Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Apakah Stunting Bisa Diobati? Ini Penjelasannya

Apakah stunting bisa diobati? simak penjelasannya dalam artikel ini, menurut beberapa narasumber terkait sosialisasi pencegahan stunting pada anak.

Penulis: Muhammad Alvian Fakka
Editor: Sri Juliati
zoom-in Apakah Stunting Bisa Diobati? Ini Penjelasannya
Freepik
Ilustrasi anak stunting - Apakah stunting bisa diobati? simak penjelasannya dalam artikel ini, menurut beberapa narasumber terkait sosialisasi pencegahan stunting pada anak. 

TRIBUNNEWS.COM - Apakah stunting bisa diobati? simak penjelasannya dalam artikel ini.

Gejala stunting terlihat ketika balita memiliki tinggi badan di bawah rata-rata.

Kondisi stunting terjadi ketika asupan gizi yang diberikan, dalam waktu yang panjang, tidak sesuai dengan kebutuhan.

Permasalah stunting menurut data UNICEF didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan.

Selain mengalami pertumbuhan terhambat, stunting juga kerap kali dikaitkan dengan penyebab perkembangan otak yang tidak maksimal.

Bahkan dalam jangka panjang, anak yang terkena stunting dapat memperngaruhi prestasi belajar dan mudah terserang penyakit.

Baca juga: Ciri-ciri Anak Stunting, Lengkap dengan Cara Mencegahnya

Lantas apakah anak yang terlanjur stunting dapat diobati?

Berita Rekomendasi

Mengutip dari laman Pemkot Pekanbaru, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Disdalduk KB) Kota Pekanbaru, Muhammad Amin mengatakan bahwa bayi yang sudah terlahir dengan stunting masih bisa diobati.

"Saat bayi terlahir stunting, itu masih bisa diobati," ujarnya Muhammad Amin pada Rabu (1/3/2023).

Pencegahan stunting dapat dilakukan sejak pasangan merencanakan pernikahan.

Pengobatan bayi stunting paling efektif dilakukan ketika bayi masih dalam masa 100 hari pertama kelahiran (HPK).

Maka pemberian pangan dengan gizi seimbang sangat penting dilakukan.

Pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Kabupaten Banyumas Novita Sabjan, saat memberikan sosialisasi terkait stunting.

"Anak yang terindikasi stunting masih bisa ditangani, dengan catatan anak masih berusia di bawah lima tahun, dan lebih efektif jika masih di bawah dua tahun," jelas Novita, saat Sosialisasi Program Penanganan Stunting di Pendapa Pakasa, Cikakak Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, dikutip Tribunnews dari laman jatengprov.go.id, Senin (29/5/2023).

Menurutnya anak yang terlanjur stunting masih bisa dikejar asupan gizinya dengan catatan anak di bawah lima tahun.

"Karena itu kami gencar melakukan pendataan dan pemeriksaan di posyandu, untuk mendeteksi dan menanggulangi stunting,” ungkapnya.

Adapun cara mengobati stunting menurut Novita, bukan dengan obat, melainkan dengan asupan gizi tinggi protein.

Asupan gizi itu bisa didapatkan, misalnya dengan mengonsumsi satu hingga dua butir telur setiap hari.

Lalu bagaimana dengan anak di atas umur lima tahun yang terdeteksi stunting?

Walaupun sudah terlambat, Novita menyampaikan agar anak tetap diberikan asupan bergizi tinggi, dan suplemen atau vitamin yang dapat merangsang otak.

Sekretaris BKKBN Perwakilan Jawa Tengah, Sri Rahayu menambahkan, pencegahan Stunting dapat dilakukan dengan mencegah anemia bagi remaja putri.

Para remaja putri dapat mengonsumsi pil penambah darah ketika menstruasi, untuk mencegah kekurangan darah.

Sri Rahayu juga mengimbau agar masyarakat membiasakan diri untuk sarapan, sebagai pemenuhan gizi harian.

Baca juga: Inilah Pentingnya Cegah Stunting pada 1000 Hari Pertama Kehidupan

Pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan untuk cegah Stunting

Upaya pemenuhan gizi pada 1000 HPK sangat diperlukan, mengingat stunting akan berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak.

Periode 1000 Hari Pertama Kehidupan adalah pondasi utama kehidupan manusia di masa depan.

1000 HPK dimulai sejak awal konsepsi pembuahan atau selama 270 hari masa kehamilan.

Hingga kemudian 730 hari setelah kelahiran.

Dilansir dari Dinas Kesehatan Kalimantan Barat, stunting dapat terjadi sebagai akibat kekurangan gizi terutama pada saat 1000 HPK.

Salah satu upaya pencegahan stunting pada 1000 HPK, yaitu memenuhi gizi dan pelayanan kesehatan kepada ibu hamil.

Sebab kekurangan gizi pada 1000 HPK bersifat permanen dan sulit diperbaiki.

Masyarakat mungkin mengira, keturunan adalah faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik anak.

Namun, hal itu keliru dan sebenenarnya adalah akibat stunting.

Karena semestinya dilakukan dengan upaya mencukupi kebutuhan gizi sejak anak dalam kandungan hingga usia dua tahun.

Ilustrasi anak saat masa pertumbuhan.
Ilustrasi anak saat masa pertumbuhan. (IST)

Pecegahan Stunting pada 1000 HPK

Mengutip stikesbanyuwangi.ac.id, pemenuhan gizi yang baik selama 1000 HPK akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal.

Malnutrisi pada periode 1000 HPK bersifat permanen dan akan berdampak dalam jangka waktu yang panjang (trans-generasi).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pemeriksaan IQ pada anak usia 22 bulan dapat menjadi indikator kemampuan akademik di usia dewasa.

Jika ibu hamil diberikan asupan gizi yang cukup maka bayi yang dilahirkan akan memiliki berat dan tinggi badan yang normal.

Hal itu akan berlanjut sampai bayi berusia 6 bulan dengan pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) serta melanjutkan ASI sampai usia 2 tahun

Ketika sudah dewasa, stunting dapat mempengaruhi produktivitas kerja, komplikasi persalinan, dan meningkatkan risiko kegemukan.

Atau pun dapat terjadi obesitas yang akan memicu penyakit sindrom metabolik.

Seperti jantung koroner, stroke, hipertensi, stroke, dan diabetes mellitus tipe 2.

Baca juga: Bahaya Stunting pada Anak dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Upaya Pencegahan Stunting pada 1000 Hari Pertama Kehidupan

Adapun beberapa upaya intervensi yang dapat dilakukan Dinas Kesehatan dalam mencegah stunting pada 1000 HPK yaitu:

1. Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) untuk remaja putri, calon pengantin, ibu hamil

2. Sosialisasi ASI Eksklusif

3. Sosialisasi Makanan Pendamping-ASI

4. Sosialisasi makanan berfortifikasi termasuk garam beryodium

5. Sosialisasi dan kampanye Tablet Tambah Darah, Suplemen gizi mikro (Taburia), dan Suplemen gizi makro (PMT)

6. Kelas Ibu Hamil

7. Sosialisasi dan kampanye gizi seimbang dan perubahan perilaku

8. Pemberian obat cacing

9. Tata Laksana Gizi Kurang atau Buruk

10. Suplementasi vitamin A dan Jaminan Kesehatan Nasional

(Tribunnews.com/Muhammad Alvian Fakka)

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas