Sama-sama Prosedur Bayi Tabung, Ini Beda IVM dan IVF yang Perlu Diketahui Pejuang Dua Garis Biru
Teknologi reproduksi kini jadi harapan baru bagi pasangan yang menghadapi masalah kesuburan.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata

Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program hamil (promil) dengan bantuan teknologi semakin berkembang.
Berbagai teknologi reproduksi kini jadi harapan baru bagi pasangan yang menghadapi masalah kesuburan.
Mulai dari promil inseminasi, IVF (In Vitro Fertilization), hingga terobosan IVM (In Vitro Maturation).
Baca juga: Ini Tanda-tanda Pasangan Suami Istri Memerlukan Program Bayi Tabung
Dokter spesialis Obsgyn dengan subspesialisasi di bidang fertilitas endokrinologi reproduksi
Dr. Malvin Emeraldi, SpOG, Subsp.FER(K) menerangkan, IVM atau In Vitro Maturation adalah teknologi reproduksi berbantu yang memungkinkan pematangan sel telur dilakukan di laboratorium, bukan di dalam tubuh.
Prosedur ini dilakukan dengan mengambil oosit (sel telur) yang belum matang dari ovarium, kemudian mematangkannya di laboratorium hingga siap untuk dibuahi.
IVM mulai diteliti pada 1930-an oleh Gregory Pincus yang mempelajari pematangan oosit mamalia di luar tubuh, lalu berkembang pesat penerapannya pada manusia sejak akhir 1980-an hingga awal 1990-an.
Kelahiran bayi pertama melalui IVM dilaporkan oleh Cha et al terjadi di Korea Selatan pada 1991.
"Saat ini teknologi IVM sudah mulai diaplikasikan oleh Morula IVF Indonesia. Berbeda dengan IVF, IVM tak memerlukan stimulasi hormon ovarium secara intensif," kata dia ditulis Kamis (30/1/2025).
Dibandingkan IVF, risiko efek samping IVM seperti OHSS (Ovarian Hyperstimulation Syndrome) relatif lebih rendah dan ketidaknyamanan pasca-pengambilan oosit juga relatif ringan.
IVM juga menjadi solusi ideal untuk pasien dengan risiko tinggi OHSS atau respon berlebihan terhadap obat-obatan yang merangsang produksi sel telur di ovarium, seperti wanita dengan sindrom ovarium polikistik (PCOS).
Meski begitu, tingkat keberhasilan IVM umumnya lebih rendah sekitar (20–35 persen) dibandingkan IVF konvensional (40–50 persen).
Dokter lulusan USU ini menuturkan, In Vitro Maturation (IVM) dan In Vitro Fertilization (IVF) sama-sama merupakan prosedur bayi tabung, namun keduanya memiliki perbedaan penting dalam hal penggunaan hormon, risiko kesehatan, biaya, serta kenyamanan bagi pasien.
Pada IVM rangsangan hormon ovarium hanya sedikit atau bahkan tidak digunakan sama sekali, sehingga menurunkan risiko sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.