Kasus Kanker Payudara di Indonesia Meningkat, Penting Deteksi Dini untuk Minimalisir Risiko Kematian
Adapun pemeriksaan rutin wajib dilakukan dengan dua metode, yakni periksa payudara sendiri dengan teknik perabaan dan dengan bercermin.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Angka kasus kanker di Indonesia terus meningkat. Kanker payudara dan serviks menjadi kanker yang banyak diderita masyarakat.
Diperlukan penanganan komprehensif untuk menekan angka kematian karena kanker.
Dokter ahli penyakit dalam dari RS Siloam MRCCC Semanggi Dr. dr. Jeffry Beta Tenggara, Sp.PD-KHOM, mengatakan bahwa kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang paling umum ditemui di seluruh dunia dan menjadi penyebab utama kematian di kalangan wanita.
Di Indonesia, data Kementerian Kesehatan RI menyebutkan sebesar 70 persen pasien kanker payudara telah memasuki stadium 3 saat terdeteksi.
Padahal, prognosis kemungkinan hidup pasien kanker payudara rata-rata dalam 5 tahun bisa mencapai 90-95 persen pada Stadium 1, 70-75 persen Stadium 2, serta 10-25 persen Stadium 3 dan 4.
Meskipun prevalensinya tinggi, deteksi dini dan perawatan yang tepat dapat mengurangi risiko kematian akibat penyakit ini secara signifikan.
Baca juga: Diprediksi Akan Meningkat, Kemenkes Dorong Deteksi Dini Kanker Payudara dan Serviks
"Tingginya angka prevalensi kanker payudara menunjukkan pentingnya deteksi dini, baik secara mandiri maupun medis," tutur dia sebagai panelis dalam kegiatan Asia Pacific Breast Cancer Summit (APBCS) 2024 yang diselenggarakan pada 1-3 Maret.
Adapun pemeriksaan rutin wajib dilakukan dengan dua metode, yakni periksa payudara sendiri dengan teknik perabaan dan dengan bercermin.
Jika merasa ada yang berbeda pada payudara, periksakan melalui pemeriksaan medis yaitu mammografi dan USG Mammae.
RS Siloam MRCCC mendukung penyelenggaraan APBCS 2024 di Nusa Dua Convention Centre, Bali yang menghadirkan para ahli dan peneliti global, regional, dan lokal untuk meningkatkan perawatan pasien kanker payudara.
Dalam kesempatan tersebut, sebanyak 10 (sepuluh) tenaga ahli dari MRCCC juga turut berpartisipasi baik sebagai pembicara maupun sebagai panelis.
“Selama lebih dari 12 tahun, APBCS telah berkembang menjadi platform utama di bidang manajemen kanker payudara di kawasan Asia Pasifik. APBCS 2024 akan menjadi ajang pertemuan para ahli yang berdedikasi untuk mendorong batas-batas pengetahuan di bidang kanker payudara. Selain itu, kami pun menyambut gembira atas kontribusi MRCCC di ajang ini sebagai official healthcare partner dan mengutus para dokter ahlinya ke ajang APBCS 2024 untuk berbagi wawasan di bidang kanker payudara," tutur Ketua Penyelenggara APBCS 2024 Dr. Shaheenah Dawood.
Kegiatan ini mencakup sesi bedah onkologi, keperawatan onkologi, pencitraan, tinjauan Best of SABCS, dan diskusi mendalam tentang temuan-temuan canggih, perkembangan terkini, tumor molekuler, serta kasus-kasus yang menantang dalam APBCS.
Tenaga ahli dari MRCCC yang turut hadir antara lain: Dr. dr. Jeffry Beta Tenggara, Sp.PD-KHOM sebagai pembicara dan panelis dengan topik “Standards of Care in Early TNBC dan DR. dr. Andhika Rahman, Sp.PD-KHOM sebagai pembicara dengan topik “Unique Issues in TNBC".
Lebih lanjut Dr. dr. Jeffry Beta Tenggara, Sp.PD-KHOM mengatakan, forum ini membahas mengenai standar perawatan pada kanker payudara triple-negative.
Mulai dari kasus-kasus menantang dalam penyakit kanker payudara HER2-positif, hingga permasalahan yang menantang dalam kasus kanker payudara HR+ve.