LTSHE Bawa Terang pada Malam di Petobo
Tiap-tiap tenda yang ada di pengungsian tersebut sudah menggunakan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE).
Editor: Content Writer
"Kalau mau bilang sedih, sangat sedih. Tapi mau bagaimana lagi, namanya juga cobaan," kata-kata syarat makna diucapkan oleh Usman, salah seorang korban bencana gempa bumi dan likuifaksi di kawasan Petobo Atas, Palu, Sulawesi Tengah.
Menahan tetes air mata, bapak 46 tahun tersebut bercerita kondisinya beserta keluarga yang kini harus tinggal di tenda pengungsian yang berjarak lima kilometer dari tempat tinggalnya dulu.
Gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi 28 September 2018 telah meluluhlantahkan tempat tinggal warga di beberapa wilayah Sulawesi Tengah, tak terkecuali Usman.
Tiga minggu terakhir, Usman bersama istri, dua anak, dan 4 adiknya serta beberapa tetangga yang selamat dari sapuan likuifaksi, harus rela tinggal di bawah tenda terpal beralaskan tikar tipis. Meskipun begitu, Usman tetap bersyukur karena seluruh anggota keluarganya selamat.
"Harta, benda, rumah kita ikhlaskan saja. Saya mengucap syukur masih dapat berkumpul dengan keluarga, karena keluarga yang utama," imbuh Usman pada tim www.esdm.go.id di posko pengungsian Petobo Atas, Sulawesi Tengah, Kamis (18/10/2018).
Walaupun tinggal di pengungsian, tenda-tenda itu tetap terang di malam hari. Tiap-tiap tenda yang ada di pengungsian tersebut sudah menggunakan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) yang merupakan bantuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE).
Selain dipergunakan untuk penerangan di malam hari, paket LTSHE tersebut juga dimanfaatkan warga untuk mengisi ulang daya baterai telepon genggam mereka. Sebelum adanya bantuan LTSHE, warga biasanya hanya mengandalkan api unggun dan lampu sepeda motor untuk memberi penerangan di malam hari.
200 paket LTSHE menjadi terang bagi warga di pengungsian terdampak bencana Sulawesi Tengah. Atas bantuan tersebut, Usman dan pengungsi lainnya merasa bersyukur dan berterima kasih atas nyala yang diberikan. Warga tidak perlu lagi menahan pedih di mata karena terkena asap dari api unggun yang sebelumnya menjadi satu-satunya sumber penerangan di malam hari. "Terima kasih sekali tidak gelap lagi di sini," ungkap Usman.
Usman dan warga terdampak memiliki harapan-harapan tersendiri untuk dapat bangkit dari pukulan musibah ini. Seperti diungkapkan Usman, "Palu bisa bangkit, Palu bisa semangat," disela-sela perbincangan malam itu.