juga: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Tak Dapat Sembuh
Pertama, kondisi paru yang heterogen.
"Kedua, disertai gejala pernapasan paru kornik seperti sesak, batuk dan produksi dahak," ungkapnya secara virtual, Rabu (16/11/2022).
Ketiga, karena abrnomalitas saluran pernapasan.
Keempat, terjadi hambatan aliran udara persisten, sering progresif.
Setidaknya ada beberapa gejala yang bisa dikenali oleh masyarakat.
Di antaranya seperti sesak nafas yang menetap dan bertambah berat seiring waktu.
Lalu batuk berdahak yang lama, dada terasa berat dan napas berbunyi 'ngik-ngik.'
Selain itu tubuh mereka yang mengalami PPOK cepat merasa lelah.
PPOK tidak dapat dihilangkan, kata dr Arief, terapi bisa mengurangi gejala pada pasien, sehingga dapat menjalani hidup dengan baik.
"Di sini kita lihat tidak ada tujuan (terapi) untuk menyembuhkan, tidak ada. Jadi kita harus sampaikan, sekali terdiagnosis, maka selamatnya akan melekat," paparnya.
Terapi untuk penyakit PPOK biasanya meliputi farmakologi atau obat-obatan maupun non-farmakologi, tambahnya.
Dan terapi PPOK, kata dr Arief bersifat sepanjang umur pada si pasien.