Gelar Doktor Honoris Causa untuk Drs. H. Solichin Sebagai Pelestari Wayang
Melalui pendekatan rasional dan kritis, pikiran-pikiran dan pandangan-pandangan moral tersebut dieksplisitkan.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Wayang mengandung sejumlah gagasan dan berbagai pandangan moral berupa simbol-simbol yang kaya makna.
Melalui pendekatan rasional dan kritis, pikiran-pikiran dan pandangan-pandangan moral tersebut dieksplisitkan.
Pandangan-pandangan dalam wayang itu lalu disistematisasikan menjadi tiga cabang utama persoalan dalam filsafat, yaitu metafisika, epistemologi, dan aksiologi.
Demikian antara lain pokok pikiran Drs. H. Solichin, yang disampaikan dalam orasi ilmiah penganugerahan gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) dalam bidang Filsafat Wayang, dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Jum’at, 18 Desember 2020.
“Perumusan filsafat wayang ini bersumber dari filsafat asli Indonesia, yaitu Pancasila. Merupakan wujud nyata memperkuat posisi terhormat wayang Indonesia di mata dunia. Hal ini sebagaimana diakui UNESCO bahwa wayang Indonesia adalah ‘A Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity," ungkap Solichin dalam orasi yang dibacakan putrinya, Elok Satiti.
Selain itu, perumusan tersebut secara tidak langsung memengaruhi gagasan pembentukan “ASEAN Puppetry Association” (APA) dan berdirinya “Union Internationale de la Marionette” (UNIMA) Indonesia.
Solichin meyakini, bahwa wayang merupakan sumber ilmu pengetahuan yang tidak pernah kering untuk digali dan dikembangkan.
“Oleh karena itu, melalui proses pembahasan yang panjang dan mendalam, ilmu pengetahuan yang terkandung dalam wayang telah saya tata ke dalam suatu susunan korelatif dalam bentuk ‘Pohon Ilmu Pewayangan dan ‘Ilmu Yang Terkandung Dalam Wayang,” ujar Ketua Dewan Kehormatan SENA WANGI Tahun 2017 – 2022 ini.
Tatanan ini kemudian secara akademis melahirkan Ilmu Filsafat Wayang. Kehadiran Filsafat Wayang tersebut telah memperkaya khazanah ilmu kefilsafatan. Sejak tahun 2011, Ilmu Filsafat Wayang menjadi bidang studi yang diajarkan di Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta.
“Sepatutnya kita memiliki rasa bangga karena kelahiran Ilmu Filsafat Wayang tersebut bersumber dari budaya Indonesia, yang tentunya akan memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan,” papar Solichin.
Gelar kehormatan ini diberikan karena jasa-jasa Solichin dalam pengembangan Filsafat Wayang dan seni budaya pewayangan pada umumnya. Solichin dipandang sebagai sosok budayawan yang gigih dalam organisasi pewayangan, baik di PEPADI (Persatuan Pedalangan Indonesia) maupun di SENA WANGI (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia).
Di masa kepengurusannya di SENA WANGI (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia), wayang mendapat pengakuan dari organisasi kebudayaan dunia Unesco.
Yakni pada 7 November 2003, sebagai karya Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity, warisan kebudayaan dunia, karya warisan lisan dan tak benda terkait kemanusiaan, di serahkan di Paris, Prancis.
Nilai-nilai moral dalam wayang sangat penting untuk pendidikan budi pekerti. Melalui pergelaran wayang, kata Solichin, penonton diajak berpikir secara kritis untuk memilih keputusan tindakannya melalui contoh-contoh tingkah laku dalam wayang. Salah satu pesan yang disampaikan wayang, menurutnya, adalah keharusan manusia untuk menciptakan perdamaian.