Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lestari Moerdijat: Revisi UU ITE Harus Mampu Perkuat Perlindungan terhadap Setiap Warga Negara

Revisi kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) diharapkan mampu memperkuat aspek perlindungan setiap warga negara yang merupak

Editor: Content Writer
zoom-in Lestari Moerdijat: Revisi UU ITE Harus Mampu Perkuat Perlindungan terhadap Setiap Warga Negara
Istimewa
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat 

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat  mengungkapkan perbaikan kebijakan terkait teknologi informasi membutuhkan perhatian yang terpusat pada manusia dan infrastruktur yang mendukungnya dalam rangka mewujudkan perlindungan bagi setiap warga negara.

"Revisi kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) diharapkan mampu memperkuat aspek perlindungan setiap warga negara yang merupakan amanah dari konstitusi kita ," kata Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Undang-Undang ITE Perubahan Kedua: Solusi Atau Ancaman? yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 (FDD 12), Rabu (6/12).

Diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukanie, Ph.D (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Muhammad Farhan (Anggota Komisi I DPR RI), Dr. Usman Kansong, S.Sos, M.Si. (Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI) dan Dr. Asep Setiawan, M.A (Anggota Dewan Pers) sebagai narasumber.

Selain itu hadir pula Nenden S. Arum (Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi, Southeast Asia Freedom of Expression Network /SAFEnet)

Kehadiran UU ITE, ujar Lestari, sejatinya sama seperti undang-undang lainnya sebagai bagian dari upaya negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, sebagaimana diamanatkan Pembukaan Konstitusi UUD 1945.

Namun, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, kehadiran sejumlah 'pasal karet' pada UU ITE justru terkesan meniadakan esensi perlindungan sebagaimana ditegaskan UUD 1945.

Akibatnya, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, polemik penanganan kasus berbasis implementasi UU-ITE justru memantik kritik dari masyarakat akan prinsip keadilan, rasa aman melalui kepastian hukum bagi anak bangsa.

Berita Rekomendasi

Menurut Rerie, upaya merevisi UU ITE harus
memperhatikan bahwa tugas negara adalah
menjamin keberlanjutan transaksi informasi dan komunikasi masyarakat dengan tetap mempertimbangkan aspek keamanan, pertahanan dan kedaulatan negara.

Dengan demikian, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, UU-ITE menjadi bagian dari sistem perlindungan yang utuh, menyematkan nilai kebangsaan dalam dinamika perlindungan tanpa
membiarkan manusia sebagai obyek teknologi semata.

Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan berpendapat upaya revisi UU ITE yang kedua ini merupakan revisi yang terbatas.

Sejumlah pihak, diakui Farhan, mengusulkan penghapusan 'pasal karet', tetapi pemerintah dan DPR hanya mengubah substansi dari pasal-pasal tersebut.

Sebagai contoh, tambah dia, Pasal 27 pada UU ITE yang mengatur distribusi, produksi informasi dan dokumen di ruang digital, yang dikhususkan untuk konten yang melanggar susila, perjudian, pencemaran nama baik dan ancaman.

Jadi, ujar Farhan, interpretasi penyidik dan penuntut dalam memaknai pasal-pasal pada UU ITE harus terus disempurnakan.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Usman Kansong berpendapat pertandingan di era informasi ini adalah antara internet yang aman dan kebebasan berpendapat yang terus berlanjut.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas