Asia Jadi Ladang Keuntungan Chanel
Wajah-wajah "asing" mewarnai peragaan busana Chanel koleksi Haute Couture di Grand Palais, Paris, beberapa waktu lalu.
Penulis: Daniel Ngantung
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM,PARIS - Wajah-wajah "asing" mewarnai peragaan busana Chanel koleksi Haute Couture di Grand Palais, Paris, beberapa waktu lalu. Di antara lautan kaukasoid, terselip wajah-wajah oriental.
Wajah mereka menghiasi barisan depan tempat duduk, bersanding dengan tamu "kehormatan" Karl Lagerfeld, sang direktur kreatif Chanel, seperti Redaktur majalah Vogue Anna Wintour dan sejumlah selebritas Hollywood.
Bila dilihat dari posisi duduk, tentulah mereka bukan tamu sembarang.
Karl pastinya mengundang mereka bukan tanpa alasan. Ini tak lain karena pelanggan Karl untuk koleksi haute couture atau biasa disebut adibusana didominasi orang Asia, terutama Tiongkok.
Seperti dilansir The Telegraph, clientele koleksi adibusana yang dulunya didominasi para kaum sosialita Paris, kini berubah. Selain Tiongkok, para clientele atau klien eksklusif kini banyak berasal dari Rusia dan Timur Tengah.
Mereka tidak segan untuk merogoh isi dompet dalam-dalam hanya untuk membeli sepotong busana yang harga termurahnya dimulai dari 8.000 poundsterling atau Rp 160 juta!
Berbeda dari koleksi busana siap pakai (ready to wear), koleksi adibusana memang dibanderol lebih mahal karena bahan yang digunakan lebih ekslusif dan teknik pembuatannya yang lebih otentik dan mendetail - menggunakan tangan. Tidak jarang untuk membuat satu gaun saja bisa menghabiskan sampai waktu 700 jam.
Untuk memanjakan para tamu Asia-nya itu, Karl mempresentasikan busananya yang kali ini mengusung tema "Le Corbusier goes to Versailles" dengan sentuhan Asia, meski tidak secara eksplisit.
Setidaknya begitu menurut Wen Hsin Tsai Hong, clientele dari Taiwan.
Kepada kantor berita Prancis Agence France Presse (AFP), Wen mengatakan para model Chanel kali ini hadir dengan tubuh lebih pendek, sangat merepresentasikan "bentuk Asia".
Para model mengenakan gaun-gaun bergaya baroque dengan sentuhan modern misal pada siluet dan palet warna sehingga terasa lebih edgy dan muda.
Usaha Karl tak sia-sia. Yi Mig Shi, 32, dari Shanghai, menyatakan begitu terpikat pada koleksi tersebut. Ia mendeskripsikan koleksi tersebut dengn kata "muda". Dua potong busana sudah masuk dalam daftar belanjanya.
Membuat koleksi terasa "muda" juga bukanlah tanpa alasan. Karl memang ingin menargetkan koleksinya itu ke pasar yang didominasi kaum muda.
Pasalnya, seperti dijelaskan Chanel Fashion President Bruno Pavlovsky, terjadi pergeseran usia para clientele Chanel beberapa tahun terakhir. Bila dulu didominasi kaum paruh baya, sekarang koleksi adibusana Chanel banyak diminati perempuan usia 20-30an.
"Mereka ingin mencari sesuatu yang eksklusif dan membeli busana adibusana untuk acara penting atau sekedar untuk memanjakan diri," katanya. (Daniel Ngantung)