Peran Audit Kasus Stunting dalam Upaya Menurunkan Angka Stunting
BKKBN kembali menggelar Kegiatan Praktik Baik Audit Kasus Stunting Indonesia Untuk 5 PASTI (AKSI PASTI) Seri ke-4 Tahun 2024 secara virtual.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN) kembali menggelar Kegiatan Praktik Baik Audit Kasus Stunting Indonesia Untuk 5 PASTI (AKSI PASTI) Seri ke-4 Tahun 2024 secara virtual. Acara ini disiarkan langsung melalui akun YouTube @BKKBN Official pada Rabu (20/11).
Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak Kemendukbangga/BKKBN, dr. Irma Ardiana, MAPS mengatakan, "Melalui Audit Kasus Stunting (AKS) kita bisa banyak belajar, utamanya dari pemerintah kabupaten/kota untuk bisa menggalang komitmen dari berbagai pemangku kepentingan."
Menurut Irma, banyak kisah dan pembelajaran menarik lain di daerah, yakni masyarakat kabupaten/kota sampai mendaftarkan keluarga tim audit sebagai penerima bantuan iuran jaminan kesehatan, memfasilitasi akte lahir, isbat nikah, memastikan penerimaan bantuan sosial, hingga akses pelatihan kerja bagi orang tua tim audit.
Pada kesempatan ini, Menteri Kemendukbangga/Kepala BKKBN, Dr. H. Wihaji, S.Ag, M.Pd, yang dalam hal ini diwakili Deputi Keluarga Sejahtera-Pemberdayaan Keluarga (KSPK), Nopian Andusti, SE, MT, menyampaikan apresiasinya kepada dua kabupaten.
Kabupaten yang dimaksud adalah Bener Meriah di Provinsi Aceh, dan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) di Provinsi Sumatera Selatan. Apresiasi diberikan karena kedua kabupaten tersebut terpilih untuk menyampaikan Praktik Baik Audit Kasus Stunting Indonesia untuk 5 PASTI (AKSI PASTI) Seri 4 Tahun 2024.
Kegiatan ini merupakan tahun ketiga pelaksanaan AKS dan tahun terakhir masa berlakunya Perpres 72/2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Nopian mendorong agar seluruh kabupaten/kota melakukan percepatan realisasi anggaran dan tahapan pelaksanaan AKS Siklus II, sehingga dapat mencapai target yang telah ditetapkan.
Berdasarkan aplikasi Morena per 19 November 2024, realisasi anggaran Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) AKS masih sangat rendah sebesar 45,48 persen dengan realisasi anggaran Rp 18.842.612.947 dari total anggaran Rp 41.433.995.740.
"AKS pada prinsipnya adalah implementasi konvergensi layanan tingkat keluarga. Semangat untuk melakukan audit kasus stunting adalah dukungan dari Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa dan masyarakat untuk dapat mengidentifikasi kasus-kasus risiko stunting mulai dari sasaran calon pengantin, ibu hamil, ibu pascapersalinan, dan baduta/balita," katanya.
Nopian menyampaikan bahwa Kemendukbangga/BKKBN memiliki tanggung jawab untuk mensosialisasikan dan mendorong kesadaran di semua pihak, mulai dari tingkat desa/kelurahan hingga kecamatan, agar membawa kasus-kasus yang rumit kepada para ahli.
Nopian berharap TPPS daerah memperkuat mekanisme operasional pendampingan keluarga berisiko stunting di lapangan melalui AKS. Selain menentukan diagnosis kasus, AKS juga bertujuan memperkuat manajemen pendampingan keluarga.
Baca juga: BKKBN Harap Program PASTI untuk Turunkan Angka Stunting Diperluas ke Provinsi Lain
Pendekatan yang dibangun memungkinkan para tim teknis, termasuk Tim Pendamping Keluarga (TPK), memiliki kemampuan literasi dan berbagi memakai data, memahami bentuk pendampingan yang diperlukan sesuai rekomendasi pakar/petunjuk tata laksana, dan memperbaiki serta meningkatkan kualitas data.
Di akhir sambutannya Nopian sangat mengharapkan AKS dapat memberikan dampak nyata bagi penurunan prevalensi stunting dengan mencegah terjadinya kasus serupa. Termasuk penurunan prevalensi stunting dapat dicapai dengan mencegah adanya kasus stunting baru.
"Oleh karena itu, sasaran pada keluarga berisiko stunting menjadi sangat penting untuk memastikan terjadinya perbaikan status risiko auditee pasca intervensi," ucap Nopian.
Praktik Baik AKS
Dalam kegiatan Praktik Baik Audit Kasus Stunting Indonesia Untuk 5 PASTI (AKSI PASTI) Seri 4 Tahun 2024, Pj. Bupati Bener Meriah, Ir. Mohammad Tunwier, MM, bersama dengan tim pakar, mengungkapkan bahwa ditemukan beberapa faktor risiko pada calon pengantin (Catin) berinisial AF, termasuk depresi, usia yang masih sangat muda, serta masalah ekonomi. Selain itu, juga ditemukan kasus ibu hamil yang mengalami 'skizofrenia'.
Kasus catin AF telah direkomendasi pakar agar dilakukan tes psikologi untuk mengukur kapasitas intelegensia, kemampuan menyesuaikan diri, menyelesaikan masalah, simpati dan empati, kemampuan sosial, dan motivasi diri (pakar psikolog).
Kemudian memeriksakan kesehatan secara periodik di puskesmas, pemberian terapi zat besi, asam folat, KIE kespro dan kontrasepsi, pendampingan rutin oleh TPK, peningkatan asupan gizi (PPG), usulan PPG dari Dana Desa & dinas kesehatan.
Untuk kasus ibu hamil dengan skizofrenia, para tim pakar merekomendasikan agar ibu hamil tersebut perlu rawat inap di RSU MK, pemberian rasa aman dan nyaman, motivasi keluarga (KIE Keluarga tentang bahaya merokok), pemantauan vital sign, dilakukan pendekatan secara psikoterapi supportif terkait kehamilannya, pemantauan gejala, psikososial dan masa depan pasien.
Kabupaten Bener Meriah telah melakukan inovasi-inovasi atau praktik baik AKS melalui sosialisasi pencegahan pernikahan dini di sekolah, edukasi oleh Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dalam menjemput bola bagi catin, dan PPKS di kantor balai, bimbingan perkawinan bagi catin di Kemenag, serta konseling DP3AKB.
Selain itu, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil dan balita selama 90 hari dari anggaran Dana Desa, ketahanan pangan, budidaya ikan dan ternak, pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi remaja putri dan ibu hamil, kegiatan posyandu, PAUD, Bina Keluarga Balita (BKB), Antenatal Care (ANC), pemberian bansos bagi sasaran.
Baca juga: BKKBN: Pria yang Vasektomi Masih Bisa Ereksi dan Ejakulasi
Bupati Penukal Abab Lematang Ilir, Dr. Ir. H. Heri Amalindo, MM, bersama tim pakar menyampaikan, AKS di Kabupaten PALI telah dilaksanakan di 65 desa dan enam kelurahan dengan sasaran keluarga berisiko stunting (catin, ibu hamil, ibu nifas dan balita) yang berpedoman pada 5 PASTI. Dilakukan secara konvergensi dan kolaborasi dari berbagai pihak.
Pada seluruh sasaran auditi telah dilakukan intervensi spesifik dan sensitif sesuai faktor risiko masing-masing, sehingga terjadi perubahan ke arah perbaikan pada tiap sasaran. Faktor risiko yang ditemukan pada ibu hamil adalah 4T (Terlalu muda, Terlalu dekat, Terlalu sering dan Terlalu tua hamil dan melahirkan) dan kondisi sosial ekonomi miskin (kurang mampu).
Faktor risiko pada balita di bawah dua tahun (baduta) meliputi kurangnya asupan gizi yang cukup, adanya infeksi tambahan seperti TB paru, anemia, serta imunisasi yang tidak lengkap. Sanitasi yang buruk juga bisa menyebabkan infeksi kronis yang berkontribusi pada timbulnya stunting.
Pendampingan keluarga berisiko stunting melalui TPK sangat berpengaruh baik pada perubahan perilaku dan pola asuh dari orang tua baduta dan balita.
Kabupaten PALI telah melakukan praktik baik melalui inovasi Kursi Biru Asik (Kursus Singkat kepada Ibu Menyusui Baru Asi Ekslusif). Ini sebagai upaya bersama lintas sektor meningkatkan motivasi para ibu untuk memberikan ASI ekslusif kepada bayi sehingga dapat menurunkan angka stunting.
Pada kegiatan AKS ada beberapa faktor penyebab baduta berisiko stunting. Salah satunya baduta tidak mendapatkan ASI eksklusif.
Selain itu, inovasi program Bapak/Bunda Asuh Anak Stunting (BAAS) juga dilakukan sebagai gerakan gotong royong. Program ini diharapkan dapat mencegah peningkatan jumlah kasus stunting di Kabupaten Pali melalui bantuan pemenuhan gizi dan nutrisi bagi anak dan keluarga berisiko stunting kategori kurang mampu.
Ada sebanyak lima perusahaan di Kabupaten Pali turut berpartisipasi dalam PPS dengan memberikan bantuan makanan siap santap tiga kali sehari selama enam bulan kepada 15 anak berisiko stunting.
Sementara bantuan berupa uang diberikan langsung kepada kepala desa sebagai penanggung jawab kegiatan. Selanjutnya dikelola oleh kader TPK bersama ahli gizi puskemas yang menyusun menu makanan setiap hari.
Berikutnya, makanan siap santap diantarkan langsung oleh kader TPK secara bergantian untuk memastikan makanan tersebut benar-benar di makan oleh balita penerima bantuan.
Bantuan juga berbentuk bibit lele, diberikan kepada keluarga balita berisiko stunting. Ada pula kegiatan pelatihan parenting, bertujuan untuk memberikan pola asuh yang baik terhadap orang tua yang memiliki balita untuk pencegahan stunting.
Dilakukan juga sosialisasi untuk mencegah pernikahan usia dini dengan memberikan edukasi kepada remaja mengenai risiko pernikahan dini serta pentingnya kesiapan fisik, mental, dan finansial sebelum memutuskan untuk menikah. (*)
Baca juga: 71 Ribu Perempuan Indonesia Memilih Childfree, BKKBN: Bisa Membuat Depopulasi