Petualangan Arcil, Film Animasi 3D Sejarah Purba Bumiayu Diluncurkan Balar Yogyakarta
Film animasi Petualangan Arcil di Bumiayu Purba ini dibuat berdasarkan hasil penelitian Hary Widianto, tapi dikreasi mengikuti logika anak-anak.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Balar Arkeologi (Balar) Yogyakarta, meluncurkan karya film animasi tiga dimensi (3D) tentang sejarah purba Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah.
Peluncuran dilakukan secara daring, Selasa (20/10/2020), diikuti Kepala Puslit Arkenas Dr I Made Geria serta puluhan perwakilan Balar se-Indonesia, kalangan pendidik di Jawa.
Film animasi Balar Yogyakarta ini berjudul “Petuangan Arcil di Bumiayu Purba”. Sosok ikonik film segmen anak-anak ini bernama Arcil, kependekan Arkeolog Cilik.
I Made Geria memuji Balar Yogya yang kerap mencuri start lewat ide dan karya-karya Rumah Peradabannya.
“Kita sangat gembira. Jogja dikenal sering mencuri start. Bumiayu yang diangkat ini, bukan main. Buku belum terbit aja sudah ada yang nanya,” kata Geria sembari memuji Prof Dr Hary Widianto.
Hary Widianto merupakan paleontolog terkemuka Indonesia, yang menjadikan Sangiran semakin mendunia lewat penelitian dan penataan koleksi situsnya.
“Membahasakan penelitian Pak Hary dalam bahasa anak-anak, ini sangat saya apresiasi. Bukan tugas mudah,” lanjut I Made Geria.
Di tengah suasana pandemi corona seperti sekarang, Made Geria menganggap waktu yang tepat untuk meningkatkan daya kognitif masyarakat menggunakan hasil-hasil penelitan dalam bahasa yang mudah.
“Yang ilmiah dikemas dalam bahasa sederhana, jadi mudah dimengerti anak-anak,” tandasnya sembari berharap Bumiayu akan makin dikenal sebagai situs penting prasejarah.
Film animasi Petualangan Arcil di Bumiayu Purba ini dibuat berdasarkan hasil penelitian Hary Widianto, tapi dikreasi supaya mengikuti logika anak-anak.
Kepala Balar Yogyakarta, Sugeng Riyanto, menjelaskan, proyek ini sebenarnya gagasan lama. Mulai disiapkan sejak dua tahun lalu.
Waktu itu, Prof Hary Widianto menyampaikan proposal penelitian situs purba Bumiayu. Teknis pembuatan memerlukan waktu 6 bulan, sejak riset hingga bisa diluncurkan hari ini.
“Sejak penysunan script, pemilihan karakter, dan proses pembuatan, Prof Hary Widianto selalu mendampingi kami,” kata Sugeng.
“Begitu pula mas Dr Sofwan Noerwidi, turut mensupervisi film ini. Substansinya tetap terjaga, dan secara kemasan tidak terlepas dari logika anak-anak,” imbuhnya.
Menjawab pertanyaan audien daring via zomm, Prof Hary Widianto berusaha memberi gambaran situasi Bumiayu purba, di rentang masa antara 2 juta hingga 100.000 tahun lalu.
Ia menjelaskan, Bumiayu memberi informasi sangat penting, karena temuan fosil Homo erectus yang usia pertanggalannya sekitar 1,8 juta tahun lalu.
“Ini lebih tua dari Sangiran,” kata Hary yang mantan Direktur Permuseuman dan Cagar Budaya Kemendikbud ini.
Dianggap lebih tua dari fosil Homo erectus Sangiran, berdasar hasil pertanggalan relatif letak fosil di lapisan tanah saat ditemukan.
“Homo erectus Bumiayu usia 1,8 juta tahun berdasarkan umur perlapisan tanah. Saat itu Bumiayu pantai di sebelah timur wilayah Jabar sekarang,” jelasnya.
Karena usianya tua, dilihat dari temuan dan jejak fosilnya, kehidupan fauna di Bumiayu juga tergolong sangat sedikit jenis dan jumlahnya.
“Hanya ada Mastodon (Sino Mastodon), kuda air, dan kura-kura raksasa. Ini mencirikan sangat terbatas dan miskin faunanya. Mereka berasal dari 2-1 juta tahun lalu,” kata Hary.
Setelah itu di generasi sesudahnya muncul Stegodon trigonocepalus berusia 800 tahun lalu. Di masa berikutnya muncul Elephas sp, seperti gajah yang sekarang tersisa di Sumatera.
Film “Petulangan Arcil di Bumiayu Purba” sudah diunggah di akun you Tube Balai Arkeologi Yogyakarta, dan bebas diunduh siapapun untuk dinikmati segmen anak-anak.(Tribunjogja.com/xna)