Cerita Kang Tris, Sarjana Psikologi Penggagas Desa Menari: Bali Ndeso, Mbangun Ndeso
Sarjana pertama di Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang ini benar-benar mengamalkan Bali ndeso mbangun ndeso.
Penulis: Imam Saputro
Yakni ada seorang siswa yang membawa kebiasaan baik dari hidup bersama masyarakat desa kembali ke rumah yakni mencuci piring setelah makan.
“Orangtuanya kaget, ini anak biasanya sehari-hari dilayani kok tiba-tiba habis makan mencuci piring sendiri, setelah ditanyai ternyata itu kebiasaan yang ia dapat saat menginap di Tanon sini,” cerita Kang Tris.
“Dari situ kami mulai dikenal dari mulut ke mulut dan banyak sekolah-sekolah yang kemudian berkegiatan di sini,” tambah Trisno.
Keberhasilan Trisno memberdayakan masyarakat untuk mengelola desa wisata berbasis budaya dan ekonomi kreatif mendapat apresiasi dari PT Astra Internasional Tbk.
Pada tahun 2015, Trisno terpilih sebagai salah satu pemenang apresiasi Semangat Astra Terpadu untuk Indonesia (SATU Indonesia) Awards bidang lingkungan.
Desa Menari Tanon makin berkembang setelah mendapatkan perhatian lagi dari PT Asrtra Internasional di tahun 2016.
Dusun Tanon lalu masuk ke Kampung Berseri Astra (KBA) di akhir 2016 sekaligus menjadi KBA pertama di Jawa Tengah dan KBA ke 27 di Indonesia. Pada tahun yang sama, akhirnya Desa Menari juga masuk dalam desa wisata di Jawa Tengah.
“Dengan masuk ke KBA, ada akselerasi pengembangan Desa Menari Tanon, akses untuk pelatihan-pelatihan menjadi gampang, adanya bantuan dana juga membuat kami bisa semakin lebih berkembang,” kata Kang Tris.
Menurutnya, pengembangan di Desa Menari Tanon selaras dengan 4 pilar program KBA Astra yakni Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan & Kewirausahaan.
Dari aspek pendidikan, Trisno mengakui setelah masuk KBA, akses untuk pelatihan bagi para penduduk desa lebih mudah, sehingga perubahan mindset para warga Tanon bisa lebih progresif.
“Selain itu dari Astra juga mempercayakan paket beasiswa untuk jenjang SD sampai kuliah, jadi akses pendidikan terbuka lebar bagi generasi penerus kami,” kata Kang Tris.
Sisi lain, kesehatan, dengan majunya Desa Menari Tanon, dana untuk fasilitas kesehatan warga makin bertambah.
“ Kas outbond ndeso itu kami gunakan untuk dana sosial menjenguk orang sakit, untuk pelayan pemeriksaan kesehatan berkala dan ditambahi dengan bantuan vitamin dan alat-alat kesehatan dari Astra,” papar Trisno.
Kemudian dari aspek lingkungan, pembangunan Kandang Edukasi yang digunakan untuk belajar pengelolaan ternak dari hulu hingga hilir juga tengah dalam proses, ditambah dengan perintisan pertanian organik.
Satu lagi, sambung Trisno, yang juga mulai berubah di Tanon adalah semangat kewirausahaan warga Tanon.
“ Ketika ada kegiatan besar, biasanya kami juga membuka Pasar Srawung, pasar yang isinya menjual barang-barang kerajinan dan makanan-makanan khas Dusun Tanon yang bisa menambah pemasukan warga Tanon” kata dia.
Menurutnya, semua kegiatan Desa Menari bisa memberikan pendapatan tambahan ke penduduk desa hingga 10 persen tanpa menghilangkan profesi asli mereka.
Kemandirian secara ekonomi juga mulai diwujudkan dengan memberikan bantuan dana kepada kelompok usaha tahu dengan pinjaman dana tanpa bunga.
Adalah kelompok usaha pembuatan tahu yang menjadi kelompuk usaha pertama yang diberi pinjaman lunak dan tanpa bunga dari kas Desa Menari.
Desa Menari jadi Gerbang Pemberdayaan
Trisno mengatakan laboratorium sosialnya dengan jenama Desa Menari menjadi gerbang utama pemberdayaan masyarakat di Dusun Tanon khususnya, dan juga Desa Ngrawan pada umumnya.
“ Desa Menari ini memang jadi pintu masuk kami, kalau pemberdayaan diibaratkan rumah, maka Desa Menari adalah pintu masuknya, dari situ bisa menimbulkan efek ke peningkatan ekonomi warga, wirausaha, dan yang paling penting ada perubahan pola pikir warga,” kata Trisno.
Trisno mengakui dahulu dusunnya termasuk dalam daerah dusun tertinggal, namun kini sudah dalam taraf menuju mandiri.
“ Sekarang dengan pemasukan dari Desa Menari bisa untuk membangun gapura, pelebaran jalan dan bangun panggung terbuka, tapi yang lebih penting lagi adalah mindset penduduk sudah banyak berubah,” urai Kang Tris.
Ia memberikan contoh dahulu penduduk dusun, sekolah paling hanya sampai SD, setelah itu bekerja membantu orang tua di ladang dan kandang.
Sekarang, kemauan untuk mengenyam pendidikan tinggi sudah mulai terbuka.
“ Sekarang yang lanjut ke SMP, SMA bahkan kuliah sudah banyak, didukung dengan adanya beasiswa dari Astra juga,” terangnya.
Trisno menambahkan, di tengah pandemi Covid-19 ini kegiatan di Desa Menari tetap berjalan seperti biasa.
“ Pemberdayaan jalan terus, kami tetap adakan diskusi dengan warga, kegiatan peternakan dan pertanian juga jalan, karena ketika ada wisatawan yang berkunjung, pada dasarnya kami juga hanya melakukan kegiatan sehari-hari, beternak, berladang seperti biasa, bedanya ada wisatawan yang ikut, itu saja, selama pandemi tak ada wisatawan tak masalah,” ujarnya.
Trisno menegaskan, jumlah wisatawan bukan tujuan utama di Desa Menari, meski rata-rata sekitar 3.000 wisatawan yang terdiri dari wisatawan domestik maupun luar negeri datang tiap tahunnya.
Desa Menari menjaga kualitas, dengan tujuan utama masyarakat terus tumbuh, berkembang, terbuka, dan masyarakat menjadi lebih berdaya.
“ Yang saya lakukan ini baru menyemai benih, anak kami nanti yang menanam , cucu kami yang menumbuhkan, cicit kami yang menyiangi, dan canggah kami mungkin baru yang panen, intinya pemberdayaan tidak akan berhenti, bahkan visi Desa Menari itu melampaui umur fisik manusia,” kata Trisno.
“ Bagi saya pemberdayaan itu tak ada selesainya, harus terus berkelanjutan, oleh saya, anak saya nanti, cucu, cicit, canggah dan seterusnya, desa harus terkelola dengan baik untuk bisa memajukan Indonesia, dan itu dimulai dari anak-anak muda di desa itu sendiri,” ujar pria 39 tahun ini.
Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (ASITA) Jawa Tengah, Daryono mengatakan konsep wisata yang dikembangkan di Desa Menari adalah tren wisata di masa depan.
“ Sekarang ini tren wisata sudah bukan hanya to see, tapi sudah bergeser ke to experience, ingin merasakan, terlibat secara langsung, kalau dulu lihat orang menari saja, sekarang sudah bergeser ke ikut latihan menari, tahu filosofinya dan sebagainya” ungkap Daryono.
Sehingga konsep wisata dengan terjun langsung ke kehidupan masyarakat menjadi satu di antara konsep experience tourism yang patut dikembangkan.
Dipandang dari sisi bisnis, konsep wisata Desa Menari menjadi community based tourism, wisata yang melibatkan masyarakat lokal yang muaranya ke peningkatan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
“Bahkan seperti itu mereka tidak membutuhkan modal, karena wisatanya ya di rumah sendiri, di kandang sendiri, jadi keuntungannya bisa dikembalikan sepenuhnya ke masyarakat, mereka mungkin tak butuh investor,” jelasnya.
Daryono juga menyatakan experience tourism memiliki satu keunggulan lagu, yakni tidak bisa dikunjungi hanya sesaat atau long term tourism.
“Artinya tidak hanya satu hari, itu berkelanjutan, misalnya hari ini aktivitas di dapur mengenal masakan tradisional, lalu berkebun, dilanjutkan besok hari beternak dan belajar menari, secara bisnis akan bagus karena berlangung beberapa hari dan berimbas ke pemasukan warga juga yang makin besar,” tutupnya. (*)