Ahmad Basarah Memberi Apresiasi atas Permintaan Maaf PM Belanda
Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah memberi apresiasi kepada PM Belanda Mark Rutte yang akhirnya meminta maaf kepada rakyat Indonesia.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah memberi apresiasi atas permintaan maaf yang mendalam dari Perdana Menteri Belanda Mark Rutte kepada rakyat Indonesia. Permintaan maaf Rutte atas penggunaan kekerasan secara sistematis oleh militer Belanda pada masa perang kemerdekaan 1945 - 1949 ini disampaikan di Brussel, ibukota Belgia yang secara de facto juga Ibukota Uni Eropa pada Kamis (17/2/2022).
Selanjutnya Basarah menyatakan bahwa pengakuan ini merupakan langkah maju dan sesuatu yang melegakan bagi keluarga korban. "Pengakuan akan kekerasan sistemik yang dilakukan militer Belanda ini merupakan langkah maju yang patut kita apresiasi, dan memberi kelegaan bagi keluarga korban, ibarat beban berat yang terlepas" ungkap Basarah Jumat (18/2/2022) di Jakarta.
Basarah yang juga merupakan Ketua Bidang Luar Negeri DPP PDI Perjuangan ini menyampaikan bahwa pemerintahan sebelum Rutte tidak pernah meminta maaf secara langsung dan mengakui kekerasan ekstrem yang sistemik dan tersebar masif. Pemerintah terdahulu hanya menyampaikan bahwa mereka (militer Belanda) kasar, namun tidak dapat dihindari (situasinya).
Basarah berharap agar itikad baik pemerintah Belanda ini tidak hanya berhenti sampai permintaan maaf saja, namun harus ditindak lanjuti dengan pemberian kompensasi yang seimbang bagi keluarga korban dan bangsa Indonesia.
Seperti kita ketahui permintaan maaf PM Rutte ini dilakukan setelah adanya kajian yang di keluarkan oleh tiga lembaga riset sejarah di Belanda. Kajian sejarah ini menemukan bahwa militer Belanda menggunakan kekerasan ekstrim, termasuk kepada masyarakat sipil secara sistemik dan tersebar masif, selama perang kemerdekaan 1945 -1949.
Investigasi ini juga mementahkan pandangan lama bahwa prajurit Belanda hanya terlibat dalam sejumlah kekerasan sporadis sebagai upaya mengambil alih kembali kendali koloni setelah Perang Dunia II.
Lebih lanjut Riset ini menunjukkan bahwa seringkali kekerasan ini memang disengaja, tidak hanya dilakukan militer Belanda, bahkan diketahui dan secara tidak langsung direstui oleh politisi, pegawai negeri dan hakim hakim Belanda. Sehingga yang terjadi adalah keinginan kolektif untuk memaafkan, memberi pembenaran, menutupi dan membiarkan berlalu tanpa hukuman. Semua untuk tujuan yang lebih besar yakni memenangkan perang.
Dijelaskan dalam laporan tersebut, telah terjadi perlakuan yang menyimpang, penyiksaan, eksekusi tanpa pengadilan, penahanan dalam kondisi yang tidak manusiawi, pembakaran dan penghancuran rumah-rumah serta kampung-kampung, penjarahan, serta penangkapan dan pengasingan masal.
Menutup pembicaraan, Basarah berharap agar permintaan maaf ini dapat meningkatkan kesepahaman antara pemerintah Indonesia dan Belanda serta merekatkan hubungan kedua negara yang memang punya hubungan sejarah panjang.