Kemenhub Tegaskan Tak Ada Kompromi atas Pelanggaran Kelaiklautan Kapal
Pemerintah meminta para operator pelayaran untuk mengutamakan kelaiklautan kapal untuk mendukung keselamatan dan keamanan pelayaran.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM – Dalam rangka meningkatkan keselamatan pelayaran di wilayah Indonesia, Kementerian Perhubungan cq. Ditjen Perhubungan Laut tegaskan tidak ada kompromi terhadap pelanggaran kepatuhan terhadap kelaiklautan kapal yang merupakan salah satu aspek penting yang menjadi kebutuhan mutlak dan tanggung jawab bersama, baik regulator, operator, termasuk para pengguna jasa.
Pemerintah secara berkesinambungan terus meminta para operator pelayaran untuk mengutamakan kelaiklautan kapal untuk mendukung keselamatan dan keamanan pelayaran.
Para awak kapal yang bertugas wajib memastikan peralatan keselamatan pelayaran berfungsi dengan baik, dalam jumlah yang memadai, serta muatan penumpang dan barang di kapal tidak melebihi kapasitas.
Selama kurang lebih 1 (satu) bulan sejak tanggal 26 Juli 2020 hingga tanggal 26 Agustus 2020, Ditjen Perhubungan Laut melalui Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) Kelas II Bitung telah berhasil menyelesaikan kasus penegakan hukum tindak pidana di bidang pelayaran sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
“Kami berhasil menyelesaikan suatu kasus yang melibatkan Nakhoda Kapal TB. Tanjung Bahari 18 / BG. Bahari 3008 berbendera Indonesia yang terbukti melakukan tindak pidana di bidang pelayaran yaitu melayarkan kapal yang tidak laik laut sesuai dengan Petikan Putusan dari Pengadilan Negeri Bitung Nomor 135/Pid.B/2020/PN tanggal 26 Agustus 2020,” ujar Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Ahmaf, di Jakarta, (1/9/2020).
Ahmad mengatakan pihaknya sangat mendukung dan mengapresiasi kinerja Pangkalan PLP Kelas II Bitung yang berhasil menyelesaikan suatu kasus penegakan hukum tindak pidana di bidang pelayaran.
“Sesuai dengan arahan Bapak Dirjen Perhubungan Laut, saya menekankan untuk tetap menjaga integritas dalam menjalankan proses hukum dan agar tetap sesuai dengan regulasi demi terciptanya keselamatan pelayaran,” kata dia.
Baca: Bantu Mengentaskan Kemiskinan, Kemenhub Beberkan Penyelenggaraan Subsidi Angkutan Laut
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pangkalan PLP Kelas II Bitung, Johan Christoffel menjelaskan, kejadian ini berawal pada saat Kapal Patroli KN. Pasatimpo – P.212 milik Pangkalan PLP Kelas II Bitung yang dikomandani oleh Fadly Togas Djafar sedang melaksanakan patroli keselamatan maritim (PATKESMAR) pada hari Sabtu tanggal 25 Juli 2020 di perairan Batu Putih Bitung.
Saat melakukan patroli, KN. Pasatimpo – P.212 menemukan kapal yang mencurigakan dan langsung memeriksa kapal tersebut, yaitu Kapal TB. Tanjung Bahari 18 / BG. Bahari 3008 bendera Indonesia yang sedang melaksanakan pelayarannya dari Pelabuhan Bayah Labuan Banten menuju Bitung Sulawesi Utara.
Adapun temuan yang didapati oleh tim pemeriksa KN. Pasatimpo - P.212 yaitu Radio SSB sudah rusak, ijin Stasiun Radio Kapal Laut habis masa berlaku 27 Juni 2020, Certificate Of Re-Inspection Inflatable Life Raft dan Certificate Of Re-Inspection Inflatable Of Fire Exthinguisher sudah habis masa berlakunya pada tanggal 7 Juli 2020 dan Jurnal Radio tidak ada di atas kapal.
“Sertifikat Nasional Sistem Anti Tritip TB. Tanjung Bahari 18 dan BG. Bahari 3008 juga belum dilaksanakan pengukuhan yang seharusnya dilaksanakan pada bulan Maret 2020,” ujar Johan Christoffel.
Setelah mempelajari dan meneliti berkas awal pemeriksaaan Kapal, Johan Christoffel menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin/1/1/PPNS/PLP-Btg-2020 tanggal 27 Juli 2020 kepada Tim Penyidik yang diketuai oleh Sabar Maima Hasugian yang pada saat dimulainya penyidikan menjabat selaku Kepala Operasi Pangkalan PLP Kelas II Bitung guna untuk melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang pelayaran yang dilakukan oleh Nakhoda Kapal TB. Tanjung Bahari 18 / BG. Bahari 3008 bendera Indonesia.
Selama proses penyidikan, Pangkalan PLP Bitung terus melakukan koordinasi dengan pimpinan di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dalam hal ini kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut dan Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai.
Sidang dilaksanakan sebanyak tiga kali yaitu sidang pertama pada hari rabu tanggal 19 Agustus 2020 dengan agenda sidang mendengarkan keterangan saksi-saksi dan tersangka, sidang kedua pada Senin (24/8/2020) dengan agenda sidang pemeriksaan barang bukti serta dilanjutkan dengan pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Pada sidang ketiga atau sidang terakhir (Rabu, 26/8/2020) dengan agenda sidang pembacaan putusan majelis hakim dengan ketetapan bahwa tersangka yang menjadi Nakhoda Kapal dinyatakan sah bersalah melanggar Pasal 302 Ayat (1) dan Pasal 117 Ayat (2) Undang - undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.
“Kami berharap kejadian seperti ini tidak ada lagi. Untuk itu, kami mengajak semua pelaku pelayaran agar tunduk dan patuh terhadap pemenuhan aspek keselamatan dan keamanan pelayaran termasuk kelaiklautan kapal. Keselamatan pelayaran merupakan tanggung jawab kita bersama, Pemerintah, Operator dan juga masyarakat," tutup Johan. (*)