Kopi Sunyi di Bukit Madugondo
Seorang pria bersarung dan mengenakan hem batik warna biru tersenyum ramah menyambut tetamu yang hadir di rumahnya.
Penulis: Gusti Sawabi
"Saya belajar dari tamu yang datang ke sini. Dulu saya bikin kopi tubruk, tetapi banyak yang minta direbus. Saya mencicipi, ternyata enak," katanya. Namun, Pak Rohmat juga tetap melayani jika ada yang minta kopi tubruk.
Dengan bangga Pak Rohmat bercerita tentang tetamunya yang datang di kedainya. "Dari hampir semua negara Eropa pernah ada turis datang ke sini," katanya. Pak Rohmat kemudian menyebut satu per satu nama negara di Benua Biru itu.
Turis itu ternyata tidak hanya minum kopi di Kedai Pak Rohmat. Mereka juga membawa pulang kopi bubuk karya Pak Rohmat. "Saya ini sudah jadi eksportir kopi," katanya diikuti tawa terkekeh.
'Teman' minum kopi malam itu, bukan hanya camilan khas pegunungan. Ada suara kambing mengembik dari kandang yang tidak jauh dari gazebo. "Asyik kan?" Pak Rohmat bergurau setiap terdengar kambingnya mengembik.
Bagi penggila kopi yang penasaran, dapat menuju ke lokasi Warung Kopi Menoreh Pak Rohmat di Madugondo melalui jalan Godean Yogyakarta ke arah Barat menuju Kenteng Nanggulan terus ke Dekso hingga ke Boro melintasi turunan namun terus tanjakan ke arah Madugondo.
Usaha Warung Kopi Murni Aseli Menoreh Pak Rohmat tersebut sehari-harinya dibantu Isteri Nurila dan dua puteranya yang dikala luang menyeleksi biji kopi single untuk dijadikan seduhan berkhasiat.
Pak Rohmat mengantar kami hingga ke gerbang rumahnya setelah kami berpamitan.
"Bapak mengantar semua tamu di warung ini hingga gerbang?"
"Hehehe... iya, semua yang minum kopi di rumah ini adalah tamu saya, saya wajib ndherekke sampai parkiran," katanya.
Sejarah Kopi Menoreh
Warga pegunungan Menoreh mulai intens mengenal kopi sekitar 35 tahun lalu. Sejak adanya bantuan bibit tanaman kopi jenis Robusta dari pemerintah DIY di tahun 1980 .
Tiga tahun pertama telah menghasilkan buah kopi meski masih dalam jumlah sedikit. Untuk menghasilkan produksi buah yang lebih banyak maka dilakukan pemupukan menggunakan kompos ternak kambing di setiap awal musim penghujan yakni di bulan November.
Tahun 1995 petani kopi Menoreh mulai menikmati hasil dari biji kopi. Mereka mulai memproduksi untuk dikonsumsi sendiri dan sebagian besar di jual kepada tengkulak demi memenuhi kebutuhan finansial yang mendesak oleh kebanyakan petani kopi.
Tahun 1995 itu pula petani kopi mulai menjual produknya keluar daerah bahkan hingga ke Aceh karena adanya permintaan dari sana. Di tahun 2013 berhasil memasarkan 10 Kg kopi bubuk ke Aceh dan terus berkembang di tahun 2014 memasuki pasar Yogyakarta lewat Pak Irsyam Kotagede.