BKKBN Sebut Stunting Masalah Gizi Terbesar, Perlu Kolaborasi Semua Pihak
BKKBN menilai diperlukan kolaborasi berbagai pihak agar masalah stunting dapat lebih cepat diselesaikan.
Penulis: Erik S
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews, Erik Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menilai, stunting menjadi masalah gizi terbesar pada balita di Indonesia.
BKKBN menilai diperlukan kolaborasi berbagai pihak agar kendala tersebut dapat lebih cepat diselesaikan.
Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, kepada media, belum lama ini, mengatakan Indonesia dengan sumber daya alam dan kekayaan bumi yang beragam ternyata tidak menjadikan negara kita bebas dari masalah kurang gizi. Hal ini disampaikan saat melakukan kunjungan ke Kelurahan Kebagusan, Jakarta Selatan.
Ia menjelaskan, pada 2019, jumlah kasus stunting di Indonesia mencapai 29,67 persen atau lebih tinggi dari dari angka standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 20 persen. Sekitar sembilan juta balita Indonesia saat itu mengalami stunting, yang artinya satu dari tiga bayi yang dilahirkan terdiagnosis stunting.
Baca juga: Mahalnya Harga Telur Dikhawatirkan Timbulkan Efek Domino, Dapat Ganggu Penurunan Angka Stunting
Kondisi stunting tersebut diprediksi semakin memburuk seiring terjadinya pandemi Covid-19. Pandemi menyebabkan perekonomian memburuk dan berdampak negatif pada kemampuan perekonomian rumah tangga. Hal ini berdampak langsung pada kemampuan memberi asupan nutrisi dalam hal tumbuh kembang anak.
Berdasarkan catatan BKKBN, disampaikan Hasto, permasalahan terbesar dalam pengentasan stunting adalah masih kurangnya tingkat kesadaran masyarakat akan bahaya stunting itu sendiri.
Padahal, stunting terbukti menurunkan kemampuan intelektual anak dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Stunting bahkan membuat anak tidak mampu tumbuh tinggi optimal dan mudah terkena penyakit seperti central obesity (gemuk di bagian tengah tubuh) dan penyakit metabolik lainnya.
Ditambahkan Hasto, perilaku masyarakat yang juga masih mengabaikan gizi yang seimbang dan kebersihan, pernikahan muda, dan kehamilan yang tidak dipersiapkan dengan baik turut menjadi faktor yang mempengaruhi dan oleh karenanya perlu untuk segera ditangani.
Selain itu, terdapat juga kasus 4Terlalu (hamil terlalu di usia terlalu muda, hamil di usia terlalu tua, hamil terlalu sering, hamil terlalu banyak) dalam kehamilan dan kelahiran, berkontribusi menjadi penyebab anak terkena stunting.
Menurut Hasto, stunting dapat dicegah dengan memastikan kesehatan calon ibu dan janin serta memastikan anak mendapat asupan gizi seimbang di 1.000 hari pertama kehidupannya.
Salah satu kunci utama dalam mencegah stunting adalah dengan memperbanyak konsumsi protein hewani. Keunggulan protein hewani adalah memiliki komposisi asam amino esensial lebih lengkap dibandingkan protein nabati. Selain itu protein hewani juga kaya akan mikronutrien seperti vitamin B12, vitamin D, zat besi, dan zinc.
Pangan sumber protein hewani belum menjadi prioritas belanja rumah tangga. Survei Sosial Ekonomi Nasional pada Maret 2022 mencatat, belanja terbesar kelompok masyarakat 20 persen ekonomi terbawah ialah makanan dan minuman jadi sebesar 24,5 persen, beras 19,99 persen, rokok 11,3 persen, sayuran 9,25 persen, ikan dan makanan laut 7,04 persen, serta telur dan susu 4,65 persen.
Karena itu, berbagai pihak perlu bersinergi supaya masalah stunting dapat dituntaskan. Peran industri, selama ini juga sudah signifikan, dalam mempercepat penanganan kasus stunting.