Riset: Telemedisin untuk Tunjangan Kesehatan Karyawan Makin Diminati Perusahaan di Indonesia
Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI)1 mencatat total klaim asuransi kesehatan sebesar Rp 20,83 triliun hingga Desember 2023.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tren perusahaan di Indonesia menggunakan layanan telemedisin untuk layanan kesehatan ke karyawannya cenderung meningkat.
Hasil riset internal Marsh Indonesia, sebuah perusahaan reasuransi, mendapati temuan terjadi kenaikan hingga 10 persen di 2024 dibandingkan dengan data di 2023.
"Salah satu kelebihan telemedisin ini adalah karyawan lebih mudah melakukan konsultasi menyangkut gangguan kesehatan yang dialami," ungkap Ria Ardiningtyas, Head of Consulting and Analytics, Mercer Marsh Benefits Indonesia di acara media workshop mengupas hasil riset "Indonesia Health and Benefits Study 2024 dan "Cost of Care" oleh Marsh Indonesia di Jakarta, Kamis, 3 Oktober 2024.
Ria menjelaskan, banyak perusahaan mulai memasukkan layanan telemedisin dalam skema employee health benefits programs di Indonesia. Perusahaan yang memanfaatkan telemedisin cenderung meningkat karena perusahaan asuransi juga sudah selesai menjalani periode wait and see-nya pasca Covid," beber Ria.
Baca juga: Tingkatkan Keamanan untuk Nasabah, Perusahaan Asuransi Mulai Gunakan Polis Digital
Layanan telemedisin ini membuat rata-rata biaya berobat karyawan menjadi turun. "Biaya rata rata per kasus pengobatan menjadi turun dari Rp 1-5 juta sampai 1,7 juta per karyawan menjadi Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu," sebutnya.
Sementara, dari sisi karyawan, mereka mulai nyaman menggunakan layanan telemedisin ini. Saat ini layanan telemedisin sudah mencakup semua jenis penyakit termasuk penyakit kulit, hingga diabetes.
"Perusahaan yang meminati layanan telemedisin ini biasanya dipengaruhi oleh kendala yang dihadapi perusahan tersebut terhadap akses layanan kesehatan seperti lokasi rumah sakit yang jauh. Jadi umumnya karena perusahaan membutuhkan effort lebih," ungkap Ria.
Dijelaskan, saat ini perusahaan asuransi yang terjun memasarkan produk telemedisin ini juga meningkat seiring demand yang naik. Bagi perusahaan bersangkutan, menyediakan layanan telemedisin bertujuan untuk meningkatkan daya saing terhadap perusahaan asuransi lain.
"Telemedisin ini membuat cost per case-nya mungkin rendah, hanya habis ratusan ribu rupiah per orang, tapi layanan ini membuat behavior orang meningkat. Frekuensi permintaan konsultasi telemedisin naik," ujar Ria.
Ria mengatakan, Marsh Indonesia masih terus mendalami tren ini ke depannya. "Kami belum selesai melakukan studi ini, juga untuk memastikan apakah telemedisin membuat ongkos kesehatan menjadi lebih mahal," ungkapnya.
Ria menyebutkan, perusahaannya saat ini mengelola Program Mercer Marsh Benefit (MMB) melibatkan 470 perusahaan, 24 industri dan 320 ribu member.
Perusahaan yang bergabung di program ini didominasi perusahaan telekomunikasi dan teknologi serta manufaktur disusul perusahaan yang bergerak di sektor lain.
Ria menyebutkan, tren program Employee Health Benefit yang diberikan perusahaan di Indonesia ke karyawannya umumnya mencakup flexible benefits, telemedicine hingga co-share scheme.
Dia menjelaskan, mengatakan, layanan medical check up untuk karyawan perusahaan tidak ada yang fixed. Tapi berdasar kebutuhan masing-masing perusahaan dan bisa dikelola secara tailor-made.
"Biasanya perusahaan datang ke MMB lalu dilakukan analisa atas klaim-klaim kesehatan dari karyawan yang masuk ke perusahaan. Mana saja jenis penyakit yang costly," kata dia.
Biaya berobat di rumah sakit untuk jenis penyakit yang sama, di setiap rumah sakitnya berbeda antara yang di Jakarta dengan di kota lain di Jabodetabek.
Dia mencontohkan, rata-rata biaya perawatan penyakit ISPA di rumah sakit di Jakarta sekitar Rp 2,3 juta per pasien. Sementara, di rumah sakit lain di Bodetabek sekitar Rp 1,9 juta per pasien.
CEO Marsh McLennan Indonesia, Douglas Ure menjelaskan, pemaparan laporan "Indonesia Health and Benefits Study 2024,” dan “Cost of Care” bisa digunakan sebagai alat benchmarking biaya rumah sakit di Indonesia.
Laporan MMB Health Trends 2024 menunjukkan bahwa tingkat tren medis di Indonesia pada tahun 2024 diperkirakan akan mencapai 13 persen, lebih tinggi dari rata-rata di Asia sebesar 11,4 persen.
Sementara, di sisi lain, data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI)1 mencatat total klaim asuransi kesehatan sebesar Rp 20,83 triliun hingga Desember 2023 atau melonjak 24,9 persen dari tahun sebelumnya.
Faktor utama pemicu inflasi atau lonjakan biaya berobat di Indonesia yang begitu tinggi tersebut antara lain dipicu oleh naiknya harga fasilitas kesehatan, naiknya biaya perawatan rumah sakit termasuk biaya pelayanan, naiknya harga obat dan berbagai layanan tes kesehatan.
Karena itu, munculnya tren inflasi biaya medis tersebut menegaskan pentingnya pengelolaan employee benefits, dan menjadi tantangan bagi perusahaan, khususnya HR (Human Resources) dalam merancang, menawarkan dan mempertahankan program employee benefits, terutama tunjangan kesehatan, yang kompetitif dan sesuai dengan pasar.
Douglas Ure menambahkan, hasil riset "Cost of Care oleh Mercer Marsh Benefits Indonesia bisa menjadi alat benchmarking atau tolok ukur biaya rumah sakit di Indonesia.
Cost of Care menghasilkan laporan komprehensif yang menyediakan informasi terperinci tentang biaya perawatan medis rumah sakit di Indonesia dan dapat membantu perusahaan untuk menganalisis dan membandingkan biaya rawat inap berdasarkan diagnosis.
Melalui hasil riset ini bisa diketahui diagnosis penyakit yang memiliki biaya tertinggi dan lima faktor penentu biaya rumah sakit di Indonesia.