Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Konsumsi Gula, Garam dan Lemak Berlebihan Penyebab 80 Persen Kematian di Indonesia

Konsumsi gula, garam dan lemak berlebihan memicu munculnya risiko penyakit tidak menular seperti tekanan darah tinggi dan diabetes.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Konsumsi Gula, Garam dan Lemak Berlebihan Penyebab 80 Persen Kematian di Indonesia
Tribun Jateng - Tribunnews.com
Konsumsi gula, garam dan lemak berlebihan memicu munculnya risiko penyakit tidak menular seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan diabetes. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsumsi gula, garam dan lemak berlebihan mendekatkan masyarakat pada munculnya risiko penyakit tidak menular (PTM) seperti tekanan darah tinggi, diabetes dan jantung.

Data The Global Burden of Disease 2019 and Injuries Collaborators 2020 menyebutkan, PTM merupakan penyebab dari 80 persen kasus kematian di Indonesia dan obesitas merupakan salah satu faktor risiko PTM.

Konsumsi gula, garam, dan lemak berlebihan dapat menyebabkan sejumlah masalah kesehatan di antaranya obesitas.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan 2018 terjadi peningkatan obesitas penduduk usia 18 tahun ke atas, yakni dari 15,4 persen pada 2013 meningkat menjadi 21,8 persen pada 2018.

Indonesia juga memiliki prevalensi obesitas anak yang tinggi.

Prevalensi obesitas pada usia 5-19 tahun meningkat dari 2.8 persen pada 2006 menjadi 6.1 persen pada 2016.

BERITA REKOMENDASI

Untuk kategori remaja usia 13-17, sebanyak 14.8 persen mengalami berat badan berlebih dan 4.6 persen mengalami obesitas.

Karenanya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyarankan batas konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) per orang per hari.

Baca juga: Dapat Menurunkan Darah Tinggi hingga Kolesterol, Inilah Manfaat Konsumsi Seledri untuk Kesehatan

Yakni 50 gram atau 4 sendok makan gula, 2.000 miligram natrium/ atau 5 gram atau 1 sendok teh garam (natrium/sodium), dan lemak hanya 67 gram atau 5 sendok makan minyak goreng.

Penerapan Pembatasan MBDK Lewat Kebijakan Cukai

Pemerintah berupaya mengatasi peningkatan obesitas dan penyakit tidak menular salah satunya dengan melakukan pembatasan konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

Pembatasan itu dapat dicapai melalui implementasi kebijakan cukai pada produk tersebut.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI Eva Susanti mengatakan,  urgensi penerapan cukai ini karena konsumsi tinggi minuman berpemanis dapat menyebabkan diabetes.

Padahal, diabetes merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia.

Berdasarkan penelitian Vasanti S Malik et al. (2019), setiap peningkatan 1 takaran saji minuman berpemanis per hari berhubungan dengan peningkatan berat badan sebesar 0,12 kg per tahun pada orang dewasa.

Kemudian, kelebihan konsumsi minuman berpemanis satu porsi per hari akan meningkatkan risiko terkena diabetes melitus tipe 2 sebesar 18 persen, stroke 13 persen, dan serangan jantung (infark miokard) 22 persen.

“Peraturan saat ini tengah disosialisasikan dan dikoordinasikan bersama pemangku kepentingan terkait seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait besaran cukai yang akan diterapkan,” ucap Eva, dilansir dari website Kemenkes (30/1/2024).

Baca juga: Empat Tips Mencegah Luka Muncul Lagi pada Pasien Diabetes

Pengenaan cukai pada MBDK dilatarbelakangi oleh dampak negatif yang ditimbulkan dari konsumsinya.

Baik dalam hal kesehatan masyarakat, khususnya peningkatan prevalensi PTM, maupun beban finansial yang ditanggung oleh sistem kesehatan.

Cukai MBDK salah satu intervensi yang dinilai cukup efektif untuk mengatasi PTM. Apalagi, sebanyak 108 negara yang menerapkan kebijakan ini.

Baca juga: Penyakit Ginjal Kronis Picu Risiko Masalah Jantung, Mekanismenya Hampir Sama dengan Diabetes

Sebagai informasi berdasarkan penelitian Ferretti dan Mariani (2019), Indonesia menempati posisi ketiga di Asia Tenggara setelah Maldives dan Thailand dengan konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebesar 20,23 liter per orang di Asia Tenggara.

Sumber lain, Rosyada dan Ardiansyah (2017), menyebutkan konsumsi MBDK di Indonesia mengalami peningkatan 15 kali lipat dalam 20 tahun terakhir.

Yakni sebanyak 51 juta liter pada 1996 dan bertambah menjadi 780 juta liter pada 2014.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas