Kepala BKKBN: Pencegahan Stunting Paling Efektif Dilakukan saat Persiapan Kehamilan
Usia perkawinan berisiko meningkatkan stunting. Misalkan, menikah diusia terlalu muda dan terlalu tua.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo menyebut, pencegahan stunting paling efektif dilakukan saat persiapan kehamilan.
Hal itu disampaikan saat menyampaikan sambutan pada Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting Aceh Tahun 2024, di Hotel Ayani, Rabu (28/2/2024), di Banda Aceh, Provinsi Aceh.
"Paling efektif menurunkan stunting adalah dengan mengintervensi mereka yang hamil atau yang akan hamil," ungkap Hasto.
Seperti di Aceh, target prevalensi stunting di wilayah itu pada 2024, menurut dokter Hasto, sebesar 19,0 persen. Pada 2023, Aceh diberi target turun sebesar 23,69 persen.
“Maka itu, pre konsepsi penting dilakukan para calon pengantin (catin), dan tidak besar biayanya dibandingkan mempersiapkan pra wedding," ujar dokter Hasto.
Kehidupan berkeluarga, lanjutnya, perlu dipersiapkan dengan baik.
"Sebab epidemiologi terjadinya kehamilan setelah perkawinan adalah selama 18 bulan,” tutur Hasto.
Baca juga: Pasien DBD dengan Obesitas Berisiko Alami Kondisi Sakit Lebih Parah, Begini Penjelasannya
Usia perkawinan berisiko meningkatkan stunting. Misalkan, menikah diusia terlalu muda dan terlalu tua.
"Perempuan yang melahirkan pada usia anak berisiko mengalami kondisi kurang darah dan berisiko melahirkan anak stunting," jelas Hasto.
Faktor lain yang menyebabkan lahir anak stunting yaitu melahirkan di atas usia 35 tahun.
Selain itu penyebab stunting karena jarak kelahiran anak yang terlalu dekat. Hal tersebut mengakibatkan pola asuh yang diberikan kepada anak tidak maksimal.
"Setiap anak itu perlu diberikan ASI paling kurang selama 24 bulan atau dua tahun," ungkap dia.
Baca juga: Caleg Stres karena Gagal Masuk Senayan Berjas Keliling Kampung, Tangis Ibu Pecah: Udah Dibilangin
Dokter Hasto menyebutkan, beberapa alasan mengapa bayi tidak menyusui. Sebesar 65,7 persen karena ASI tidak keluar, 8,4 persen terjadi rawat pisah antara ibu dan bayi, 6,6 persen anak tidak bisa menyusui, dan 2,2 persen karena si ibu repot.
"Banyak sekali orang tersesat pakai susu botol atau susu formula, akhirnya anaknya banyak yang mengalami diare. Kenapa diare? Bukan karena susunya, tapi karena botolnya tidak steril. Bekas susu yang tersisa di dalam botol menjadi sarang bakteri, kalau botol tidak betul- betul disteril," papar Hasto.
Pemerintah terus berupaya mengejar target nasional prevalensi stunting bisa turun hingga 14 persen pada 2024.
Adapun ciri khas stunting adalah bertubuh pendek. Tetapi, kata Hasto, pendek belum tentu stunting. Anak stunting tidak cerdas dan orang stunting sering sakit-sakitan.
Lanjutnya, ketika dewasa, anak stunting akan mengalami central obes yang menyebabkan mudah terkena penyakit seperti darah tinggi, jantung, dan stroke.
"Menurunkan stunting jauh lebih strategis dari pada mengejar anak stunting," ungkap dia.
Sebagaimana diketahui, prevalensi stunting Aceh pada 2021 sebesar 33,2 persen, dan pada 2022 turun dua digit menjadi 31,2 persen (hasil SSGI 2022).
Baca juga: Perlunya Keseimbangan Mikrobiota Saluran Cerna untuk Kesehatan Anak
Penjabat (Pj) Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Aceh yang juga Wakil Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Aceh, Ayu Marzuki, meminta Tim Percepatan Penurunan Stunting agar memperkuat sosialisasi tentang stunting hingga ke tingkat desa.
"Semoga dengan mendapatkan pemahaman tersebut, intervensi yang dilakukan tepat sasaran,” kata Ayu di depan peserta Rakor TPPS.
Ayu juga mengungkapkan, hal lain yang paling Wakil Ketua TPPS Aceh ini juga berharap peran TPPS yang terdiri dari berbagai unsur pemangku kebijakan dapat terus meningkatkan perannya dalam penurunan stunting di Aceh. Ia yakin peran tersebut akan berdampak signifikan untuk masa depan anak Aceh yang lebih baik.
Kegiatan yang dibuka Asisten Administrasi Umum Sekda Aceh, Iskandar, yang mewakili Ketua TPPS Aceh, turut dihadiri Kepala Perwakilan BKKBN Aceh, Safrina Salim; TPPS Aceh yang terdiri dari berbagai unsur pemangku kebijakan, di antaranya Bappeda Aceh, Badan Pangan Nasional, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong; serta instansi dan organisasi masyarakat.