Camat Cileungsi Renaldi Yushab Fiansyah Mulai Benahi Wilayahnya
Cileungsi adalah salah satu dari 40 kecamatan di kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sebagai salah satu daerah penyangga ibukota
Penulis: FX Ismanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fx Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Cileungsi adalah salah satu dari 40 kecamatan di kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sebagai salah satu daerah penyangga ibukota serta sesuai dengan tujuan penataan ruang nasional, sudah selayaknya wilayah ini memperhatikan aspek-aspek keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Tak hanya itu, penataan ruang yang memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan, akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat kecamatan Cileungsi khususnya dan kabupaten Bogor pada umumnya.
Ditambah lagi, kecamatan Cileungsi memiliki populasi penduduk tertinggi di kabupaten Bogor dengan sekitar 360 ribu penduduk. Atas dasar itulah, wilayah kecamatan Cileungsi ini kini membutuhkan penataan wilayah yang lebih baik.
Secara geografis, kecamatan Cileungsi terletak di wilayah Utara-Timur dari kabupaten Bogor. Terbagi menjadi 12 desa, kecamatan ini adalah salah satu sentra industri khusus di kawasan Jabodetabek dengan luas 689,01 hektar (ha).
“Saat ini pemerintah daerah mencoba mengendalikan industri-industri yang ada di Cileungsi ini untuk sesuai dengan peruntukannya. Lalu persyaratannya agar industri ini bisa berjalan dan tidak menggangu kepentingan-kepentingan umum lainnya,” papar Camat Cileungsi, Renaldi Yushab Fiansyah, S.Sos, Senin (8/1).
Dikatakannya, sebagai kawasan industri khusus, kecamatan Cileungsi harus memperhatikan kebijakan norma, standar, prosedur dan manual pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten Bogor dalam pengembangan kawasan industri sesuai implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 24/2009.
“Pemerintah kabupaten sudah menentukan tentang penataan tata ruang wilayah kecamatan Cileungsi, kami hanya berkewajiban menata dan mengendalikan,” ujar Renaldi.
Dilanjutkannya, penataan wilayah di kecamatan Cileungsi menjadi kewenangan yang melekat secara atributik pada pemerintah kabupaten. Pasalnya, kecamatan Cileungsi tidak hanya memiliki aset sendiri, tetapi ada sarana umum yang jadi milik pemerintah kabupaten. Salah satu contohnya adalah jalan Transyogi, yang menjadi urat nadi transportasi di wilayah kecamatan Cileungsi.
Secara pendidikan dan kesehatan warga kecamatan Cileungsi juga lebih beruntung dari kecamatan lainnya di wilayah kabupaten Bogor. Pasalnya, fasilitas pendidikan dan kesehatan yang tersedia tidak hanya yang disediakan pemerintah, tetapi juga dari pihak swasta.
“Ini juga menjadi poin khusus dan faktor-faktor peningkat penyediaan fasilitas kesehatan bagi masyarakat,” ucap Renaldi.
Kecamatan Cileungsi yang mempunyai moto ‘Kesabaran dan Kelengkapan Berkas Persyaratan Anda, Menjadi Tolak Ukur Kami dalam Memberikan Pelayanan yang Terbaik’ juga sangat mengandalkan peran serta Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) dalam mengumpulkan data jumlah penduduk, maupun mensosialisasikan peraturan.
“Di Cileungsi ini ada beberapa wilayah yang masuk dalam satu kawasan administrasi RT/RW. Saya berharap peran aktif RT/RW lebih ditingkatkan dan jangan rikuh untuk menanyakan data kepada warga pendatang. Saya sering bertanya kepada pengurus RT/RW dalam acara keliling desa mingguan, apakah mereka sering bertanya kepada penghuni kost, kontrakan, atau pada suatu kawasan yang dulunya tidak ada warganya tetapi sekarang ada warganya,” beber Renaldi.
Pada prinsipnya, pemerintah tidak melarang kebebasan warga negara untuk tinggal dimana saja, namun pemerintah punya kewajiban melakukan penataan dan pendataan penduduk di wilayahnya masing-masing.
“Jujur memang ada deviasi antara jumlah penduduk yang dilaporkan RT di desa dengan angka-angka proyeksi yang kita terima dari BPS, sementara data yang harus dipakai saaat ini adalah data BPS. Pemerintah mengadopsi data BPS, maka kita sering memberi data deviasi itu. Contoh misalnya kemarin di salah satu desa, menurut laporan Kades, jumlah penduduknya 10 ribu, tapi kami mempunyai data valid BPS jumlahnya 12 ribu, lalu kita tanya dimana lagi ini yang dua ribu selisihnya,” jelas Renaldi.
Dari pertanyaan itu, terjawab jika ternyata masih ada warga yang belum lapor ke RT/RW, atau sekelompok warga yang tinggal di sebuah kawasan yang belum dilakukan mediasi atau komunikasi dengan RT/RW, setempat.
“Apalagi sekarang jelang tahun politik, kami ingin semua penduduk terdata sehingga tidak ada istilah penduduk ‘liar’ di wilayah kami,” pungkasnya.