Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Yang Harus Dilakukan Pertama Kali Jika Mengalami Gejala Parkinson

Orang berusia di atas 60 tahun rawan terkena parkinson. Faktor lingkungan, polusi, gaya hidup juga memiliki andil seseorang terkena penyakit ini.

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
zoom-in Yang Harus Dilakukan Pertama Kali Jika Mengalami Gejala Parkinson
Parkinson's Life
Parkinson biasanya paling sering ditemukan pada kasus-kasus pencemaran limbah seperti mangan, magnesim, karbonoksida, methanol, etanol, sianida, dan yang terbaru MPTP. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Parkinson merupakan salah satu penyakit neurodegeneratif yang tidak bisa dicegah.

Populasi berusia di atas 60 tahun atau lansia rawan terkena parkinson.

Faktor lingkungan, polusi, gaya hidup juga memiliki andil seseorang terkena penyakit Parkinson. 

Dokter spesialis saraf dr. Rocksy Fransisca V. Situmeang, Sp.N mengatakan, parkinson merupakan proses penuaan pada sistem saraf di otak saat zat dopamin yang dihasilkan terus mengalami penurunan hingga 30 persen. 

”Parkinson merupakan penyakit yang tidak bisa dicegah namun kita dapat meminimalkan seseorang tersebut terkena Parkinson dengan memperbaiki pola hidup kita,” ujar dr. Rocksy dalam keterangannya, Kamis (16/5/2024).

Ia menuturkan, ketika seseorang terkena Parkinson, yang pertama dilakukan adalah pergi ke dokter spesialis saraf untuk pengecekan lebih lanjut.

Berita Rekomendasi

Pemberian obat-obatan yang tepat dari dokter akan meningkatkan kualitas hidup seorang pasien menjadi lebih baik. 

Selain mengonsumsi obat-obatan, tentu pasien penyakit Parkinson juga membutuhkan latihan secara rutin untuk melatih gerak otot agar tidak mengalami kekakuan. 

Pada penyandang Parkinson juga perlu diimbangi dengan nutrisi yang cukup agar menjaga badan pasien Parkinson tetap fit. 

"Tidak kalah penting, tingkat stres juga dapat memengaruhi seseorang terkena Parkinson. Oleh karena itu, perlu untuk terus mengontrol emosi pada diri kita sendiri dan menghindari hal-hal yang dapat memicu stres kita naik," ungkap dokter yang berpraktik di Tangerang ini.

Ditambahkan dokter spesialis saraf RS Siloam Kebon Jeruk dr. Frandy Susatia, Sp.S, RVT ada beberapa jenis obat dan terapi Parkinson yang bisa dilakukan yakni:

1. Obat-obatan

Pemberian obat-obatan bertujuan untuk meningkatkan atau menggantikan dopamin dalam tubuh. Jenis obat-obatan yang dapat diresepkan oleh dokter antara lain: Antikolinergik, Levodopa serta Agonis Dopamin.

2. Terapi

Ada beberapa terapi yang dapat dianjurkan oleh dokter untuk menangani penyakit Parkinson, yaitu: Fisioterapi.

"Ini bertujuan untuk membantu mengatasi kaku otot dan nyeri di sendi sehingga meningkatkan kemampuan gerak dan kelenturan tubuh. Fisioterapi juga bertujuan untuk meningkatkan stamina dan kemampuan pasien dalam beraktivitas sehari-hari secara mandiri," ujar dr Frandy.

Terapi wicara dapat dianjurkan oleh dokter bila pasien kesulitan berbicara dan menelan air liur atau makanan. Biasanya dokter akan melatih pasien berbicara (berlatih vokal) dan pernapasan

Psikoterapi dilakukan pada pasien yang juga mengalami depresi atau stres yang sering dialami oleh penderita Parkinson, dokter akan menganjurkan untuk menjalani terapi dengan psikolog.

Terapi okupasi dapat membantu meningkatkan kemampuan penderita Parkinson dalam menjalani aktivitas sehari-hari dengan mandiri seperti mandi, berpakaian, berjalan, dan aktivitas keseharian lainnya. 

Tujuan terapi ini adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan kemandirian hidup pasien agar sebisa mungkin tetap bisa mandiri tanpa bergantung kepada orang lain.

“Saat ini sudah menjadi sebuah tren penggunaan wearable device seperti jam tangan yang dapat digunakan untuk membantu dalam mengatur kebutuhan seseorang dalam sehari-hari,” ujar dr. Frandy.

Penggunaan jam tangan misalnya, dapat digunakan untuk mengontrol waktu tidur agar cukup untuk beristirahat, reminder dalam jadwal konsumsi obat, kinatometer yang dapat digunakan untuk menghitung seberapa banyak getaran yang dimiliki untuk membantu dalam kontrol keseharian penderita Parkinson. 

Selain penggunaan wearable device, dr. Frandy juga menjelaskan sedikit mengenai Deep Brain Stimulation (DBS) yang memiliki fungsi utama untuk mencegah penderita Parkinson menjadi semakin parah.

 “Jika DBS dilakukan pada pasien tingkat lanjut Parkinson, terdapat risiko tinggi dalam operasi, kualitas hidup pasien juga sudah menurun (tidak bisa bergerak, tidak bisa menelan),” tambah dr. Frandy.

Pada umumnya, perawatan Parkinson memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan kerja sama antara dokter, terapis fisik, terapis okupasi, serta tim medis yang komprehensif. 

"Setiap pasien Parkinson memiliki kebutuhan khusus, maka itu penting untuk berkonsultasi dengan dokter yang memiliki spesialisasi dalam pengobatan Parkinson untuk menentukan strategi pengobatan yang terbaik sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing pasien. RS Siloam menjadi salah satu pilihan utama ketika seseorang terkena penyakit Parkinson," kata dr Frandy.

Gejala Penyakit Parkinson

Adapun gejala pada penyakit Parkinson bisa disingkat menjadi akronim TRAP, yaitu:

1. Tremor (Bergetar): Tremor adalah gejala paling umum pada Parkinson. Tremor umumnya terlihat pada tangan sering terjadi dimulai saat istirahat. Tremor ini biasanya terasa di satu sisi tubuh terlebih dahulu, kemudian menyebar ke sisi lain seiring dengan perkembangan penyakit.

2. Rigidity (Kekakuan): Kekakuan otot dapat membuat gerakan tubuh menjadi terhambat dan sulit dilakukan. Kekakuan otot yang paling sering terjadi pada Parkinson adalah kekakuan pada lengan, tungkai, dan leher. 

3. Akinesia (Gerakan Lebih Lambat): Akinesia atau bradikinesia merujuk pada gerakan yang menjadi lebih lambat. Gerakan seperti berjalan, bicara dan aktivitas lain menjadi terganggu.

4. Postural Instability (Ketidakstabilan Postur): Ketidakstabilan postur adalah gejala yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk menjaga keseimbangan dan postur tubuh yang baik.

Pasien Parkinson sering kali memiliki ketidakstabilan saat berdiri atau berjalan, sehingga berisiko jatuh.

Selain gejala di atas, ada yang disebut gejala secara non motorik, seperti susah untuk tidur, gangguan penciuman, gangguan bab, dan susah menelan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas