Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

DPRD: Raperda Pajak dan Retribusi Daerah akan Pangkas Tumpang Tindih Kebijakan

Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan memastikan pihaknya telah medalami usulan Raperda Pajak dan Retribusi Daerah lewat RDPU

Editor: Content Writer
zoom-in DPRD: Raperda Pajak dan Retribusi Daerah akan Pangkas Tumpang Tindih Kebijakan
Istimewa
Ketua Bapemperda DPRD Provinsi DKI Jakarta, Pantas Nainggolan. 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan memastikan pihaknya telah medalami usulan Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dengan menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU).

Ia menjelaskan, Raperda itu diusulkan dengan semangat memangkas kebijakan yang selama ini tumpang tindih yang ada di dalam 17 Perda mengenai pajak dan retribusi yang dimiliki Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

“Raperda ini untuk menyederhanakan 17 Perda menjadi hanya satu Perda aja. Sehingga tidak tumpang tindih regulasi yang mengatur soal sumber pendapatan daerah dari sektor pajak,” ujarnya usai menggelar RDPU di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (6/11).

Pantas menyampaikan, RDPU sebagai awalan dibahasnya Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang digelar Bapemperda DPRD DKI Jakarta telah melibatkan banyak pihak.

“Semua masukan akan didalami lebih jauh sesuai dengan apa yang menjadi kompetensi DPRD dalam konteks Raperda ini,” terangnya.

Dalam kesempatan itu, Ketua DPC Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) DKI Jaya Syarief Hidayat meminta agar Rapera Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak memberatkan pelaku usaha sektor Migas.

“Kami seringkali mengalami keberatan pada saat harus membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pajak reklame, dan pajak air tanah yang boleh dibilang hampir setiap tahun,” katanya.

Berita Rekomendasi

Syarief berharap agar Raperda ini dapat mengatur tarif khusus untuk sektor Migas yang mendapat penugasan dari pemerintah dan tidak sepenuhnya komersil.

“Kami mohon dipertimbangkan apabila memungkinkan kami mendapatkan tarif khusus untuk PBB, pajak reklame, dan pajak air tanah dengan pertimbangan bahwa saat ini usaha distribusi BBM produk PT Pertamina dan LPG itu masih terkait dengan barang subsidi ke masyarakat,” ungkapnya.

Di lokasi yang sama, Ketua Umum Perkumpulan Pengelola Parkir Indonesia Muhammad Fauzan juga meminta agar Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur tarif parkir sesuai Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang mengamanatkan penurunan tarif parkir.

“Mungkin dari Pemprov DKI ataupun DPRD DKI Jakarta perlu mereview kembali tarif parkir, karena yang selama ini berjalan 12 tahun tarif parkir belum pernah disesuaikan karena akan berdampak juga pada pendapatan daerah dengan turunnya presentasi pajak parkir,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Program Studi (Kaprodi) Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI) Inayati berharap perumusan Raperda telah didasarkan pada pertimbangan keadilan sehingga tidak memberatkan rakyat, namun dapat mendongkrat Pendapatan Daerah.

“Kami mempertimbangkan beberapa hal termasuk apakah pemungutan pajak ini selain tidak memberatkan masyarakat juga mampu meningkatkan potensi penerimaan daerah, karena nanti juga akan digunakan untuk public social spending,” tuturnya.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bappenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati menjelaskan, Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan inisiatif Pemprov DKI Jakarta untuk menindaklanjuti terbitnya UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Selain itu merujuk Peraturan Pemerintah (PP) nomor 35 tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

“Raperda ini akan menggantikan beberapa peraturan daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah yang ada saat ini dan harus sudah mulai berlaku pada 1 Januari 2024. Konsekuensinya apabila Raperda ini belum ditetapkan maka kami Bapenda tidak bisa melakukan pemungutan pajak daerah dan itu akan sangat berdampak pada pendapatan DKI Jakarta dari sektor pajak,” tandasnya.

Diketahui, setelah Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disahkan, setidaknya ada 17 Perda yang akan mengalami penyesuaian. Masing-masing yakni Perda Nomor 6 tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah, Perda nomor 8 tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Perda nomor 9 tahun 2010 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

Kemudian, Perda nomor 10 tahun 2010 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Perda nomor 11 tahun 2010 tentang Pajak Hotel, Perda nomor 13 tahun 2010 tentang Pajak sebagaimana telah diubah menjadi Perda nomor 3 tahun 2015 tentang perubahan atas Perda nomor 13 tahun 2010 tentang Pajak Hiburan, Perda nomor 15 tahun 2010 tentang Pajak Penerangan Jalan, Perda nomor 16 tahun 2010 tentang Pajak Parkir dan Perda nomor 17 tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah.

Selanjutnya, Perda nomor 18 tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Perda nomor 11 tahun 2011 tentang Pajak Restoran, Perda nomor 12 tahun 2011 tentang Pajak Reklame, Perda nomor 16 tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-PP), Perda nomor 3 tahun 2012 tentang Retribusi Daerah, Perda nomor 2 tahun 2014 tentang Pajak Rokok. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas