39 Persen Ibu di Jabodetabek Gagal Memberikan ASI Ekslusif untuk Anak
Survei yang dilakukan terhadap 1.301 responden, sebanyak 39 persen ibu gagal dalam memberikan ASI ekslusif untuk anak.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil survei terbaru yang dilakukan oleh Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) di Jabodetabek menunjukkan banyak ibu yang mengalami kesulitan dalam memberikan Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif.
Penyebabnya adalah ibu terpisah dari bayi karena alasan bekerja, serta ibu rumah tangga yang tidak mendapat support system yang baik selama menyusui.
Survei yang dilakukan terhadap 1.301 responden, sebanyak 39 persen ibu gagal dalam memberikan ASI ekslusif untuk anak.
Baca juga: Agar Lancar Puasa, Ini ASI Booster Tinggi Protein yang Baik untuk Dikonsumsi Busui
Sebanyak 27 persen ASI ekslusif terhenti sejak bayi berusia 1 bulan, 44 persen terhenti di usia 5 bulan, sisanya sebanyak 28,5 persen ASI ekslusif terhenti pada rentang usia 2-4 bulan.
Sekjend KOPMAS Yuli Supriati mengatakan, saat ASI untuk bayi terhenti, maka ibu memberikan makanan atau susu pengganti ASI.
Sebanyak 85,7 persen ibu yang terkendala ASI memberikan susu formula untuk bayi, 7 persen ibu memberikan kental manis, 4,4 persen ibu memberikan UHT, 1,6 persen ibu memberikan air teh/ air gula/ air tajin dan sisanya sebanyak 1,3 persen ibu memberikan susu murni untuk bayinya.
“Dari hasil survey ini patut kita perhatikan bahwa ternyata ibu-ibu yang terkendala dalam memberikan ASI untuk bayi, ternyata masih ada yang keliru memberikan asupan untuk anaknya. Hal itu terlihat dari jenis susu yang diberikan seperti kental manis, UHT dan juga susu murni," kata Yuli dalam paparannya di Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Selain kendala dalam hal pemberian ASI ekslusif, survey tersebut juga menyoroti pilihan makanan yang diberikan ibu selama periode MPASI.
“Pada periode MPASI, selain bahan-bahan seperti telur, ikan, sayur dan buah-buahan yang diberikan untuk anak, kami juga menemukan 8,1 persen ibu menambahkan susu murni ke dalam MPASI anak, 6 persen menambahkan kental manis, 2,2 persen memberikan UHT serta 2,8% memberikan air gula atau the,” papar Yuli.
Guru Besar Ilmu Gizi Universitas Muhammadyah Jakarta Prof. Dr Tria Astika Endah Permatasari mengatakan, survey yang dilakukan KOPMAS telah memperkuat survey-survey sebelumnya mengenai kegagalan ibu menyusui.
Baca juga: Dokter Spesialis Anak Bagikan Tips Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Produksi ASI Ibu
“Dari hasil survey ini semakin meyakinkan kita bahwa ini adalah warning bagi kita dan juga pemerintah, bahwa banyak sekali calon-calon generasi masa depan kita yang ternyata tidak mendapat asupan yang tepat sejak bayi," katanya.
Persentase yang memberikan kental manis, UHT, suus murni dan air gula ini memang terlihat kecil-kecil, tapi dampaknya terhadap kesehatan anak dimasa mendatang cukup besar.
"Bila tidak diantisipasi, kedepannya akan menjadi beban bagi masyarakat dan juga negara,” jelas professor termuda UMJ ini.
Dokter anak RS Permata Depok, dr Agnes Tri Harjaingrum SpA yang turut hadir dalam kesempatan itu menjelaskan mengenai asupan yang baik untuk anak, khususnya bayi dibawah 1 tahun.
“Untuk bayi umur 0 sampai 6 bulan, kalau bukan ASI ya susu formula untuk bayi,” tegasnya.
Ia menegaskan, ASI adalah satu-satunya asupan yang dapat diberikan untuk bayi usia 0 hingga 6 bulan.
Baca juga: Pedangdut TE Dilaporkan ke Polisi oleh Wanita Korsel atas Dugaan Zina dan Halangi Beri ASI
Ada beberapa situasi yang membuat ibu terkendala memberikan ASI untuk anak sehingga ibu harus memberikan pengganti ASI berupa susu formula.
“Jangan sampai kita memaksakan ASI ekslusif, sementara memang situasinya tidak memungkinkan. Ini justru berbahaya bagi anak. Yang harus diperhatikan adalah memastikan kebutuhan nutrisi bayi dna anak terpenuhi,” jelas dokter anak.
dr Agnes menyoroti temuan pemberian susu UHT dan susu murni sebagai pengganti ASI maupun pada periode MPASI.
“Gizi yang terkandung dalam UHT sangat tidak sesuai. Dalam UHT juga ada penambahan rasa dan gula, dan ini sangat tidak di rekomendasi untuk bayi 0-6 bulan dimana organ pencernaan masih tumbuh dan berkembang. Sementara untuk susu murni, ada resiko tercemar bakteri atau tidak higienis,” ujarnya.