Kembalinya Kejayaan Batik Kudus di "Pasar Malam"
Potret masa keemasan batik kudus hadir dalam "Pasar Malam", sebuah peragaan tunggal karya desainer Denny Wirawan.
Penulis: Daniel Ngantung
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM - Potret masa keemasan batik kudus hadir dalam "Pasar Malam", sebuah peragaan tunggal karya desainer Denny Wirawan.
Perhetalan yang berlangsung di Grand Ballroom Hotel Indonesia Kempinski, Kamis (3/8) malam, menyuguhkan koleksi terbaru Balijava, lini busana siap pakai Denny, yang kali ini mengangkat keeksotisan batik kudus.
Batik kudus merupakan primadona yang sempat lekang karena perkembangan zaman. Batik ini mulai populer pada 1880 kemudian berkembang hingga 1970an sebelum akhirnya pamornya luntur seiring menggeliatnya industri kretek. Para perajin batik pun beralih profesi menjadi buruh pabrik karena upah yang lebih menggiurkan.
Barulah pada 2011, industri batik kudus mulai bangkit kembali setelah Bakti Budaya Djarum Foundation melakukan pembinaan. Misinya agar masyarakat setempat kembali melirik batik kudus sebagai komoditas daerah yang menjanjikan.
Karya-karya mereka itulah yang diolah Denny sehingga menjadi produk bernilai dan pantas naik pentas di panggung catwalk Pasar Malam.
Di tangan dingin Denny, batik kudus diolah sedemikian rupa sehingga terasa lebih kekinian dan relevan dengan perkembangan zaman tanpa meninggalkan filosofinya.
Malam itu, desainer kelahiran Singaraja, Bali, 9 Desember 1967, tersebut menyuguhkan 82 tampilan busana pria dan wanita yang semuanya berbahan batik kudus. Denny tidak hanya mendesain, namun juga terlibat langsung dalam proses pembatikan sekaligus memberikan pembinaan kepada para perajin.
Bergelut dengan kain tradisional bukan sesuatu yang asing bagi finalis Lomba Perancang Mode Femina 1991 itu. Pada 2008, Denny mendirikan Balijava, lini keduanya yang fokus pada busana ready-to-wear berbahan kain tradisional.
"Sebagai orang Indonesia, ada rasa tanggung jawab untuk ikut melestarikan budaya Indonesia, mengolah kain tradisional salah satu caranya," ujar Denny yang pernah menjadi pembina untuk program yang digagas Cita Tenun Indonesia (CTI) pimpinan Okke Hatta Rajasa.
Dari sekian banyak wastra tradisional yang pernah diolahnya, jebolan Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budihardjo (1992) ini menyebut batik kudus sebagai salah satu yang terunik.
Batik kudus kaya akan motif sebagai buah asimilasi dari tiga budaya berbeda, yakni Jawa, Arab, dan Tiongkok. Motif tersebut di antaranya motif buketan, motif kaligrafi, dan motif burung merak njraping.
"Tapi yang paling membuatnya unik adalah motif beras kecer," kata desainer anggota Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) ini.
Motif beras kecer lantas mewarnai hampir seluruh koleksi, baik sebagai motif utama maupun latar atau pendamping.
Peragaan malam itu dibuka oleh penampilan aktris Atiqah Hasiholan, muse atau pribadi yang menginspirasi Denny dalam meracik koleksi kali ini. Istri aktor Rio Dewanto itu muncul dalam balutan jumpsuit bermotif beras kecer dalam nuansa monokromatik berbalutkan coat hitam yang dihiasi bordiran motif anggrek cattleya.
Permainan motif dan cutting yang simpel menjadi senjata Denny agar batil kudus terasa modern. Pada beberapa dress atau blouse misalnya, Denny memadukan salah satu motif khas batik kudus dangan bahan digital printing bernuansa monokromatik bergambar hutan pinus di Kudus.
Denny juga sesekali saling "menabrak" motif khas batik kudus dengan motif konvensional seperti garis atau kotak-kotak. Seperti ia buat pada sebuah coat panjang bersiluet boxy tanpa lengan.
"Bagian tersulit adalah cross-pattern (silang motif). Bagaimana caranya mengawinkan berbagai jenis motif agar tidak terlihat berantakan," terang Denny yang mulai mengerjakan proyek ini sejak Februari 2015.
Teknik meniban motif yang teksturnya saling bertolak belakang juga Denny aplikasikan. Terlihat sebuah gaun panjang bermotif daun tembaku berpadu manis dengan bordiran bermotif burung merak njraping berukuran besar. Ada pula yang dipadukan dengan bahan jaquard, tweed, dan heringbone. Ada kesan maskulin sekaligus feminin bersamaan.
Lewat koleksi ini, Denny memang ingin mengakomodasi kebutuhan perempuan masa kini yang semakin berani mengeksplorasi gaya berbusananya. Selain paduan gaya feminin dan maskulin, Denny juga memberikan opsi busana batik kudus yang kasual dan edgy.
Kesan edgy santer terasa pada pengaplikasikan ritsleting dan kerangka emas sebagai dekorasi di area keliman. Dalam presentasinya, koleksi ini dipercantik dengan aksesori bergaya etnik dalam sentuhan modern dari E.P.A Jewelry karya Eliana Putri Antonio.
Sebelumnya, koleksi ini sudah naik pentas terlebih dahulu di Nottingham, Inggris, dalam rangkaian pameran budaya Indonesia Juni lalu. Karya Denny ini mendapat respon positif dari para tamu.
"Bahkan ada seorang pengusaha yang berniat menggelar fashion show koleksi saya itu di kastilnya untuk sebuah acara amal," kata Denny.
Di "Pasar Malam", batik kudus yang sempat terlupakan kembali bangkit. Denny dan para perajin berhasil membuktikan bahwa wastra tradisional ini dapat sejalan dengan evolusi mode sehingga pantas dilirik lagi.
Di sisi lain, koleksi ini kian memantapkan portofolio Denny sebagai desainer yang piawai dalam mengolah kain tradisional menjadi produk wearable yang modis sekaligus menjangkau seluruh fashionista yang karakter gayanya berbeda-beda.
Koleksi terbaru dari Balijava karya Denny Wirawan ini akan tersedia di Alun-Alun Grand Indonesia mulai akhir September mendatang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.