MPR Tunggu Sikap Resmi PHDI Terkait Amandemen UUD
Kedatangan Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid dan Arsul Sani di Kantor Pusat Parisada Hindu Dharma (PHDI), Jl. Anggrek Neli, Jakarta, 10 Desember 2019,
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Kedatangan Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid dan Arsul Sani di Kantor Pusat Parisada Hindu Dharma (PHDI), Jl. Anggrek Neli, Jakarta, 10 Desember 2019, disambut istimewa oleh seluruh jajaran Pengurus PHDI. Begitu tiba, pimpinan MPR langsung diterima oleh Ketua Umum PHDI Wisnu Bawa Tenaya.
Jazilul Fawaid dalam pertemuan yang dijalin secara akrab dan kekeluargaan itu mengatakan, kehadirannya ke organisasi perwakilan ummat Hindu itu untuk meminta masukan terkait adanya rencana MPR melakukan amandemen UUD NRI Tahun 1945.
"Hanya MPR yang bisa mengubah UUD", ujarnya. Diungkapkan, selepas MPR melalukan amandemen sebanyak 4 kali, selanjutnya lembaga ini belum pernah lagi melakukan hal yang sama.
Baca: Ketua MPR Dorong Pemerintah Akselerasi Pembangunan SDM
Dikatakan, MPR Periode 2014-2019 mengeluarkan rekomendasi terbatas tentang sistem ketatanegaraan untuk mengikuti perkembangan jaman.
"Bila dibutuhkan, ada upaya untuk menghidupkan kembali haluan negara", ujar pria asal Bawean, Jawa Timur, itu.
Haluan negara dirasa perlu sebab saat ini pembangunan yang dilakukan oleh kepala daerah hanya berdasarkan visi dan misi masing-masing sehingga berjalan sendiri-sendiri dan tak terintegrasi.
Menyerap aspirasi mengenai perlu dan tidaknya amandemen, dirinya menyebut MPR telah melakukan kunjungan ke berbagai ormas agama dan partai politik. "Ini perlu kita komunikasikan", tuturnya.
Baca: Rapat Pleno Badan Pengkajian MPR, Serap Aspirasi untuk Pokok-Pokok Haluan Negara
"Nah bila ada keinginan melakukan amandemen, mana saja yang diubah", ucapnya. Untuk itu MPR menunggu sikap resmi PHDI terkait itu.
Hal serupa diungkapkan Arsul Sani. Dikatakan kedatangan pimpinan MPR ke PHDI dan organisasi lainnya untuk mendengar suara masyarakat. Disampaikan kepada para tokoh ummat Hindu tersebut, MPR ingin menjadi rumah kebangsaan.
"Yang kurang terdengar di DPR, kita tampung terutama terkait isu kebangsaan", ujar pria asal Pekalongan, Jawa Tengah, itu. Ia menyebut perlu masukan atau suara kebangsaan yang diutarakan oleh ummat Hindu.
Dalam kesempatan tersebut, Jazilul menyebut MPR saat ini dipimpin oleh 10 orang. Hal demikian dikatakan sebagai pimpinan terbanyak dalam sejarah MPR. "MPR diharap sebagai lembaga permusyawaratan sebab semua fraksi dan kelompok DPD ada", ujarnya. Pertemuan dengan PHDI dikatakan sangat strategis sebab peran tokoh agama penting untuk ikut memperkuat sendi-sendi bangsa.
Baca: Basarah Sebut Amandemen UUD 1945 Terbatas Pada Pasal 3 Tambah Wewenang MPR Tetapkan Haluan Negara
Dipaparkan, tugas MPR saat ini melakukan Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. "Untuk menjaga kerukunan bangsa", tegasnya.
"Bila salah satu pilar tadi lepas maka porak porandalah negeri ini", tambahnya. Dalam masalah sosialisasi,diakui MPR tidak bisa sendiri. Perlu keterlibatan dengan semua pihak. "Untuk itu kami mengajak PHDI untuk ikut melakukan sosialisasi", ucapnya.
Baca: Pimpinan MPR Terima Pandangan dan Sikap Resmi MUI Terkait Amandemen UUD
KS Arsana, salah satu tokoh ummat Hindu yang hadir dalam pertemuan itu mengatakan organisasinya sepakat Pancasila sebagai dasar negara karena Pancasila mampu menyatukan keragaman bangsa Indonesia.
Dirinya berharap agar Pancasila dijadikan azas bagi semua organisasi untuk menjadi landasan konstitusional. (*)