Kemenhub Tingkatkan Pengawasan dan Penataan Kabel Bawah Laut
Bangunan dan/atau instalasi di perairan merupakan insfrastruktur penting sebagai penunjang perekonomian nasional yang cukup besar untuk meningkatkan d
Editor: Content Writer

TRIBUNNEWS.COM - Bangunan dan/atau instalasi di perairan merupakan insfrastruktur penting sebagai penunjang perekonomian nasional yang cukup besar untuk meningkatkan devisa negara, sehingga perlu untuk di tata, di jaga, dan dilestarikan keberadaannya.
Kondisi ini mengingat penataan kabel dan pipa bawah laut sangat penting untuk menjaga stabilitas nasional di bidang minyak dan gas bumi, serta kabel listrik dan telekomunikasi, serta pipa bawah laut yang merupakan infrastruktur berbentuk pipa yang dibuat untuk mentransfer dan mengirimkan jenis minyak dan gas melalui laut yang dipasang dengan instalasi khusus, sehingga perlu diatur terkait koridor dan peletakan dari pipa itu sendiri sebagai langkah pengamanan dan penataan pipa di bawah laut.
Hal ini sejalan sejalan dengan dibentuknya Tim Nasional Penataan Alur Pipa dan/atau Kabel Bawah Laut, sehingga di perlukan sinergitas antara kementerian dan lembaga serta stakeholder terkait.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Capt. Weku Frederik Karuntu saat membuka Workshop Peran Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Dalam Pengamanan Dan Penataan Pipa Bawah Laut, di Jakarta.
Menurutnya, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian pada Pasal 127, bahwa pekerjaan bawah air mengamanatkan kegiatan pemasangan kabel bawah laut, pipa bawah laut, bangunan dan/atau instalasi bawah laut menjadi tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Sedangkan, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Kegiatan Pekerjaan Bawah Laut telah diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 40 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 129 Tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut dan Bangunan dan/atau Instalasi di Perairan.
“Bangunan dan/atau Instalasi di perairan yang meliputi bangunan atau instalasi utama pada kegiatan minyak dan gas bumi yang tidak termasuk kategori Terminal Khusus/Terminal Untuk Kepentingan Sendiri antara lain anjungan lepas pantai (platform), Tension Leg Platform (TLP), Drilling Platform, Production/Treatment Platform, Floating Production Unit (FPU), Mobile Offshore Production Unit/Mobile Offshore Drilling Unit (Mopu/Modu), Sumur Pengeboran (Wellhad Platform), Sumur Pengeboran Bawah Air (Subsea Wellhead Platform), dan Pipe Line End Manifold (Plem), dan pipa/kabel bawah laut,” kata Capt Weku.
Capt Weku juga menjelaskan bahwa kegiatan minyak dan gas bumi melalui pipa bawah laut merupakan kegiatan yang sangat beresiko sehingga diperlukan sinergitas antara Kementerian dan Lembaga serta Stakeholder dalam upaya peningkatan pengawasan terhadap pipa penyalur bawah laut, pengangkutan ataupun pengiriman produksi minyak dan gas bumi yang selama ini dilaksanakan melalui pipa bawah laut dan berada di jalur pelayaran yang tergelar dan tergambarkan di Peta Laut Indonesia, maupun melalui kapal tanker sehingga pemerintah perlu melakukan pengamanan dan penataan hingga hidrokarbon di produksi.
”Penempatan pipa bawah laut dianggap lebih ekonomis ditinjau dari sudut keselamatan dan lingkungan, karena merupakan sarana transportasi minyak yang paling efisien hingga minyak tersebut dapat digunakan oleh masyarakat maupun ekspor,” kata Capt. Weku.
Menurutnya, hal yang cukup penting diperhatikan adalah pada saat penggelaran pipa bawah laut dari sisi penempatan, pemendaman dan penandaan dengan menggunakan metode-metode S-Lay, J-Lay dan Reel Lay sehingga pipa tersebut stabil di bawah permukaan laut dengan menggunakan kapal kerja yang memiliki spesifikasi khusus sesuai dengan ketentuan internasional.
Dalam pelaksanaan pengawasannya, Ditjen Perhubungan Laut mengajak stakeholder untuk bekerja sama dalam mengamankan pipa penyalur bawah laut ini agar aman terutama dari masyarakat pelayaran sehingga terhindar dari garukan jangkar ataupun kapal-kapal untuk tidak membuang jangkar.
Selanjutnya, setelah penggelaran dilaksanakan sangat diperlukan penggambaran pada peta laut Indonesia sehingga dengan tergambarnya di Peta Laut Indonesia untuk memudahkan kapal-kapal yang berlayar menghindari area tersebut, sehingga akan meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran dalam bernavigasi.
Hal ini juga telah diamanatkan pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 7 Tahun 2019 tentang pemasangan dan pengaktifan sistem identifikasi otomatis bagi kapal yang berlayar di wilayah perairan Indonesia.
Oleh karena itu, menurut Capt Weku pengawasan yang dilaksanakan oleh para Unit Pelaksana Teknis di lapangan diperlukan kerja sama dari pemilik pipa/stakeholder untuk saling berkerja sama.