Lestari Moerdijat: Berkebaya Bagian Upaya Pelestarian Budaya dan Memperkokoh Identitas Perempuan
Gerakan Bangga Berkebaya yang digaungkan saat ini merupakan perwujudan solidaritas dan persatuan perempuan dalam mendukung pelestarian budaya.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menyebut bahwa gerakan bangga berkebaya harus diperluas karena merupakan bagian upaya pelestarian warisan budaya bangsa, sekaligus memperkokoh identitas perempuan Indonesia.
"Perempuan berkebaya sesungguhnya merupakan penghormatan kepada para pendahulu bangsa yang mempertahankan identitasnya dalam arus modernisasi, sekaligus berjuang untuk kesetaraan berdasarkan rasa cinta tanah air," kata Lestari saat memberi sambutan pada acara peluncuran buku berjudul Kebaya: Keagungan Yang Diwariskan di Ruang Pustakaloka, Gedung Nusantara V, Kompleks DPR RI/MPR RI/DPD RI di Senayan, Jakarta, Selasa (26/11/2024).
Acara peluncuran buku tersebut dihadiri oleh sejumlah anggota parlemen perempuan, istri Anggota Kabinet Merah Putih, dan komunitas perempuan berkebaya di tanah air.
Menurut Lestari yang akrab disapa Rerie, kebaya merupakan warisan budaya yang terhubung dengan nasionalisme di Indonesia. Kebaya juga merupakan pakaian tradisional yang mencerminkan identitas perempuan sekaligus kekayaan budaya Indonesia.
Kebaya, jelas Rerie, merupakan cerminan identitas nasional yang berawal dari kemauan perempuan mempertahankan pemakaian batik sebagai “identitas”. Pada akhirnya, tegas dia, kebaya menjadi simbol pergerakan perempuan.
Baca juga: Rerie: Efektivitas dan Transparansi Pemanfaatan Anggaran Pendidikan Harus Dikedepankan
Gerakan Bangga Berkebaya yang digaungkan saat ini, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, merupakan perwujudan solidaritas dan persatuan perempuan dalam mendukung pelestarian budaya.
Rerie menyebut, pada masa kolonial Belanda, mempertahankan dan memelihara identitas
etnis merupakan bagian integral dari perjuangan dan keberlanjutan keunikan budaya.
Sejak awal abad XX, jelas Rerie, kebaya menjadi simbol persatuan dan pergerakan perempuan. Kebaya kemudian ditetapkan kembali menjadi pakaian nasional bagi perempuan pada awal pemerintahan Soekarno.
Baca juga: Lestari Moerdijat: Peningkatan Kompetensi dan Kapasitas Guru Butuh Dukungan Semua Pihak
"Dengan mengenakan kebaya, perempuan mulai mengisi berbagai ruang sosial dengan isu-isu kesetaraan di masa itu," ujar Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu.
Pada awal 2023, Indonesia bersama Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam sepakat mengusulkan kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO.
Pengusulan itu, jelas Rerie, berdasarkan pada kesadaran akan budaya bersama dan representasi sejarah kolektif, sekaligus menjadi simbol kebanggaan perempuan sekawasan.
"Gerakan Bangga Berkebaya pun mampu meningkatkan kebanggaan nasional dan menguatkan kohesivitas perempuan ASEAN," pungkasnya. (*)
Baca juga: Rerie: Pengembangan Diri Generasi Muda Penting untuk Tingkatkan Ekonomi Kreatif di Berbagai Daerah