Bakteri Penyebab Antraks Dilindungi Spora, Bisa Bertahan Hidup Puluhan Tahun dalam Tanah
Masyarakat diminta mewaspadai penyakit ini. Khususnya di wilayah yang terjangkit penyakit ini, yakni Yogyakarta.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Imran Pambudi mengatakan bahwa Antraks merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Bacillus Anthracis.
Bakteri ini, kata dia, tidak hanya menyerang hewan herbivora seperti sapi dan kambing, namun juga dapat menularkan pada manusia.
"Antraks ini umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba dan yang lain. Dan yang paling penting, penyakit ini bisa menular pada manusia," jelas Imran, dalam konferensi pers virtual bertajuk 'Update Situasi Antraks di Indonesia' di kanal YouTube Kementerian Kesehatan, Kamis (6/7/2023).
Baca juga: Kemenkes Minta Masyarakat Waspadai Gejala Antraks dan Kontak Eratnya
Imran kemudian menjelaskan bahwa bakteri yang menyebabkan penyakit ini akan membentuk spora jika kontak dengan udara.
Spora inilah yang nantinya berfungsi sebagai pelindung bakteri tersebut.
"Nah bakteri penyebab Antraks ini bila kontak dengan udara itu akan membentuk spora, di mana spora ini fungsinya sebagai pelindung. Sehingga bakteri yang ada di dalam spora ini akan sulit untuk mati, karena dia terlindungi dengan spora ini," kata Imran.
Oleh karena itu, bakteri penyebab penyakit ini akan tetap hidup di dalam tanah, bahkan hinggap puluhan tahun lamanya.
"Dan ini bisa bertahan sampai puluhan tahun di dalam tanah," pungkas Imran.
Pernyataan ini ia sampaikan saat muncul kasus penularan virus Antraks yang dialami puluhan warga Gunung Kidul, Yogyakarta dan menewaskan tiga orang.
Imran pun meminta masyarakat mewaspadai penyakit ini, khususnya di wilayah yang terjangkit penyakit ini, yakni Yogyakarta.
"Jadi memang ini suatu hal yang kita perlu waspadai bersama," kata Imran.
Ia menuturkan bahwa penyakit ini sebenarnya telah muncul di Yogyakarta pada 2016 hingga 2022, namun belum ada yang sampai meninggal dunia.
Namun pada tahun ini, kasus Antraks mencatat angka kematian pada 3 orang warganya.