Dukung Upaya Penurunan Stunting, Kemenkominfo Ajak Para Remaja Purbalingga untuk Jangan Menikah Dini
Acara Genbest Talk “Reproduksi Sehat, Generasi Hebat No Debat” di Purbalingga mengajak para remaja untuk berhati-hati dan waspada terhadap stunting.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM – Sosialisasi informasi dan edukasi percepatan penurunan stunting bertajuk Genbest Talk “Reproduksi Sehat, Generasi Hebat No Debat” telah berlangsung di Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (26/7/2023) dan dihadiri oleh para remaja.
Dalam diseminasi ini, Ketua Tim Informasi Komunikasi Kesehatan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Marroli J. Indarto menyampaikan, bahwa salah satu faktor penyebab stunting adalah menikah di usia muda atau menikah dini. Hal ini karena ibu yang hamil di usia terlalu muda belum siap secara fisik dan mental sehingga bayi berisiko besar lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan terkena stunting.
Marroli menjelaskan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 telah menetapkan batas usia minimal pernikahan, yakni 19 tahun. Sedangkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merekomendasikan usia siap menikah minimal 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. “Usia 21 bagi perempuan dan 25 bagi laki-laki karena dinilai siap secara fisik, mental, finansial, moral, emosional, sosial, interpersonal, keterampilan hidup, maupun intelektual,” katanya.
Baca juga: Kemenkominfo Gelar Genbest Talk Catin Cerdas, Stunting Terhempas di Wonosobo
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) terhitung sejak janin hingga anak berusia 23 bulan. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya.
Marroli menjelaskan salah satu pencegahan stunting yang bisa dilakukan oleh calon pengantin adalah mengonsumsi makanan bergizi, menjalani diet sehat, mengonsumsi rutin Tablet Tambah Darah (TTD), serta menjaga kebersihan diri. Selain itu, maksimal tiga bulan sebelum menikah, calon pengantin juga wajib memeriksakan kondisi kesehatan ke puskesmas ataupun fasilitas kesehatan lain yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan Sertifikat Layak Kawin.
Dokter Clarin Hayes yang hadir sebagai narasumber mengatakan pernikahan dini dari segi medis memiliki bahaya yang mengancam. Menikah terlalu muda memiliki banyak komplikasi kesehatan terutama untuk perempuan. “Organ reproduksi perempuan di bawah 20 tahun itu masih berkembang, apabila organ reproduksi masih membutuhkan nutrisi untuk berkembang tapi kita udah mengandung janin takutnya tumbuh kembangnya tidak optimal,” papar Clarin.
Baca juga: Lindungi UMKM dari Maraknya Social Commerce, Kemenkominfo Bakal Bentuk Satgas E-Commerce
Selain organ reproduksi, ia menjelaskan kesiapan mental calon pengantin sangat berpengaruh pada lahirnya generasi yang sehat. “Usia-usia di bawah 20 tahun menurut penelitian penyakit mental, seperti depresi, terjadi pada kehamilan muda itu lebih tinggi karena masih dalam fase mencari jati diri,” ujarnya. Oleh karena itulah, menurutnya, penting bagi generasi muda untuk segera memahami stunting karena anak yang terlahir stunting tidak hanya akan memiliki tubuh pendek, namun juga berisiko memiliki tingkat kecerdasan rendah, yang dapat menurunkan tingkat produktivitas sehingga tidak kompetitif.
Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera Dinas Sosial, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Purbalingga, Mukhsinun yang juga hadir sebagai narasumber menyampaikan di Kabupaten Purbalingga kasus pernikahan dini yang dilaporkan tidak terlalu banyak, namun bukan berarti kasus yang terjadi sedikit. “Kalalu masalah data sebetulnya tidak terlalu banyak paling di bawah 100, tapi memang satu bulan terakhir ini yang sempat datang ke kami 3 sampai 4 laporan. Artinya yang tidak konsultasi ke kami lebih banyak dari itu,” ujar Mukhsinun.
Sedangkan penyebab pernikahan dini di Purbalingga menurutnya terjadi karena beberapa faktor. “Masalah pernikahan dini sebenarnya sangat kompleks, kalau di desa usia 15 tahun orang tuanya sudah menikahkan, atau karena faktor X yang memang kami tidak bisa berbuat banyak,” ungkapnya. Untuk mencegah pernikahan dini dan stunting, Pemerintah Kabupaten Purbalingga saat ini terus melakukan beberapa kegiatan tentang reproduksi sehat kepada generasi muda.
Baca juga: Ikuti Perkembangan Digital, Kemenkominfo Turut Dorong Revisi Permendag 50 Tahun 2020
Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menyebut stunting di Kabupaten Purbalingga mencapai 26,8 persen atau urutan ke-4 dari seluruh kabupaten kota di Jawa Tengah. Sedangkan angka stunting tertinggi di Jawa Tengah adalah Kabupaten Brebes sebesar 29,1 persen dan Kabupaten Temanggung sebesar 28,9 persen.
Marroli menjelaskan, Kemenkominfo melakukan kampanye penurunan stunting karena sesuai dengan target Presiden di tahun 2024 yaitu angka stunting di Indonesia berada di 14 persen. Kemenkominfo juga sejak 2019 telah menggandeng generasi muda untuk turut serta mendukung upaya penurunan prevalensi stunting melalui Kampanye Genbest (Generasi Bersih dan Sehat) yang merupakan inisiasi Kemenkominfo untuk menciptakan generasi Indonesia yang bersih dan sehat serta bebas stunting.
Genbest Talk yang diadakan di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah merupakan bagian dari kampanye Genbest. Genbest mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, agar menerapkan pola hidup bersih dan sehat di kehidupan sehari-hari. Melalui situs genbest.id dan media sosial @genbestid, Genbest juga menyediakan berbagai informasi seputar stunting, kesehatan, nutrisi, tumbuh kembang anak, sanitasi, siap nikah, maupun reproduksi remaja dalam bentuk artikel, infografik, serta videografik.(*)