Dorong Pemerintah Kaji Ulang Kenaikan Pajak Hiburan, Bamsoet: Suara Pelaku Usaha Perlu Didengar
Menurut Bamsoet, kenaikan pajak hiburan selain dapat memberatkan pelaku usaha juga berpotensi menimbulkan dampak negatif.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Ketua MPR PRI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendorong pemerintah untuk mengkaji ulang kenaikan pajak hiburan. Wakil Ketua Partai Golkar ini beranggapan, suara para pelaku usaha di industri hiburan juga perlu didengar dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
Menurut Bamsoet , perlu dilakukan kembali kajian mendalam dan dialog yang lebih intensif dengan pelaku usaha hiburan guna mencari solusi terbaik, yang dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan fiskal negara dan kelangsungan usaha para pengusaha hiburan.
"Pemerintah dan DPR diharapkan untuk membuka ruang dialog yang lebih luas dengan melibatkan semua pihak terkait. Suara para pelaku usaha hiburan perlu didengar dengan baik dalam proses pengambilan keputusan ini. Sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat lebih memperhitungkan berbagai aspek dan kepentingan yang ada," ujar Bamsoet usai menerima pemilik Phantom Rudy Salim di Kebumen, Minggu (21/1/24).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) pasal 58 ayat 2, menyebutkan bahwa khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen. Kenaikan tersebut kemudian memunculkan sejumlah kontroversi dari para pelaku usaha hiburan.
Baca juga: Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Bersama LDII Kebumen, Bamsoet Ajak Cegah Keterbelahan Umat beragama
"Kenaikan pajak hiburan sebesar ini dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap industri hiburan. Selain memberatkan para pelaku usaha, kenaikan pajak sebesar ini berpotensi menimbulkan dampak negatif. Seperti peningkatan harga tiket masuk, penurunan daya beli masyarakat, dan bahkan berdampak pada kelangsungan usaha para pelaku industri hiburan," kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini memaparkan, dibanding negara lain pajak hiburan di Indonesia tergolong tinggi. Dicontohkan, Thailand menerapkan pajak hiburan hanya 5 persen demi menarik wisatawan.
Merujuk pada The Economic Times, pemerintahan Thailand melakukan pemotongan pajak minuman beralkohol dan tempat hiburan untuk meningkatkan pariwisata di negara tersebut. Langkah-langkah yang disetujui termasuk memotong pajak atas anggur dari 10% menjadi 5% dan menghilangkan pajak atas minuman beralkohol yang sebelumnya sebesar 10%. Selain itu, pajak cukai tempat hiburan akan dikurangi setengahnya, dari 10% menjadi 5%.
Baca juga: Dalam Perilisan Buku ke-32, Bamsoet Tegas Menghargai Keputusan Mahkamah Konstitusi Terkait TAP MPR
"Kini Thailand merupakan negara ASEAN yang paling ramai akan wisatawan mancanegara. Pajak hiburan Indonesia yang melonjak tinggi ke tingkat minimum 40% merupakan posisi teratas dibandingkan Singapura sebesar 15%, Malaysia yang berada di angka 10%, dan Amerika Serikat (Chicago) di angka 9%. Dikhawatirkan tingginya pajak hiburan di Indonesia, bisa membuat daya tarik Indonesia menurun dibandingkan negara-negara tetangga," pungkas Bamsoet. (*)