Wakil Ketua MPR RI Membahas Investasi Telkomsel ke GOTO
Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan mempertanyakan investasi PT. Telkomsel ke GOTO yang setara dengan Rp5 Triliun.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan mempertanyakan adanya investasi PT. Telkomsel di GOTO (Perusahaan merger Gojek dan Tokopedia) yang mencapai USD 370 juta atau setara Rp5 Triliun.
Pasalnya, harga saham GOTO kini anjlok 50 % lebih sejak IPO, hingga ke angka Rp194/lembar.
Anjloknya harga saham GOTO ini menunjukkan mungkin tidak adanya perhitungan yg matang atau risk management yg baik dalam investasi yang dilakukan PT. Telkomsel yang merupakan anak perusahaan BUMN Telkom. Harga saham GOTO turun hingga 26,9 % dari harga pembelian yang dilakukan oleh PT. Telkomsel sebesar Rp265,5/lembar.
Syarief Hasan menilai, investasi yang dilakukan oleh PT. Telkomsel sangat merugikan,dan karena termasuk uang Rakyat maka penegak hukum harus mendalami kasus besar ini. Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini mempertanyakan potensi konflik kepentingan dalam investasi tersebut.
"Telkomsel yang telah menyuntik GOTO hingga Rp5 Triliun adalah uang Rakyat. Kita melihat juga adanya potensi konflik kepentingan di dalam persoalan ini. Bagaimana tidak, pemilik saham besar GOTO adalah lingkaran keluarga dari beberapa nama pejabat pemerintahan di negeri ini sehingga banyak masyarakat yang bertanya-tanya," ungkap Syarief Hasan.
Ia juga mempertanyakan poin perjanjian kerjasama PT. Telkomsel dengan GOTO. Juga mengingatkan posisi PT. Telkomsel sebagai anak perusahaan BUMN.
"Tentu kita bertanya-tanya, apa yang menjadi aset dari GOTO ini sehingga PT. Telkomsel sangat berani berinvestasi triliunan rupiah? Harusnya ini semua dijelaskan secara terbuka dan transparan oleh PT. Telkomsel dan sebaiknya di audit dan hasilnya disampaikan ke Rakyat," Ungkap Syarief Hasan.
"Perlu diingat bahwa PT. Telkomsel adalah anak perusahaan BUMN PT. Telkom. Perusahaan ini adalah milik negara sehingga merugikan perusahaan akibat kebijakan yang salah tentu masuk kategori merugikan negara," tegasnya.
Politisi senior Partai Demokrat ini juga mengingatkan Menteri BUMN untuk melakukan evaluasi.
"Menteri BUMN harus mengambil tanggungjawab untuk melakukan evaluasi dan harus menghindari konflik kepentingan. Kita tidak ingin mendengar BUMN rugi karena kebijakan keliru dan cenderung merugikan negara akibat adanya kepentingan pribadi," tutup Syarief Hasan mengingatkan.