Pembedahan bagi Penyandang Epilepsi Jadi Fokus Seminar yang Digelar RS Husada & SMC RS Telogorejo
Seperti diketahui, epilepsi merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan sering terjadi (kambuhan) kejang tanpa adanya pencetus.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - SMC RS Telogorejo dan RS Husada menyelenggarakan seminar kesehatan dengan tema “Penanganan Epilepsi Kebal Obat dengan Pembedahan”.
Seperti diketahui, epilepsi merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan sering terjadi (kambuhan) kejang tanpa adanya pencetus.
Keadaan seperti ini muncul karena adanya gangguan pada sistem saraf pusat sehingga menyebabkan kejang hingga kehilangan kesadaran.
Kejang yang berulang dapat menurunkan fungsi otak jika tidak segera ditangani.
Acara yang digelar akhir pekan lalu di Jakarta (6/5/2023) ini dibuat dalam rangka menyosialisasikan dan mengedukasi masyarakat bahwa pembedahan bisa menjadi pilihan tepat bagi penyandang epilepsi yang tetap kejang meski mengonsumsi obat.
Acara ini menghadirkan tiga narasumber, yaitu Prof. DR. dr. Zainal Muttaqin, Ph.D, Sp.BS (Spesialis Bedah Saraf SMC RS Telogorejo), dr. Tun Paksi Sareharto, M.Si.Med.,Sp.A(K) (Spesialis Anak Konsultan SMC RS Telogorejo), dan dr. Anastasia Maria Loho, Sp.N (Spesialis Saraf RS Husada).
Dalam pemaparannya, dr. Anastasia menjelaskan bahwa gejela epilesi tidak selalu berupa gerakan tangan dan kaki (kelojotan) tetapi dapat berupa gangguan emosi, kognitif atau gejala lainnya.
"Pada pasien epilepsi, pemeriksaan penunjang EEG dan pencitraan kepala sangat diperlukan. Keberhasilan terapi epilepsi sangat bergantung pada ketepatan penentuan jenis epilepsi, dosis dan keteraturan minum obat," ujarnya.
Baca juga: Menkes Budi Gunadi Sadikin Perbolehkan Obat Sirup untuk Anak Penderita Epilepsi
Sementara itu, Prof. Zainal menyampaikan tidak semua kejang pada kasus epilepsi efektif diatasi dengan obat epilepsi. Sehingga, dengan pembedahan, pasien diharapkan bebas kejang atau frekuensi kejang menurun.
“Pembedahan adalah salah satu alternatif pengobatan epilepsi yang tidak dapat disembuhkan dengan obat, mereka (yang kebal obat) adalah kandidat kuat untuk menjalani pembedahan," ujarnya.
Prof Zainal menyayangkan masih banyak masyarakat yang takut untuk melakukan tindakan tersebut, salah satunya karena minimnya informasi dari sumber yang terpercaya.
Padahal, dia berkata pembedahan dilakukan jika risiko lebih rendah daripada manfaatnya.
Sebelum pembedahan, kata dia, pasien juga harus menjalani pemeriksaan menyeluruh dan mengetahui risiko pembedahan.
“Pasien yang hendak melakukan konsultasi disarankan agar menyerahkan informasi secara lengkap, seperti: video saat kejang, hasil MRI, EEG, obat yang diminum, dan riwayat alergi atau obat," ujarnya.
Adapun dr. Tun Paksi menuturkan epilepsi merupakan gangguan fungsi listrik otak tanpa provokasi. Serangan dapat berupa gangguan motorik, kesadaran, perilaku, emosi, atau sensoris.
"Hindari faktor-faktor pemicu serangan kejang. Dengan pengelolaan yang tepat gejala kejang dapat diminimalkan bahkan disembuhkan," ujarnya.
Di sisi lain, dr. Erani selaku Direktur Utama RS Husada mengingatkan diagnosis epilepsi jangan sampai terlambat.
Berbagai modalitas dapat dilakukan untuk mendiagnosis epilepsi,seperti radiologi dan EEG (Elektroensefalogram).
"Penanganan multidisiplin juga menjadi kunci keberhasilan terapi epilepsi. Oleh karena itu, jangan segan untuk konsultasi kepada dokter yang ahli di bidangnya," ujarnya.
Sumber: Tribun Jateng