Awas, Kecanduan Sosial Media Bisa Sebabkan Depresi
Update status dan chatting seolah sudah menjadi kebutuhan utama setiap individu zaman sekarang.
Editor: Dewi Agustina
COBA kita bersama-sama menjawab satu persatu pertanyaan di bawah ini dengan menjawab Ya atau Tidak.
1. Saat berkumpul dengan orang lain, apakah 50 persen dari waktu Anda tetap lengket dengan SmartPhone atau Gadget Anda?
2. Saat bertemu dengan orang lain apakah 50 persen dari waktu Anda masih aktif di sosial media?
3. Apakah Anda sering chatting tanpa menghasilkan sebuah pertemuan dengan orang lain atau tidak ada hasil bisnis dan deal-deal yang lain?
4. Apakah Smartphone adalah yang pertama Anda pegang di pagi hari dan malam hari sebelum tidur?
5. Apakah seluruh dunia tahu yang Anda lakukan dari pagi sampai malam hari karena postingan Anda di sosial media?
6. Apakah Anda pernah chatting saat Anda berkendara mobil atau motor?
7. Apakah sesungguhnya Anda sendiri jarang bersosialisasi secara nyata dengan teman-teman Anda?
Bertha Sekunda, seorang psikolog mengungkapkan, tidak ada panduan seberapa banyak Anda menjawab Ya dan menjawab Tidak untuk mengetahui apakah Anda kecanduan Sosial Media atau tidak.
Namun yang paling penting adalah point nomor 7.
Beberapa pertanyaan di atas bisa jadi awal deteksi apakah Anda mulai “memutus” hubungan sosial riil dengan orang lain dan lebih nyaman dengan teman virtual Anda.
Tidak ada yang menyalahkan bahwa kehidupan modern zaman sekarang membangun manusia untuk lebih dekat teknologi SmartPhone dengan aplikasi sosial medianya.
Update status dan chatting seolah sudah menjadi kebutuhan utama setiap individu zaman sekarang, karena segala kegiatan ngobrol sudah mempunyai wadah atau fasilitas yang canggih.
Dibanding beberapa tahun lalu yang chatting itu harus ke warnet dan bahkan harus membuka aplikasi mIRC yang saat masuk ke aplikasinya kadang harus dibantu penjaga warnet.
Sekarang komunikasi virtual itu bisa dilakukan dimana-mana dan kapan saja dalam genggaman tangan.
Jika keaktifan di sosial media mempunyai hasil yang optimal seperti bisnis atau awal dari sebuah “kopdar” atau kopi darat atau pertemuan riil, hal itu bisa dikatakan wajar-wajar saja.
Tetapi jika keaktifan yang berlebihan di sosial media itu untuk mengisi kekosongan Anda, maka Anda akan benar-benar merasa kosong nantinya.
Bisa jadi malah stress atau depresi karena merasa hampa dan punya dunia sendiri yang tidak nyata. Ini membuat Anda “disconnect to connect”.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa orang dengan karakter yang kolektivis (lebih suka bersosialisasi) akan lebih stress saat terlalu sering berinteraksi dengan sosial media sebagai Social Network Sites, dibandingkan orang yang individualis.