Perkuat Ketahanan Ekonomi Nasional, Lestari: Antisipasi Dampak Krisis Global
dampak krisis global dan perubahan iklim yang terus berlanjut mesti diantisipasi dengan sejumlah kebijakan yang menunjang ketahanan ekonomi dalam nege
Editor: Content Writer
Menurut Wiwiek, potensi resesi harus diwaspadai karena dampaknya luar biasa terhadap ketersediaan lapangan kerja, investasi dan kebijakan ekonomi dalam negeri.
Namun, ungkap dia, dari hasil survey Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) secara umum masyarakat tidak melihat kekhawatiran terjadi resesi ekonomi di Indonesia, meski masyarakat melihat juga adanya kenaikan harga minyak dan bermunculannya pengangguran.
Wiwiek mendorong kerja sama yang kuat antara pemerintah dan swasta sehingga menghasilkan kebijakan yang komprehensif di sisi ekonomi makro dan sektor ekonomi mikro dengan mengembangkan potensi lokal setiap daerah.
Menurut Wiwiek, perlu dikembangkan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, akademisi dan kalangan bisnis, dalam proses penguatan sektor ekonomi mikro.
Selama ini, ungkap dia, kebijakan-kebijakan makro sulit dipahami oleh masyarakat bawah, sehingga perlu didekati dengan kebijakan yang diterapkan secara bersamaan untuk penguatan di sektor makro dan ekonomi mikro.
Founder dan Ekonom CORE Indonesia, Hendri Saparini, Ph.D menilai kekhawatiran resesi di dalam negeri karena perekonomian negara partner dagang Indonesia pertumbuhan ekonominya melambat merupakan hal yang wajar.
Namun, jelas Hendri, secara teknis kondisi inflasi membaik, meski belum mencapai level sebelum pandemi. Diakui dia, hingga saat ini Indonesia belum memiliki kebijakan moneter yang efektif mencegah aliran dana keluar ke negeri.
Nilai tukar rupiah, tambah Hendri, tertekan selama dibayangi kekhawatiran kenaikan suku bunga The Fed. Meski diakuinya cadangan devisa Indonesia masih cukup kuat untuk menopang gejolak nilai tukar rupiah.
Di sisi lain, ungkap dia, nilai ekspor Indonesia juga melambat karena negara tujuan ekspor Amerika Serikat dan China saat ini mengedepankan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas lewat ekonomi hijaunya.
Bila kondisi tersebut tidak segera disikapi dengan tepat, tambah Hendri, akan menimbulkan masalah serius di sektor manufaktur.
Menurut Hendri untuk merealisasikan pertumbuhan ekonomi 5 persen pada 2023 dan 2024 bukan masalah besar.
Baca juga: Lestari Moerdijat: Perlu Adanya Advokasi Kebijakan untuk Bangun Kesadaran Akan Kesehatan Tulang
Karena sejatinya, tegas dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia 70 persen bertumpu pada ekonomi dalam negeri. Sehingga masih banyak ruang bagi kita untuk bertahan dari ancaman krisis.
Hendri berpendapat perlu dibenahi strategi dan arah pembangunan ekonomi dalam jangka panjang, karena pertumbuhan ekonomi 5 persen saja tidak cukup.
Perekonomian Indonesia butuh tumbuh lebih tinggi dan inklusif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan.