Kasus HIV dan Sifilis di Indonesia Meningkat Drastis, Ibu Rumah Tangga Banyak Terinfeksi HIV
Kementerian Kesehatan memaparkan, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35 persen.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan memaparkan, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35 persen.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya seperti suami pekerja seks dan kelompok MSM (man sex with man).
Demikian laporan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menyebutkan terjadi peningkatan kasus infeksi menular seks HIV.
Ditegaskan Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Muhammad Syahril yang menyebutkan jika penularan kasus didominasi oleh ibu rumah tangga.
“Aktivitas ini telah menyumbang sekitar 30 persen penularan dari suami ke istri. Dampaknya, kasus HIV baru pada kelompok ibu rumah tangga bertambah sebesar 5.100 kasus setiap tahunnya,” ujar Syahril pada keterangannya, Jumat (12/5/2023).
Ia mengatakan, penyebab tingginya penularan HIV pada ibu rumah tangga karena pengetahuan akan pencegahan dan dampak penyakit yang rendah. Faktor lainnya adalah memiliki pasangan dengan perilaku seks berisiko.
Ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV berisiko tinggi untuk menularkan virus kepada anaknya. Penularan bisa terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui.
Secara umum, penularan HIV melalui jalur ibu ke anak menyumbang sebesar 20-45 persen dari seluruh sumber penularan HIV lainnya. Seperti melalui seks, jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman.
Dampaknya, sebanyak 45 persen bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV akan lahir dengan HIV. Dan sepanjang hidupnya akan menyandang status HIV Positif.
“Saat ini kasus HIV pada anak usia 1-14 tahun mencapai 14.150 kasus. Angka ini setiap tahunnya bertambah sekitar 700-1000 anak dengan HIV,” papar Syahril.
Terkait dengan proses deteksi, Kemenkes mencatat hanya 55 persen ibu hamil yang menjalani tes HIV, karena sebagian besar tidak mendapatkan izin suami untuk ikut tes. Dari sejumlah tersebut 7.153 positif HIV, dan 76 persen belum mendapatkan pengobatan ARV.
Ini juga yang akan menambah resiko penularan kepada bayi. Melihat sumber infeksi, dr. Syahril menilai penularan HIV masih akan terus terjadi.
Sebab dari 526.841 orang dengan HIV, baru sekitar 429.215 orang yang sudah terdeteksi atau mengetahui status HIV dirinya. Artinya masih ada 100.000 orang dengan HIV yang belum terdeteksi dan berpotensi menularkan HIV ke masyarakat.
Selain HIV, penyakit sifilis atau raja singa juga dilaporkan meningkat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2016-2022). Dari 12 ribu kasus menjadi hampir 21 ribu kasus dengan rata-rata penambahan kasus setiap tahunnya mencapai 17.000 hingga 20.000 kasus.
Syahril membeberkan presentase pengobatan pada pasien sifilis masih rendah. Pasien ibu hamil dengan sifilis yang diobati hanya berkisar 40 persen pasien.
Sisanya, sekitar 60 persen tidak mendapatkan pengobatan dan berpotensi menularkan dan menimbulkan cacat pada anak yang dilahirkan.
Menurut Syahril, rendahnya pengobatan dikarenakan adanya stigma dan unsur malu.
"Setiap tahunnya, dari lima juta kehamilan, hanya sebanyak 25 persen ibu hamil yang di skrining sifilis. Dari 1,2 juta ibu hamil sebanyak 5.590 ibu hamil positif sifilis,” papar Syahril.
Dr Syahril mengimbau pasangan yang sudah menikah agar setia dengan pasangannya untuk menghindari seks yang beresiko. Bagi yang belum menikah agar menggunakan pengaman untuk menghindari hal-hal yang dapat beresiko untuk kesehatan dan pertumbuhan mental.
Sementara itu Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi peningkatan kasus infeksi menular seks sifilis terjadi karena kebiasaan aktivitas seksual.
Menurutnya, infeksi menular seks (IMS) menyebar dengan cepat melalui jaringan seksual dengan banyaknya pasangan seksual.
Pelanggan seringkali menularkan pekerja seks yang kemudian dapat menularkan infeksi ke pelanggan yang lain dan juga pasangannya. 'Kelompok jembatan' laki-laki ini juga menularkan IMS ke pasangan seksual mereka yang lain.
Baca juga: Kemenkes: Sifilis Tingkatkan Risiko Tertular HIV 300 Kali Lipat
"Wanita berisiko rendah yang mendapatkan IMS dari pasangan tetap dapat menularkan infeksi ke bayi baru lahir selama kehamilan," ujar dia.
Berikut beberapa faktor risiko sifilis
1. Hubungan seks berisiko tanpa kondom
2. Berhubungan seks dengan banyak pasangan
3. Pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis
Adapun cara pencegahan perlu dilakukan untuk menurunkan risiko penularan: Pertama, Abstain. Satu-satunya cara pasti untuk menghindari sifilis adalah dengan menghindari (tidak) berhubungan seks.
Berikutnya, menghindari gonta ganti pasangan seksual. Ketiga, Penggunaan kondom dapat mengurangi risiko tertular sifilis, tetapi hanya jika kondom menutupi luka sifilis.
"Hindari narkoba. Penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan lain dapat mendorong anda pada praktik seksual yang tidak aman," ujarnya.
Kelima, lanjut dokter Imran jika tes menunjukkan terinfeksi sifilis, beri tahu pasangan seks. Dengan begitu, pasangan dapat melakukan tes untuk mendeteksi penularan sehingga bisa mendapatkan pengobatan lebih awal. Kementerian Kesehatan juga membuka akses layanan IMS hingga ke perifer.
Baca juga: Kemenkes: Setiap Tahun Ada 5.100 Ibu Rumah Tangga di Indonesia Terkena HIV
Pengobatan program IMS sudah merambah hingga puskesmas terjauh di Indonesia dan Kementerian Kesehatan sudah dan mengintensifikasi melakukan pelatihan untuk IMS dan juga layanan HIV.
Pada semua ibu hamil di lakukan skrining HIV, Sifilis dan Hepatitis B, disebut dengan program triple eliminasi. Penemuan serta pengobatan kasus dini sehingga menurunkan angka kesakitan dan penularan.
"Alat diagnosis sifilis juga tersedia di fasyankes berikut untuk pengobatannya," kata Dokter Imran. (Tribun Network/rin/wly)