Penegakan Prokes Harus Jadi Budaya Hidup Berdampingan Dengan COVID-19
Pemerintah telah menyusun strategi jangka panjang menyikapi masa pandemi COVID-19 yang diprediksi masih akan berlangsung beberapa waktu ke depan
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah telah menyusun strategi jangka panjang menyikapi masa pandemi COVID-19 yang diprediksi masih akan berlangsung beberapa waktu ke depan.
Pilihan terbaik bagi masyarakat saat ini adalah tetap menegakkan disiplin protokol kesehatan (Prokes) sebagai jalan menuju tatanan kehidupan baru.
Selain menyiapkan peta jalan hidup bersama COVID-19, pemerintah juga terus melakukan berbagai upaya persuasif untuk membiasakan masyarakat beradaptasi dengan kebiasaan baru, seperti terus disiplin Prokes dan menggunakan aplikasi PeduliLindungi untuk skrining di ruang publik.
Guna mengoptimalkan perlindungan kesehatan dari hulu ke hilir, vaksinasi dan testing, tracing dan treatment (3T) pun tetap digencarkan.
Koordinator Tim Pakar & Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Wiku Bakti Bawono Adisasmito menyatakan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat masih fluktuatif, namun cukup baik.
“Pada saat penularan rendah, apabila terjadi kebobolan dalam Prokes maka relatif masih terjaga. Tapi di tempat-tempat tertentu yang sirkulasi virusnya tinggi, maka tidak patuh Prokes bisa mendongkrak kasus. Jadi Prokes tidak bisa ditinggalkan,” tegas Wiku dalam Dialog Produktif Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) - KPCPEN, Kamis (14/10/2021).
Wiku menjelaskan situasi pandemi tanah air terpantau baik. Per 10 Oktober 2021, tidak ada kabupaten/kota berada pada zona risiko tinggi dan mayoritas pada zona risiko rendah.
Dengan perbaikan situasi COVID-19 di berbagai wilayah, menurut Wiku, relaksasi kegiatan masyarakat secara bertahap dengan persiapan matang, bisa dilakukan.
Dalam pelaksanaan tersebut perlu terus dilakukan pengawasan dan peninjauan, agar apabila terjadi peningkatan kasus maka dapat segera dilakukan pengereman.
Pemerintah, kata Wiku, telah menerapkan strategi berlapis dengan banyak instrumen di dalamnya. Namun ia mengingatkan, “Yang juga penting adalah kewaspadaan yang melekat pada masyarakat. Di ruang publik tempat kegiatan, harus ada Satgas Prokes. Dengan demikian aktivitas masyarakat akan diawasi oleh masyarakat juga, sehingga tidak ada ruang untuk terjadi penularan tanpa terdeteksi, dan dapat dicegah lebih awal,” ujarnya.
Menurut Wiku, pada prinsipnya proses penularan dapat terjadi di 3 titik, yakni di tempat tinggal, transportasi, serta tempat aktivitas.
Untuk pembukaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas, misalnya, maka simulasi harus dilakukan dari titik awal hingga kembali lagi dan memastikan sem ua aman.
Dalam hal ini, ia menegaskan bahwa tiap daerah memiliki karakter dan cara berbeda untuk menemukan kapasitas yang paling tepat.
“Setelah ditemukan kapasitas yang tepat, maka harus dijaga agar tidak melakukan aktivitas berlebihan,” papar Wiku.