Jurus Mengelola Galau Sejak Usia Dini
Peran orangtua dalam upaya menumbuhkan kecerdasan emosional pada anak sangat penting. Coba langkah-langkah awal berikut ini.
Editor: Ade Mayasanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa tahun belakangan ini kita sering mendengar istilah Galau. Ada berita tentang anak-anak yang terjun dari apartemen yang tinggi karena keinginannya tidak dituruti. Ada anak-anak remaja yang melakukan pembunuhan karena sakit hati ditolak cintanya. Semua yang terjadi pada masa anak-anak dan remaja, tergantung dari bagaimana mengelola mereka sejak usia dini.
Secara ilmiah, galau ini didefinisikan sebagai perasaan yang kacau bercampur antara sedih, kesal, cemas, marah dan khawatir, menjadi satu sehingga termanifest dalam sikap murung atau sering melamun.
Beberapa kasus yang terjadi menunjukkan bahwa generasi sekarang mulai banyak yang mengalami kesulitan emosional, seperti misalnya : mudah merasa kesepian dan pemurung, mudah cemas, mudah bertindak agresif, kurang menghargai sopan santun dan sebagainya. Ini semua akan sangat merugikan perkembangan anak-anak itu sendiri, meskipun mungkin mereka tampil sebagai anak-anak yang pintar di sekolah. Kecerdasan atau angka IQ yang tinggi bukan merupakan satu-satunya jaminan bagi kesuksesan seorang anak di masa depan. Ada factor lain yang saat ini cukup popular yaitu : kecerdasan emosional. Salah satu aspeknya adalah kecerdasan sosial, diman aanak memiliki kemampuan untuk mengerti dan memahami orang lain serta bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia.
Selain itu kecerdasan emosional juga meliputi kemampuan seseorang untuk mengenali emosinya sendiri serta mengelola emosi tersebut dengan cara yang benar. Di samping juga kemampuan untuk memotivasi diri sendiri serta tetap bersemangat saat menghadapi berbagai kesulitan. Kecerdasan emosional ini dapat dikembangkan pada anak-anak sejak usia dini.
Suasana damai dan penuh kasih sayang dalam keluarga, ontoh-contoh nyata berupa sikap saling menghargai satu sama lain, ketekunan dan keuletan menghadapi kesulitan, sikap disiplin dan penuh semangat, tidak mudah putus asa, lebih banyak tersenyum daripada cemberut, semua ini memungkinkan anak mengembangkan kemampuan yang berhubungan dengan kecerdasan emosionalnya.
Peran orangtua dalam upaya menumbuhkan kecerdasan emosional pada anak sangat penting. Coba langkah-langkah awal dalam memulai menumbuhkan kecerdasan emosi anak:
1. Pahami perspektif anak dan berempatilah
Meskipun mungkin anda tidak dapat melakukan apapun terhadap kekesalan anak anda, tunjukkan rasa empati anda.Mencoba memahami apa yang terjadi pada anak anda, mampu membantu anak membuang rasa galau tersebut pada akhirnya. Berempati bukan berarti anda menyetujui rasa kesalnya. Anda hanya mencoba memposisikan diri anda dari perspektif anak.Dia mungkin harus melakukan apa yang anda katakan, tetapi ia juga berhak memiliki perspektif darinya. Kita semua tahu bahwa akan sangat nyaman rasanya jika perasaan kita dipahami, bagaimanapun hal tersebut akan lebih mudah, apalagi ketika belum ada jalan keluar. Coba kalimat-kalimat yang mengkapkan pemahaman dan rephrase dibawah ini:
"Adik kecewa karena hujan diluar."
"Adik gak mau berhenti bermain di luar untuk makan siang, tetapi ini sudah waktunya."
"Adik ingin melek sampai malam seperti orang dewasa, Mama paham."
Dari kalimat-kalimat tersebut di atas, menunjukkan bahwa orangtua paham dan empati dengan yang anak rasakan.Sebaliknya, anak-anak dapat belajar mengembangkan empati dengan cara mengalaminya dari orang lain.
Anda sebagai orangtua pun membantu anak anda merefleksikan pengalaman perasaannya dan mengetahui apa yang membuatnya merasa galau.
2. Biarkan anak menunjukkan ekspresi emosinya
Anak-anak tidak bisa membedakan antara emosinya dan dirinya.Terima dan pahamilah emosi anak-anak, dari pada melarang atau menolak anak-anak menunjukkan hal tersebut.Melarang kekhawatiran, kemarahan, ketakutan atau kecemasan anak-anak merasakan emosi atau perasaan tersebut, tidak akan menghentikan mereka dari perasaan-perasaan "galau" tersebut.
Tetapi malah akan semakin menekan mereka sehingga akhirnya anak menjadi stres. Kalimat-kalimat yang bisa disampaikan seperti:
"Adik sangat marah karena kakak merusak mainanya?Sini adik, Mama temani untuk bilang ke kakak tentang perasaan Adik ya"
"Adik nampaknya khawatir tentang field trip hari ini ya?Dulu Papa juga gugup saat mau field trip saat
"Adik marah-marah dan rewel mulu sih, nak? Nampaknya dari pagi gak ada yang bener deh menurut Adik.Adik ingin nangis atau cerita? Setiap orang kadang memang perlu nangis.Sini Papa peluk dan Adik bisa nangis sepuasnya."
Penerimaan anda sebagai orangtua, membuat anak menerima emosi yang mereka rasakan, dan
Penelitian para ahli mengatakan bahwa hanya dengan menunjukkan empati kita kepada anak-anak, maka ini akan mengajarkan mereka untuk mengelola perasaan mereka, menghormati perasaan mereka sebagai sinyal bahwa mereka perlu mengatasi perasaan mereka dan memberdayakan anak agar belajar mencari solusi permasalahan. Jadi, masih marah-marah kalau anak anda galau?
Segera kirim pertanyaan Anda tentang topik pojok curhat kepada Bertha Sekunda dengan mengisi komentar di bawah ini. Nantikan jawaban pertanyaan Anda di situs ini. (@berthasekunda).