Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Lifestyle

Wanita Kehilangan Libido? Viagra untuk Perempuan Segera Hadir Sebagai Solusi

Apakah hasrat seksual adalah hak asasi manusia? Apakah wanita berhak mendapatkan sebutir pil merah muda untuk bisa merasakan hasrat seks?

Editor: Sugiyarto
zoom-in Wanita Kehilangan Libido? Viagra untuk Perempuan Segera Hadir Sebagai Solusi
Istimewa
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM - Apakah hasrat seksual adalah hak asasi manusia? Apakah wanita berhak mendapatkan sebutir pil merah muda untuk bisa merasakan hasrat seks?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul dalam kampanye untuk menekan Food and Drug Administration (FDA) segera menyetujui pil yang bisa mengatasi hilangnya libido pada wanita.

Kampanye yang didukung oleh produsen obat dan beberapa kelompok wanita meminta agar FDA tidak bias gender karena telah menyetujui Viagra dan 25 obat lain untuk membantu para pria berhubungan seks, tapi tak satupun obat yang disetujui untuk wanita.

"Kaum wanita sudah menunggu cukup lama. Di tahun 2015 ini kesetaraan gender harus menjadi standar dalam hal akses obat untuk disfungsi seksual," tulis pengantar dalam petisi online disetujuinya "Viagra" wanita seperti yang dikutip dari Kompas.com.

Petisi tersebut juga sudah ditandatangani lebih dari 40.000 orang.

Obat "Viagra" yang dimaksud adalah Flibanserin dan sudah dua kali ditolak FDA karena dianggap memiliki tingkat efektivitas sedang dan efek sampingnya lebih besar. Efek samping yang dirasakan antara lain mengantuk, pusing, dan mual.

Sprout Pharmaceuticals, yang memiliki obat itu, kini memasukkan data baru dari hasil penelitian yang menunjukkan obat tersebut tidak menyebabkan penurunan kemampuan mengemudi kendaraan.

Berita Rekomendasi

Juru bicara FDA menolak jika penolakan terhadap obat itu karena bias gender. Di tahun 2012 lembaga ini juga telah menjadikan disfungsi seksual pada wanita sebagai prioritas.

Meski demikian, jalan bagi dikeluarkannya obat disfungsi seksual untuk wanita memang tidak mudah. Perusahaan farmasi Pfizer sendiri memutuskan tak meneruskan uji coba Viagra pada wanita di tahun 2004.

Kotak Viagra

Di tahun itu FDA juga menolak testosteron berbentuk koyo tempel bagi wanita yang dibuat oleh P&G. Gel testosteron untuk wanita juga gagal dalam uji coba klinis di tahun 2011.

Leonore Tiefer, psikolog di New York University School of Medicine, mengatakan farmasi mencoba membuat berkurangnya libido sebagai gangguan medis yang bisa diatasi dengan obat.

"Padahal masalah terbesarnya adalah faktor psikologis atau hubungan dengan pasangan," katanya.

Berkurangnya dorongan seksual secara spontan juga saat ini tidak lagi dimasukkan dalam gangguan seksual pada buku manual gangguan kesehatan mental.

Di lain pihak, 26 jenis obat untuk gangguan seksual pria memiliki formulasi berbeda dari kandungan yang sama, yakni testosteron. Tak satupun dari obat-obatan tersebut ditujukan untuk mengatasi libido yang rendah.

Viagra sendiri bekerja untuk meningkatkan aliran darah ke penis yang dibutuhkan untuk terjadinya ereksi.

Untuk wanita, estrogen dan obat yang disebut ospemifene juga sudah disetujui untuk mengatasi rasa nyeri saat berhubungan seksual, yang kerap terjadi setelah wanita menopause.

Namun, para ahli berpendapat libido yang rendah bisa menyebabkan stres emosional dan mengganggu hubungan. Selain itu, efek samping flibansering, seperti pusing dan mengantuk, dianggap bukan sesuatu yang serius.

Sebagai perbandingan, Viagra dan obat antiimpotensi lain bisa menyebabkan kebutaan, penis retak, dan efek samping serius lainnya.

Tags:
Sumber: Sriwijaya Post
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas